(perjalanan menuju Bukit Bulan, mengamati Ungko dan Siamang)
Ada 3 jenis Owa di daratan Sumatra, namun juga tidak banyak
yang menaruh perhatian khusus kepadanya, yaitu Siamang (Sympalangus syndactilus) dan Ungko (Hylobates agilis), dan owa tangan putih (Hylobates lar)
Kebetulan sekali
bulan ini saya mewakili , SwaraOwa di undang oleh Taman Nasional Bukit Dua
Belas untuk berbagi pengalaman untuk monitoring jenis-jenis Owa, dan karena di wilayah Taman Nasional Bukit Dua
Belas juga menjadi habitat dari Siamang dan Ungko.
Setelah acara selesai, saya segera mencari tahu dimana bisa
melihat Siamang dan Ungko selain di kawasan TNBD, kebetulan sekali ada kolega
yang tinggal di Sorulangun, dan merekomendasikan untuk ke hulu sungai Batanghari,
yaitu Batang Asai, katanya masih ada hutan bagus disana, ada siamang dan ungko.
staff TN BD sedang mencoba merekam panggilan Ungko |
Untuk mencapai lokasi ini harus menggunakan kendaraan
berpenggerak empat roda (4wd), karena cukup curam topografi dan juga hujan sepanjang
hari membuat jalanan berlumpur. Sejak awal sudah beberapa kali saya cek di peta
hulu Batang asai, tepatnya masuk di wilayah sungai limun.
Wilayah ini sudah di kenal oleh warga jambi sebagai daerah
penghasil emas, dan memang setelah melihat langsung sepanjang jalan di kanan
dan kiri terlihat aktifitas penambangan emas. Sawit dan karet menjadi pemandangan di satu setengah jam
pertama perjalanan.
Tujuan kami adalah desa Meribung masuk dalam wilayah
kecamatan Limun. Desa ini mempunyai hutan yang masih bagus, yang di kelola oleh adat, dan menurut
informasi warga masih terapat satwa-satwa asli sumatera, seperti tapir, kambing
gunung, beruang, Harimau dan tentunya Ungko dan Siamang.
Setelah melewati jalanan yang berlumpur dan naik turun kami
sampai di rumah pak Ansor, mantan kepala desa yang pernah mendapatkan
penghargaan nominasi penerima kalpataru tahun 2009 sebagai penyelamat
lingkungan.
Langsung saja saya ngobrol-ngobrol dengan warga sekitar,
dimana masih terdengar suara siamang dan ungko? Apakaha masih sering melihat
dan jauh tidak dari dusun kalau untuk melihat atau mendengar Siamang dan ungko.
Beberapa warga sangat jelas membedakan apakah itu siamang dan ungko, Siamang
lebih besar dan hitam, sementara ungko lebih kecil ukurannya, dan ada putih di
alisnya. Beberapa warga juga nampak masih ragu-ragu menjelaskan ciri-ciri ungko
dan siamang. Ada juga warga yang menjelaskan kalau ungko biasanya bersuara
pagi-pagi hari, sebelum matahari terbit, dan Siamang biasanya siang hari
setelah matahari terbit.
Sempur hujan-sungai |
Pelatuk Merah |
Topografi yang bergunung juga sepertinya menyelamatkan
kawasan hutan adat ini sementara waktu.Namun 5 tahun terakhir ini warga di sekitar bukit
bulan, telah beralih pekerjaan menjadi penambang emas, ada pohon yang memang bagus
untuk membuat alat pendulang emas. Kami menemukan banir pohon besar, yang
bekasnya di potong-potong, dan ternyata pohon inilah yang digunakan untuk
membuat dulang emas, karena meskipun di buat tipis kayu ini tidak pecah, begitu
kata pak Ashari yang menjelaskan. Hampir 3 jam kami menyusuri hutan ini, namu
hujan membuat kami terus mengambil arah balik, dan juga sempat menemukan
cakaran beruang di batang pohon.
Pohon Bulian ((Eusideroxylon zwageri ) , banirnya di manfaatkan untuk membuat "Dulang" emas |
Hingga jam 8.30 saya masih mengikuti pergerakan ungko ini,
dan ternyata tidak jauh dari tempat ini ada Simpai (Presbytis melalophos) yang sedang mencari makan juga, lebih dari 7
individu, dan simpai ini adalah monyet pemakan daun, kadan terlihat di bawah
semak semak, dan juga di perkebunan karet yang ada disekitar hutan.
Simpai (Presbytis melalophos) |
Melihat lebih luas hutan disekitar dusun ini, ternyata di
sebelah timur dusun ini adalah gunung kapur, kawasan pegunungan karst yang
cukup unik, karena vegetasi pohon di atas gunung kapur ini juga cukup rapat,
dan dari tempat tersebut memang terdengan cukup banyak suara Siamang dan Ungko.
Mungkin satu-satunya habitat karst yang di huni oleh 2 species primata yang
berbeda (sympatric) yang ada di
Sumatra bagian tengah.
Untuk mendapat gambar siamang dan ungko sepertinya tidak
mudah, karena mereka berada di tajuk atas dan rapat, namun dari suara yang
terdengar jelas, kira-kira lebih dari 10 kelompok Siamang yang berada di
sekitar dusun. Siamang ini mulai terdengar ramai bersuara antara jam
10.15-11.00,termasuk dari arah bukit-bukit kapur tersebut.
Hingga jam 2 siang, saya kemudian meninggalkan dusun ini,
dengan segenap pertanyaan dan harapan akan kelestarian habitat siamang dan
ungko. Kilau emas dan rencana pembukaan pabrik semen yang menambang gunung
karst bukit bulan, tentu lebih menjanjikan dan sudah tentu juga
akan menghilangkan cerita dan nyanyian dari Bukit Bulan yang merupakan kawasan limestone karst
sebagai daerah tangkapan air untuk wilayah Suroloangun hingga Jambi.
bacaan lebih lanjut :
bacaan lebih lanjut :
Brockelman, W. & Geissmann, T. 2008. Hylobates lar. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T10548A3199623. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T10548A3199623.en. Downloaded on 13 March 2017.
|
No comments:
Post a Comment