Thursday, February 2, 2023

Kekayaan rasa durian dan perspektif keanekaragaman hayati Desa Mendolo

 Oleh: Sidiq Harjanto & Kurnia Ahmadin

Varian Durian lokal  Mendolo (foto Ikmal, Biolaska)

Tekanan terhadap hutan habitat owa jawa bisa dikurangi dengan mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Setidaknya, begitulah yang kami yakini. Pengembangan kopi hutan (kopi yang tumbuh di bawah naungan alami hutan), gula aren, dan budidaya lebah madu telah menjadi “amunisi” bagi Swaraowa dalam mendorong tumbuhnya ekonomi lestari bagi masyarakat sekitar hutan habitat owa jawa. Bentuk-bentuk usaha tersebut dianggap berkelanjutan sehingga selaras dengan upaya konservasi hutan. Ketika kesejahteraan masyarakat bisa terwujud melalui usaha berkelanjutan, maka eksploitasi berlebihan terhadap hutan bisa berkurang.

Di Desa Mendolo, kami mendampingi Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo untuk menjadi motor penggerak pelestarian alam di desanya. Kelompok ini turut berpartisipasi dalam mengarusutamakan upaya pelestarian keanekaragaman hayati (kehati). Pengembangan alternatif ekonomi diwujudkan dalam usaha prosesing pasca panen kopi, pengembangan produk turunan lilin lebah, dan inisiasi wisata minat khusus.

PPM Mendolo secara mandiri telah aktif merintis pendataan potensi avifauna di lingkungan desa, dan pemantauan primata seperti: owa jawa, lutung jawa, dan kukang jawa. Ada satu peluang besar untuk mengembangkan wisata pengamatan hidupan liar (wildlife watching) di Mendolo. Belakangan, jenis wisata ini telah berkembang dengan pesat di dunia. Tak ketinggalan pula, di negara kita.

Kedatangan tim peneliti dari Mahasiswa Pecinta Alam Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Biolaska) dan Indonesia Dragonfly Society (IDS) pada medio Januari kemarin menjadi momen istimewa. Kegiatan  utama dua lembaga ini adalah eksplorasi keanekaragaman jenis anggrek, capung, kupu-kupu, herpetofauna, burung,dan primata. Sebuah program yang selaras dengan semangat anak-anak muda yang tergabung dalam PPM. Gayung bersambut, mereka dilibatkan penuh dalam kegiatan selama dua minggu ini.

Eksplorasi kekayaan cita rasa durian Mendolo

Durian telah menjadi komoditi unggulan yang diupayakan oleh warga Desa Mendolo sejak lama, setidaknya di dua pedukuhan. Bisa dikatakan, durian adalah salah satu penopang utama perekonomian warga. Durian Mendolo juga memiliki cita rasa yang unggul. Namun, karena akses jalan menuju desa ini yang belum mendukung, namanya kurang begitu dikenal oleh kalangan pecinta si buah khas tropis ini.

Muncul gagasan dari kaum muda untuk menyusun paket wisata yang menawarkan pengalaman menikmati durian lokal langsung di tempat di mana buah berduri ini dihasilkan. Mendatangkan wisatawan dalam grup-grup kecil menjadi strategi yang dipilih untuk mengakali kendala akses jalan. Wisata minat khusus ini menjadi harapan baru untuk mendongkrak nama Mendolo sebagai salah satu desa penghasil durian berkualitas.

Di sela kegiatan eksplorasi, PPM Mendolo mengajak Biolaska, IDS, dan Swaraowa untuk mendata potensi durian lokal di desa mereka. Hari itu, 15 Januari 2023, kami bersama-sama membedah karakter dan cita rasa buah durian lokal hasil budidaya para petani setempat. Aneka varian durian tersebut didokumentasi dan dicatat karakteristik cita rasanya. Pendokumentasian dan karakterisasi buah ini nantinya menghasilkan sebuah katalog yang bisa memandu para durian enthusiast untuk mengeksplorasi cita rasa durian lokal asli Mendolo.

Pada 24 varian durian yang dijadikan sampel, dijumpai bermacam-macam karakter, baik fisik maupun rasa. Bentuk buah bervariasi, seperti: bulat sempurna, bulat telur, bulat bergelombang, lonjong, hingga bentuk serupa tetes air. Warna kulit buah bervariasi dari warna hijau, kuning, hingga cokelat. Warna buah juga menunjukkan variasi warna seperti: putih, semlasih (putih kekuningan), hingga kuning. Dari sisi rasa buah, bisa ditemukan rasa manis creamy, alcoholic, agak pahit, hingga ketan. Ketebalan daging buah bisa dinilai dari yang tipis hingga yang tebal.

Kami meyakini bahwa eksplorasi cita rasa durian lokal bisa menjadi tawaran menarik bagi para pecintanya sehingga layak dibungkus dalam kemasan wisata. Belajar pada perkembangan komoditi kopi yang menawarkan eksplorasi pengalaman rasa dengan detail-detail yang mengagumkan, maka durian pun punya peluang yang sama. Apalagi jika dikaitkan dengan isu mengenai kehati.

