Pelatihan Metode Survei Primata
Sokokembang, Petungkriyono,
Pekalongan
12-14 Oktober 2018
Farhan Adyn, e-mail : farhan.adyn15@gmail.com
Apa yang terlintas di benak saat mendengar kata “Pekalongan”? Hampir kebanyakan akan langsung mengingat tentang Batik dan kainnya nan indah itu. Akan tetapi, bukan maksud ku mengunjungi kota ini untuk berbelanja, menambah koleksi batik yang siap dipakai saat menghadiri undangan acara-acara besar dan formal, melainkan memenuhi undangan Pelatihan Metode Survei Primata yang diselenggarakan oleh KP3 Primata UGM dan Swaraowa. Aku hadir sebagai partisipan representatif KSP Macaca UNJ bersama dua teman, Arief dan Rachmat, dari Jakarta yang keduanya merupakan perwakilan FSP Lutung UNAS. Kami tiba di Pekalongan dan dijemput oleh panitia menuju lokasi pelatihan. Sesaat setelah melewati perkebunan pinus PERHUTANI dan Perkebunan Karet , gapura dan tugu “Petungkriyono” telah menanti. Hal ini menandakan bahwa kami akan memasuki kawasan Hutan Lindung Sokokembang.
|
pintu masuk hutan Petungkriyono |
Kesan tempat pelatihan ini, menurut kakak tingkat yang pernah mengikuti kegiatan serupa tahun lalu, tidak akan pernah terlupakan dalam hidup. Hutan Lindung Sokokembang termasuk hutan hujan dataran rendah tersisa di pulau Jawa yang benar-benar masih asri. Benar saja, saat pertama aku terkagum-kagum serta takjub kala mata memandangi tiap sudut bentang vegetasi dan kabut embun bergerak di atas rapatnya kanopi. O..iya, satu hal lagi yang ku tahu sebelum mengunjungi tempat ini, yakni kopi Owa. Berbeda dengan perkebunan kopi (yang cenderung disengaja & terkesan monokultur), kopi ini terkenal dengan sebutannya kopi Owa karena tanaman kopi (yang merupakan peninggalan sistem Tanam Paksa di Pekalongan dengan komoditi utama ialah kopi) hidup di dalam habitat nya Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) yang endemik di pulau ini.
|
praktek metode line transek |
|
transek di persiapkan terlebih dahulu sebelum pengamatan dan diberi tanda |
Hari pertama, Jum’at malam (12/10), diawali dengan pembukaan acara. Sambutan-sambutan diberikan kepada para peserta yang berjumlah 20 orang dari berbagai profil dan latar belakang. Ada peserta dari kalangan mahasiswa, pecinta alam, fotografer alam liar bahkan hingga advokat, berkumpul dan belajar bersama tentang survei populasi primata Jawa. Setelah dihangatkan oleh berbagai sambutan dari ketua pelaksana acara, Kepala KPH Pekalongan Timur, serta perkenalan dengan peserta lainnya. Kemudian langsung dilanjutkan oleh pematerian pertama, pengantar tentang primata yang disampaikan oleh kak Salmah. Setelah itu, kami briefing untuk persiapan esoknya, dengan materi Survei Populasi dengan Teknik
Line-Transect Sampling.
Penggunaan teknik tetap berdasarkan prinsip pengacakan (
random) dan pengulangan (
replication). Kegunaan teknik ini ialah untuk mencari dugaan/estimasi kepadatan (
density) suatu objek (primata) per satuan luas/waktu. Adapun cara pengambilan datanya dengan berjalan lurus pada lintasan/jalur yang telah ditetapkan panjangnya (L), kemudian mencatat perjumpaan langsung dengan objek (N), lalu menembakkan sudut jalur & sudut objek dengan kompas (kemudian diselisihkan, α) serta mengestimasikan jarak langsung pengamat-objek (x). Tiga data terakhir dibutuhkan untuk mengetahui jarak antara objek yang tegak lurus dengan jalur (
perpendicular distance/ppd/w) dengan prinsip trigonometri , (rumus sinus, cosinus atau tangen) digunakan untuk menghitung jarak tegak lurus antara primata dan transek, yang di tentukan dari dari sudut apit antara arah transek (pengamat) dan primata yang terlihat.
