Tuesday, March 29, 2022

Inspirasi dari Bali : RoadTrip SwaraOwa

booth swaraowa Jambore Camper Van Indonesia


Mempromosikan kegiatan pelestarian Owa jawa, dilingkungan pegiat konservasi alam dan primata khususnya sudah biasa  kita lakukan. Namun sebenarnya masih banyak komunitas atau kelompok masyarakat lainnya yang tidak atau belum tahu sama-sekali tentang Owa dan upaya pelestariannya.  

Road Trip, “owa goes to Bali’ , menjadi kesempatan yang berbeda bagi tim SWARAOWA berpartisipasi, tanggal 15-17 Maret 2022, kami berangkat 3 orang menuju jambore Camper Van Indonesia.  Camper van Indonesia ini adalah sebuah komunitas yang berkembang sejak pandemic melanda, salah satu nomadic tourism yang tengah berkembang sebagai salah satu kegiatan wisata dan traveling yang menggunakan kendaraan.


Bali, 15 Maret 2022, kami berangkat  menuju jambore Camper Van Indonesia. Tujuan kami adalah mempromosikan owa jawa dan kegiatan konservasi swaraowa kepada peserta jambore dan dukungan lansung kepada panitia jambore. Perjalan dai Pekalongan, tanggal 14 Maret 2021, yang kami persiapkan adalah produk-produk konservasi dari swara owa, poster, banner,foto-foto  tentang primata dan kegiatan swaraOwa.



Karena pembukaan acara sudah lewat, dan setiba kami disana langsung mengatur both supaya kami dapat mengundang peserta lain untuk datang melihat apa yang kami sajikan. Konsep booth yang menyatu dengan tenda dan kendaraan dengan perlengkapan kamping , menjadi media pameran untuk  menggelar produk menjadi kesempatan untuk mengenalkan owa dan kegiatan konservasi owa.

Hari ke 2 lokasi camping pindah ke gunung, di sekitar danau Buyan di pegunungan di Bedugul,  di lokasi ini kami di sediakan oleh panitia booth khusus untuk menggelar pameran produk dan di beri kesempatan untuk berbagi cerita presentasi tentang swaraOwa dan kegiatan-kegiatannya, serta mengenalkan produk-produk pendukung yang kita bawa di acara ini.


 Bali Urban primate watching, menjadi agenda tersendiri setelah acara penutupan jamboree campervan Indonesia. Ada 2 jenis primata diurnal yang dapat di jumpai di Bali, yaitu Lutung ( Trachypithecus auratus) dan Monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis). Kami menuju sangeh untuk melihat monyet ekor panjang, kawasan ini sangat terkenal di masa sebelum pandemi, untuk wisatawan lokal maupun domestic melihat monyet yang berada di tempat suci pura puncak bukit sari, yang di bangun pada abad 17 . Tiket masuk sangeh monkey forest Rp1000 per orang dan parkir mobil Rp 5000. Kami menggunakan jasa pemandu untuk berkeliling lokasi hutan yang di dominasi oleh tegakan Dipterocarpus trinervis. Menurut pemandu ada 3  kelompok ( lebih dari 300 individu populasi monyet ekor panjang yang ada di hutan Sangeh,menurut guide,  ada dua kali pemberian pakan dalam sehari, yang diberikan adalah pisang dan makanan snack, makanan kecil yang sering juga dikonsumsi warga sekitar. Dari pengamatan yang kami lakukan selama pemberian pakan, jenis makanan buah (pisang dan nanas) menjadi porsi terbanyak, sementara makanan kecil snack, masih dalam kemasan plastik juga langsung di berikan. 