Kehati sendiri dibagi dalam tiga tingkat, yakni: spesies, genetik, dan ekosistem. Sependek pemahaman kami, kekayaan varian durian di Mendolo kiranya bisa menjadi contoh keanekaragaman tingkat genetik. Lantas, bukankah mengapresiasi keanekaragaman varian tersebut bisa menjadi sebentuk upaya mengarusutamakan kesadaran akan kehati?

Keanekaragaman hayati dalam praktik pangan

proses pembuatan katalog tanaman pangan liar (Foto Ikmal, Biolaska


Apresiasi komunitas masyarakat terhadap keanekaragaman hayati bisa tercermin dari praktik pangan mereka. Isu mengenai potensi pangan lokal di Desa Mendolo sudah digaungkan sejak tahun kemarin, tepatnya pada Hari Pangan Sedunia, 16 Oktober. Masyarakat Mendolo sendiri, mengenali dan memanfaatkan setidaknya 80 jenis tumbuhan dan jamur liar sebagai bahan pangan. Namun, pengetahuan ini bisa hilang jika tidak terdokumentasi dengan baik.

Masih dalam rangkaian kegiatan yang sama, para peserta diajak untuk ngramban, sebuah istilah untuk aktivitas mengumpulkan tetumbuhan pangan yang tumbuh liar di hutan. Setiap jenis tumbuhan diambil sampelnya. Tim Biolaska dan IDS membantu mendokumentasi dan mengidentifikasi tiap spesies.  Hari itu ditutup dengan makan malam istimewa dengan menu-menu yang diolah dari hasil ngramban pagi hingga siang tadi.

proses pengumpulan sampel pangan liar ( foto Ikmal ,Biolaska)


Menikmati olahan pangan liar ( foto Ikmal, Biolaska)

Kehati pangan menjadi isu strategis karena menjadi kunci ketahanan masyarakat desa dalam menghadapi krisis pangan yang masih menjadi ancaman di masa depan. Di sisi lain, diversitas pangan juga membuka peluang munculnya produk bernilai ekonomi. Siapa tahu, di antara belasan jenis jamur hutan ada yang bisa dikembangkan sebagai komoditi baru. Bukan mustahil pula suatu saat blibar pucung/kepayang bisa dijual ke restoran-restoran mahal.

Menuju desa sadar kehati

Dalam perkembangannya, program-program yang berjalan di Mendolo bukan semata-mata ditujukan sebagai tawaran alternatif ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga digadang sebagai katalisator pembangunan desa. Undang-undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa berimplikasi pada perubahan paradigma dari “membangun desa” menjadi “desa membangun”. Artinya, aktor utama pembangunan desa mestinya adalah warga desa itu sendiri. Dalam perspektif kelestarian alam, kesadaran ruang hidup dan kesadaran mengenai sejarah desa perlu dimiliki masyarakat sebagai prasyarat kesuksesan praktik pembangunannya.

Pemahaman bahwa alam merupakan sebuah sistem yang bekerja terus-menerus, saling berinteraksi, sehingga manusia mesti mengenal faktor-faktor biotik dan abiotik beserta interaksi antarfaktor-faktor tersebut. Sebagai contoh sederhana, kita bisa mencermati praktik budidaya durian para petani di Mendolo. Sebagian besar petani di desa ini menggantungkan produktivitas tanamannya pada alam. Hal ini menegaskan pentingnya pengetahuan keseimbangan ekosistem yang akan berefek pada hasil panen yang bisa mereka dapatkan.

Ternyata, untuk menghasilkan hasil panen yang bagus, petani tidak cukup sekadar memberikan pupuk dan melakukan perawatan tanaman. Jangan lupa bahwa petani juga membutuhkan jasa pengendalian hama melalui burung-burung liar yang memangsa serangga, dan juga penyerbukan bunga dari jenis-jenis kelelawar pemakan nektar. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kehati agar fungsi-fungsi ekosistem tetap terjaga.

Kehadiran tim Biolaska dan IDS membantu kami dalam transfer pengetahuan mengenai dasar dari komponen penyusun ekosistem yaitu keanekaragaman hayati. Untuk menjangkau rentang usia yang lebih luas mengenai transfer informasi ini, pada akhir kegiatan di Mendolo, Tim Biolaska dan IDS melakukan pengamatan kehati bersama dengan anak-anak dan remaja di desa Mendolo. Anggaplah ini sebagai ikhtiar konservasi agar generasi mendatang terus memiliki kesadaran mengenai pentingnya kehati dan keseimbangan ekosistem.

Apresiasi sebesar-besarnya kepada Biolaska UIN Sunan Kalijaga, Indonesia Dragonfly Society, PPM Mendolo, pemerintah desa dan segenap masyarakat Mendolo.