Jarak (ppd) ini digunakan sebagai preferensi lebar area sampling, atau telah disepakati sejak awal menggunakan jarak pandang optimum mata manusia (~50 meter), sehingga area sampling diproyeksikan berbentuk persegi panjang. Adapun persamaan matematis dari perumusan kepadatan/density (D) ini adalah:
D = N/A = n/2Lw
Hari itu (12/10), kami pun mengaplikasikan teori semalam di lapangan. Sebelumya, semua peserta dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok melalui jalur/transek: 1. Iger Menyan; 2. Rambut Putih; dan 3. Rumah pohon. Aku kebagian kelompok satu, transek 1. Iger Menyan. Menurut mas Wawan, panjang trek ini mencapai 700 meter yang berujung pada tumbuhan endemik Indonesia, damar-mata kucing (
Shorea javanica Koord. & Valeton). Namun sayangnya, sepanjang perjalanan kami tidak menemukan/berjumpa langsung dengan objek (primata), hanya terdengar morning call/great call Owa Jawa di sisi tebing seberang. Dan lagi-lagi, kami kurang beruntung sebab terdapat pohon tumbang di titik 300 meter-an yang menghalangi jalan dan tidak memungkinkan untuk dilewati. Meskipun belum berkesempatan berjumpa langsung, kami tetap mengsimulasikan cara pengambilan data yang baik dan benar oleh pendamping jalur.
|
owa yang terfoto oleh peserta lain, mas Anjar dari Pekalongan |
Sesampainya kami kembali ke basecamp, kami berisitirahat dan menyempatkan diri untuk mandi di sungai kolong jembatan. Air nya sangat bersih & jernih, sesuatu yang jarang bahkan tidak dapat ditemui di ibukota. Penyegaran ini guna persiapan untuk mengerahkan fikiran untuk mengolah data berikutnya. Rupanya teman kami di transek lain, ada yang menemukan sedikit individu, bahkan ada yang “panen” berjumpa dengan banyak individu dari beragam jenis primata, mulai dari Owa Jawa, Lutung Budeng, Rekrekan hingga Monyet Ekor panjang. Kemudian sesi tanya-jawab dan diskusi pun berjalan seru, berbagi pengalaman di lapang dan menambah wawasan dari tiap jawaban yang diberikan oleh pemateri dari Swaraowa, mas Wawan.
|
metode vocal-triangulasi untuk survey Owa |
Malamnya dilanjutkan dengan briefing kembali, persiapan pengaplikasian dengan teknik yang berbeda. Kali ini kami mencoba menggunakan teknik
triangulasi-Vocal Count. Tujuan metode ini menyerupai dengan teknik sebelumnya, yakni untuk mengetahui estimasi kepadatan populasi berdasarkan jumlah kelompok yang terdeteksi. Akan tetapi, survei populasi dengan teknik ini termasuk indirect survey/survei tidak langsung, sebab kita hanya menduga kepadatan berdasarkan asumsi keberadaan kelompok primata yang diwakili oleh vokalisasi satu individunya (biasanya betina, terkadang pula jantan, namun Owa Jawa tidak seperti owa lainnya yang melakukan duet, kecuali dia dan Siamang Kerdil/
Hylobates klossii. Perlu dicatat pula, metode ini hanya berlaku pada objek yang telah diketahui pola perilaku bersuaranya. Bila proyeksi
line-transect berbentuk persegi panjang, namun dalam triangulasi-vocal count diproyeksikan menjadi lingkaran.
Sebelum melakukan pengambilan data, hal yang perlu dicari ialah pos pendengaran/Listening-Post (Lps). Minimal pos yang dibutuhkan sebanyak 3 pos, dengan jarak antar masing-masing pos sekitar 0,3 km >1 km. Adapun penentuan pos ini mempertimbangkan faktor topografi, potensi gangguan pendengaran, informasi awal spesies objek dan pengamat/pendengar itu sendiri.
