Monday, March 13, 2017

Penunggu rimba Bukit Bulan : Siamang dan Ungko


(perjalanan menuju Bukit Bulan, mengamati Ungko dan Siamang)

Ada 3 jenis Owa di daratan Sumatra, namun juga tidak banyak yang menaruh perhatian khusus kepadanya, yaitu Siamang (Sympalangus syndactilus) dan Ungko (Hylobates agilis), dan owa tangan putih (Hylobates lar)

Kebetulan sekali bulan ini saya mewakili , SwaraOwa di undang oleh Taman Nasional Bukit Dua Belas untuk berbagi pengalaman untuk monitoring jenis-jenis Owa, dan karena di wilayah Taman Nasional Bukit Dua Belas juga menjadi habitat dari Siamang dan Ungko.
staff TN BD sedang mencoba merekam panggilan Ungko
Setelah acara selesai, saya segera mencari tahu dimana bisa melihat Siamang dan Ungko selain di kawasan TNBD, kebetulan sekali  ada kolega  yang tinggal di Sorulangun, dan merekomendasikan untuk ke hulu sungai Batanghari, yaitu Batang Asai, katanya masih ada hutan bagus disana, ada siamang dan ungko.

Untuk mencapai lokasi ini harus menggunakan kendaraan berpenggerak empat roda (4wd), karena cukup curam topografi dan juga hujan sepanjang hari membuat jalanan berlumpur. Sejak awal sudah beberapa kali saya cek di peta hulu Batang asai, tepatnya masuk di wilayah sungai limun.

Wilayah ini sudah di kenal oleh warga jambi sebagai daerah penghasil emas, dan memang setelah melihat langsung sepanjang jalan di kanan dan kiri terlihat aktifitas penambangan emas. Sawit dan karet menjadi pemandangan di satu setengah jam pertama perjalanan.

Tujuan kami adalah desa Meribung masuk dalam wilayah kecamatan Limun. Desa ini mempunyai hutan yang masih bagus, yang di kelola oleh adat, dan menurut informasi warga masih terapat satwa-satwa asli sumatera, seperti tapir, kambing gunung, beruang, Harimau dan tentunya Ungko dan Siamang.
Pulang dari mendulang emas (caping yang di gunakan adalah dulang, alat untuk mencari emas)

Setelah melewati jalanan yang berlumpur dan naik turun kami sampai di rumah pak Ansor, mantan kepala desa yang pernah mendapatkan penghargaan nominasi penerima kalpataru tahun 2009 sebagai penyelamat lingkungan.

Langsung saja saya ngobrol-ngobrol dengan warga sekitar, dimana masih terdengar suara siamang dan ungko? Apakaha masih sering melihat dan jauh tidak dari dusun kalau untuk melihat atau mendengar Siamang dan ungko. Beberapa warga sangat jelas membedakan apakah itu siamang dan ungko, Siamang lebih besar dan hitam, sementara ungko lebih kecil ukurannya, dan ada putih di alisnya. Beberapa warga juga nampak masih ragu-ragu menjelaskan ciri-ciri ungko dan siamang. Ada juga warga yang menjelaskan kalau ungko biasanya bersuara pagi-pagi hari, sebelum matahari terbit, dan Siamang biasanya siang hari setelah matahari terbit. 
Sempur hujan-sungai

Pelatuk Merah
Mendengar cerita warga tersebut saya semakin penasaran dan ingin melihat langsung atau mendengar siamang dan ungko. Saya kemudian di antar oleh pak ashari ke hutan siang itu, untuk melihat langsung kondisi hutan dan kalaupun beruntung bisa bertemu dengan penunggu rimba bukit bulan, sempur hujan, dan pelatuk merah diantaranya burung-burung yang saya jumpai.
Topografi yang bergunung juga sepertinya menyelamatkan kawasan hutan adat ini sementara waktu.Namun  5 tahun terakhir ini warga di sekitar bukit bulan, telah beralih pekerjaan menjadi penambang emas, ada pohon yang memang bagus untuk membuat alat pendulang emas. Kami menemukan banir pohon besar, yang bekasnya di potong-potong, dan ternyata pohon inilah yang digunakan untuk membuat dulang emas, karena meskipun di buat tipis kayu ini tidak pecah, begitu kata pak Ashari yang menjelaskan. Hampir 3 jam kami menyusuri hutan ini, namu hujan membuat kami terus mengambil arah balik, dan juga sempat menemukan cakaran beruang di batang pohon.

Pohon Bulian ((Eusideroxylon zwageri ) , banirnya di manfaatkan untuk membuat "Dulang" emas
Esok harinya, jam 4.30 saya di bangunkan oleh suara teriakan khas Ungko, tidak jauh dari desa dan saya pun segera keluar rumah mencari arah datangnya suara tersebut. Kurang lebih 500 meter dari rumah pak ansor, adan sebuah bukit kapur yang masih rapat dan disitulah suara itu berasal, hari masih gelap namun suara tersebut sangat jelas, Ungko jantan yang sedang melakukan panggilan territorial dan komunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Ketika hari mulai terang nampaklah meskipun tertutup ta\juk pohon, 3 ungko salah satunya masih remaja, bergerak berayun memakan buah dari pohon sejenis Ficus sp. (lihat video di atas)

Hingga jam 8.30 saya masih mengikuti pergerakan ungko ini, dan ternyata tidak jauh dari tempat ini ada Simpai (Presbytis melalophos) yang sedang mencari makan juga, lebih dari 7 individu, dan simpai ini adalah monyet pemakan daun, kadan terlihat di bawah semak semak, dan juga di perkebunan karet yang ada disekitar hutan.
Simpai (Presbytis melalophos)

Melihat lebih luas hutan disekitar dusun ini, ternyata di sebelah timur dusun ini adalah gunung kapur, kawasan pegunungan karst yang cukup unik, karena vegetasi pohon di atas gunung kapur ini juga cukup rapat, dan dari tempat tersebut memang terdengan cukup banyak suara Siamang dan Ungko. Mungkin satu-satunya habitat karst yang di huni oleh 2 species primata yang berbeda (sympatric) yang ada di Sumatra bagian tengah.
pegunungan karst Bukit Bulan yang menjadi habitat Siamang dan Ungko

Untuk mendapat gambar siamang dan ungko sepertinya tidak mudah, karena mereka berada di tajuk atas dan rapat, namun dari suara yang terdengar jelas, kira-kira lebih dari 10 kelompok Siamang yang berada di sekitar dusun. Siamang ini mulai terdengar ramai bersuara antara jam 10.15-11.00,termasuk dari arah bukit-bukit kapur tersebut.

Hingga jam 2 siang, saya kemudian meninggalkan dusun ini, dengan segenap pertanyaan dan harapan akan kelestarian habitat siamang dan ungko. Kilau emas dan rencana pembukaan pabrik semen yang menambang gunung karst bukit bulan,   tentu lebih menjanjikan  dan sudah tentu juga akan menghilangkan cerita dan nyanyian dari Bukit Bulan  yang merupakan kawasan limestone karst sebagai daerah tangkapan air untuk wilayah Suroloangun hingga Jambi.

bacaan lebih lanjut :
Brockelman, W. & Geissmann, T. 2008. Hylobates lar. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T10548A3199623. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T10548A3199623.enDownloaded on 13 March 2017.
Geissmann, T. & Nijman, V. 2008. Hylobates agilis. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T10543A3198943. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T10543A3198943.enDownloaded on 13 March 2017.

Nijman, V. & Geissman, T. 2008. Symphalangus syndactylus. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T39779A10266335. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T39779A10266335.enDownloaded on 13 March 2017.