Setelah dari sangeh kami meluncur ke wilayah Ubud, ada satau site monkey forest yang cukup populer disini, namun kami tidak masuk ke dalam, yang kami lihat adalah kelompok-kelompok monyet ini sudah terlihat di pemukiman dan hotel, berada di atap rumah kebun dan kolam renang.  Kawasan wisata Ubud waktu ini tidak begitu ramai, padahal sebelum pandemi ubud juga merupakan destinasi favorit untuk wisatawan di bali. Hubungan antara monyet monyet dan manusia di kawasan ini juga menjadi obyek penelitian yang dinamis, hubungan antara manusia dan primata non-manusia ini sudah sejak ribuan tahun ada, dan di lokasi lokasi agama nilai penting monyet juga sangat di hargai sebagai bagian dari keyakinan dan kepercayaan 1.

berkunjung ke Tickettothemoon Head Quarter

Ada yang special dalam promo tour Owa ke Bali, bahwa trip ini telah membuka jejaring konservasi Owa kepada pihak yang sama sekali belum kami kenal,  kami berjumpa dengan tim dari Tickettothemoonhammock, yang memproduksi alat outdoor khususnya hammock, berkunjung ke pabrik dan mendapat cerita istimewa dari orang-orang yang bekerja sepenuh hati untuk mengembangkan sebuah produk. Berawal dari tahun 1996 hingga sekarang kurang lebih 300 orang terlibat dalam memproduksi hammock dan memasarkan di seluruh dunia.

 

Literature :

 1 Schilaci, M.A., Engel, G.A., Fuentes, A., Rompis, A., Putra, A., Wandia, I.N., Bailey, J.A., Brogdon, B.G. and Jones-Engel, L., 2010. The not-so-sacred monkeys of Bali: A radiographic study of human-primate commensalism. In Indonesian primates (pp. 249-256). Springer, New York, NY.  


Monday, March 28, 2022

Meliponikultur Mendolo: merajut asa lewat budidaya

oleh : Sidiq Harjanto


kotak lebah klanceng di kebun campur/wana-tani. foto : swaraowa


Dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan Food and Agriculture Organization (FAO), disebutkan bahwa budidaya lebah merupakan aktivitas ekonomi terbaik bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Budidaya lebah memberikan dua manfaat yang saling melengkapi yaitu manfaat ekonomi melalui nilai jual produk-produknya, dan manfaat ekologi melalui jasa penyerbukan yang diberikan oleh lebah. Atas dasar itu, Swaraowa mengangkat perlebahan sebagai salah satu program prioritas bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat owa jawa di Kecamatan Petungkriyono dan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan.

Lebah Klanceng ( Heterotrigona itama) Foto Wicak Baskoro

Di Desa Mendolo, Kecamatan Lebakbarang, geliat budidaya lebah klanceng --atau dikenal dengan istilah meliponikultur-- mulai terasa sejak beberapa tahun terakhir. Dimulai dari inventarisasi jenis lebah, lalu pembuatan demplot budidaya, dan diikuti sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat mengenai potensi pengembangan meliponikultur di desa ini. Setidaknya setahun terakhir, beberapa warga telah memulai membudidayakan lebah klanceng, terutama jenis Heterotrigona itama.

diskusi teknik budidaya lebah klanceng. Foto : Cashudi

Pada 25 Maret 2022, Swaraowa dibantu Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo mengadakan pelatihan budidaya lebah klanceng bagi masyarakat Mendolo. Sedianya kegiatan ini sudah diagendakan pada tahun sebelumnya. Namun, situasi pandemi membuatnya tertunda. Sebanyak 21 orang warga mengikuti kegiatan pelatihan yang dikemas dalam bentuk diskusi partisipatif ini. Selain meningkatkan pemahaman dalam teknis pemeliharan lebah klanceng, pertemuan ini juga bertujuan untuk mengevaluasi budidaya lebah klanceng yang telah dijalankan oleh para warga.

Rohim, salah satu warga Mendolo mengisahkan bahwa kendala yang dihadapinya dalam membudidayakan lebah klanceng antara lain beberapa koloni lebah yang melemah, dan madu yang tidak segera bisa dipanen. “Saya sudah beberapa kali memindahkan koloni klanceng dan berakhir dengan kegagalan. Sepertinya lebah-lebah itu kabur,” katanya membuka diskusi. Kendala ini ternyata diamini oleh sebagian peserta lainnya. Mereka seringkali menghadapi permasalahan yang sama.