Cara pengambilan datanya dengan para pengamat telah menempati masing-masing pos dengan waktu awal yang telah diseragamkan dan mencatat seluruh suara yang terdengar dari objek (primata, Owa). Ketika terdengar suara Owa, pengamat menembakkan sudut arah sumber suara, kemudian mengestimasikan jarak antara sumber ke pos pendengarannya, lalu mengkonfirmasikan kepada pos lain (dengan menggunakan komunikasi jarak jauh, ponsel, handy talky dsb.). Data yang benar-benar dipakai saat pengolahan data ialah data yang telah dikonfirmasi dari pos lain dan menunjukkan ke titik arah yang sama, sehingga diketahui lah titik temu/koordinat dari objek tersebut. Maka densitas adalah jumlah grup yang terdengar (n) per luas area/lingkaran yang telah dikalikan terlebih dahulu dengan konstanta probability calling (pm). Pm diperoleh dari survei awal, menghitung kemungkinan bersuara owa dalam periode waktu tertentu, dimana nilainya 0 < pm < 1. Adapun persamaan matematisnya ialah:
D = n/(A (pm))
pm = n/H × 100%; dan 0 <; < 1,
nilai pm yang kita gunakan disini adalah 0.85
Sabtunya ,kami memparaktikan teknik ini. Kini, kami bergiliran menempati titik di jalur Rumah Pohon sebagai pos pendengaran kelompok kami. Pengamatan serentak dimulai di masing-masing pos pada jam 6 pagi dan berakhir bersamaan pada jam 9 pagi. Saat masih awal-awal terdegara banyak sekali suara dari berbagai sumber arah, akan tetapi semakin siang suasananya semakin sepi. Hanya saja kendala terjadi karena kebingungan menentukan sudut arah sumber suara, mengestimasikannya dan gangguan dari suara lain (seperti suara tonggeret, burung, bahkan mobil ambulans yang hampir membuat kami keliru.
Bagi orang yang biasa jalan jauh, mungkin teknik ini adalah tantangan tersendiri, karena kita harus dituntut diam dan menyimak dengan seksama pada titik yang telah ditentukan. Namun rupanya keunggulan dari teknik ini ialah mampu memberikan gambaran sebaran kelompok dalam waktu yang singkat. Namun kelemahannya kurang mampu memberikan informasi yang lebih detail terkait ukuran dan komposisi suatu populasi, dan perlu peninjauan kembali (validasi dengan teknik line-transect).
Setelah kami melaksanakan dan kembali ke rumah, kami langsung mendiskusikannya. Banyak ilmu baru dan wawasan menarik dari hasil sesi diskusi & sharing. Selanjutnya ada pemaparan materi & berbagi pengalaman dari dua pemateri undangan pelatihan kali ini, yakni ada Dr. Bosco Chan dari LSM yang berbasis di China Kadoorie Farm Botany Garden,dan ada Mbak Dwi Yandhi yang berasal dari Sulawesi, Macaca Nigra Project.
|
Dr.Bosco presentasi tentang upaya pelestarian Owa di P.Hainan Hongkong, China |
Dr. Boscho mempresentasikan kerjanya, terutama kini menangani primata sekaligus mamalia terlangka di dunia, yakni Owa Hainan (
Nomascus hainanus) yang endemic di satu lokasi Pulau Hainan. Beliau mencertitakan pengalamannya, upayanya hingga kendala-kendalanya saat itu kala mengetahui owa ini hanya tersisa beberapa indiviu, bahkan jumlah populasi global pernah mencapai hitungan jari saja! Setelah riset & observasi intensif, rupanya populasi ini menunjukkan tren kenaikkan ukuran populasinya.
|
mbak Yandhi presentasi tentang Macaca Nigra |
Sedangkan mbak Yandhi, berbagi pengalaman selama 5 tahun terakhir hingga sekarang di Macaca Nigra Project (MNP). Pengalaman unik & menegangkannys, menghadapi tekanan masyarakat yg amat kuat hingga pemekaran ranah, yang tadinya hanya berfokus pada penelitian, kini MNP pun merambah ke dunia konservasi dan edukasi lingkungan dan juga pemberian wawasan dari segi edukasi.
Setelah sesi sharing berakhir, rupanya itu pun sesi terakhir, penutup agenda Pelatihan Metode Survei Primata. Tentunya diakhiri dengan sesi dokumentasi penutup acara. Pengabadian momen bersama, berfoto & bercanda setelah itu. Oh sungguh indah suasana ini, pengalaman yang tak terlupakan dan mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat. Tentunya, teman baru & relasi baru pun terjalin setelah pelatihan ini usai .
|
Foto bersama peserta, pemateri dan panitia MSP 2018 |
Terima Kasih banyak kepada KP3 Primata UGM sebagai penyelenggara acara, mas Wawan Swaraowa sebagai tuan rumah, dan pemateri undangan Mr. Bosco & mbak Yandhi yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi pengalaman & semangatnya kepada para peserta.
Salam Lestari, Salam Konservasi.