diskusi dan praktek pemindahan koloni. Foto Cashudi


Giliran para peternak yang telah berhasil untuk berbagi pengalaman masing-masing. Melalui diskusi yang berlangsung seru, akhirnya terungkap bahwa koloni-koloni yang melemah umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam teknik pemindahan koloni. “Sebenarnya bukan koloninya kabur, tetapi kehabisan winih (lebah pekerja_red). Berarti cara pemindahannya yang belum baik,” kata Tarjuki yang telah berhasil membudidayakan sekitar 25 koloni lebah klanceng. Cara pemindahan koloni yang kurang tepat menyebabkan banyak lebah pekerja mengalami disorientasi sehingga kehilangan rumahnya.

Selain faktor pemindahan, lokasi lahan budidaya juga perlu dipertimbangkan. Lokasi yang baik hendaknya cukup ternaungi, tetapi tidak terlalu rapat. Setidaknya cahaya matahari masih bisa masuk dan sirkulasi udara harus bisa menjamin bahwa tempat menaruh koloni lebah tidak terlalu lembab agar tidak memicu tumbuhnya jamur yang bisa merusak sarang lebah. Tutupan vegetasi lahan juga tidak boleh terlalu terbuka karena rawan serangan burung seriti.

Pembudidaya atau peternak lebah mestinya selalu memantau koloni-koloni lebah yang dikelolanya, setidaknya seminggu sekali. Hal ini penting dilakukan untuk mendeteksi dini adanya binatang-binatang pengganggu seperti kumbang ketip, laba-laba, dan semut hitam. Jika binatang-binatang itu menyerang koloni maka produktivitas madunya bisa terganggu. Bahkan, beberapa jenis hama yang sifatnya parasit bisa memusnahkan koloni lebah sehingga menimbulkan kerugian besar bagi peternak.

Tarsono, peternak lainnya menekankan bahwa hendaknya pemanenan madu dilakukan secara bijak agar koloni lebah tetap memiliki persediaan makanan, terutama menjelang musim penghujan saat bunga-bunga penghasil pakan bagi lebah sudah mulai langka. “Dari pengalaman-pengalaman musim panen tahun kemarin, saya menyimpulkan bahwa madu klanceng jangan dipanen semuanya. Sebaiknya disisakan sebagian untuk persediaan pakan bagi koloni lebah, terutama saat menjelang musim penghujan,” terangnya. Untuk menjamin ketersediaan pakan, warga dihimbau menanam aneka bebungaan yang tidak mengenal musim. Bunga-bunga ini bisa mengisi bulan-bulan ‘paceklik’ bagi lebah.

Para peserta lalu bersama-sama melihat desain kotak lebah klanceng yang ideal. Kotak eram untuk meletakkan telur-telur ukurannya 15x15x15 cm. Lalu, di bagian atasnya dipasang kotak topping untuk kompartemen madu. Dengan adanya pemisahan kotak eram dan kotak madu ini maka pemanenan bisa dilakukan tanpa terlalu mengganggu koloni lebah. Pemanenan madu sebaiknya dilakukan dengan alat sedot vakum elektrik sehingga kebersihannya terjaga. Teknik sedot ini juga mempercepat produksi madu karena sarang-sarang madu tidak ikut diambil sehingga lebah-lebah bisa mendaur ulang materialnya.

Pada kesempatan ini, Swaraowa membagikan buku petunjuk praktis budidaya lebah klanceng atau meliponikultur. Buku ini merupakan pengetahuan-pengetahuan yang dirangkum oleh Swaraowa dari riset yang dilakukan di demplot budidaya selama beberapa tahun terakhir dan data-data dari berbagai sumber rujukan pendukung. Buku ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya lebah yang telah mereka rintis.

Akhirnya, kegiatan pelatihan ini sekaligus menjadi persiapan bekal pengetahuan bagi para peternak lebah klanceng di Mendolo untuk mempersiapkan diri menghadapi musim kemarau tahun ini. Keringnya musim kemarau membuat bunga-bunga hutan bermekaran. Musim madu segera tiba. Para warga Mendolo telah bertekad meningkatkan keberhasilan budidaya klanceng di desa mereka.