Monday, January 15, 2018

Interaksi Owa-Bunga : Florivory; Nectarivore; dan Pollinasi

primata arboreal : Owa jawa

Sebagai primata arboreal yang beraktifitas di atas pohon tentu saja Owa Jawa (Hylobates moloch) sangat erat potensi bersinggungan dengan bunga-bunga di hutan. Sudah kita ketahui bahwa Owa ini adalah tipe specialist, penyuka dan pemakan buah-buahan hutan. Lebih dari 60% makanannya adalah buah. Ada prosentasi kecil makanan owa ini adalah bunga, lihat video dan foto diatas bagaimana bagaimana Owa jawa sedang  memakan bunga
Owa sedang memakan bunga

Ketika sedang makan bunga, tentu saja ada bunga lain yang terkena dampaknya, yang mengakibatkan bertemunya serbuk sari ke kepala putik, dan proses penyerbukan terjadi. Namun apakah owa juga salah satu pollinator yang efektif, tidak banyak penelitian tentang ini. Dari video di atas terlihat sekali Owa sangat memilih bunga, karena ada buah yang tersedia di pohon itu namun ternyata owa tidak memilih buahnya.
Lebah juga hinggap di bunga 

Di foto yang lain ternyat tanpa sengaja bunga yang di makan Owa tersebut juga di kunjungi lebah, tentu saja lebah mengambil nectar atau pollen dari bunga tersebut, bisa di katakan terjadi polinasi. Penelitian tentang primata sebagai agen penyerbukan sudah ada bukti dari  jenis Kukang. Kukang adalah nectarivore pemakan nectar dari bunga, dan nectar ini menjadi bagian utama dari proporsi makanan Kukang. Biasanya binatang pemakan nectar juga mempunyai fisiologis yang adaptif untuk mengambil nectar, misalnya lidah yang panjang seperti pada kelelawar.
Tidak banyak informasi dan hal ini bisa merupkan studi awal tentang peran Owa sebagai agen penyerbuk. Pollinasi adalah bagian terpenting dari proses reproduksi tumbuhan, berdampak pada regenerasi hutan dan dinamika populasi. Salah satu peran penting keberadaan primata di alam yang tidak dapat di gantikan oleh manusia.

Referensi :

Heymann, E.W., 1941. FLORTVORY NECTARTVORI AND POLLTNATION-Areview OF PRIMATE. FLOWER INTERACTIONS. seed.

Nekaris, K.A.I., 2014. Extreme primates: Ecology and evolution of Asian lorises. Evolutionary Anthropology: Issues, News, and Reviews23(5), pp.177-187.

Friday, January 12, 2018

Lutung jawa : Pemakan daun Hutan Sokokembang



Primate wathching bulan Januari ini, kami mengamati kelompok Lutung di hutan Sokokembang, Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan.Teramati individu lutung dewasa yang memakan daun Ficus, dimana kita ketahui jenis pohon  ini daunnya agak keras dan bergetah putih, sangat jelas terlihat dalam pengamatan kali ini, daun-daun tua pun terlihat di makan oleh lutung. Nampak sekali gigi lutung juga terlihat coklat ke hitaman karena mengunyah daun-daun yang bergetah.

Lutung jawa (Trachypithecus auratus) adalah salah satu primata pemakan daun, dan karena makanannya inilah juga di kenal dengan nama Leaf eating monkeys. Pemakan daun ini di dunia primata masuk dalam keluarga Colobinae , tersebardi Asia dan Afrika.  Para pemakan daun ini tentu punya ke istimewaan dalam system pencernaannya, karena daun-daun hutan ini tidak mudah di cerna begitu saja ketika di kunyah dan di telan kedalam pencernaan. Yang di butuhkan dalam makanan primata untuk di ubah menjadi energi adalah protein,sementara protein dalam daun ini sangat susah di urai, karena terlindungi oleh serat dan juga zat tannin dan Phenol  yang sering terlihat seperti getah di daun .

Sistem pencernaan lutung memiliki ke istimewaan dimana terdapat ruang-ruang yang bersekat dan juga memiliki kelenjar ludah yang besar, ruang-ruand dalam lambung lutung ini tedapat bakteri fermentasi yang di gunakan untuk membusukkan daun-daun agar mudah di cerna. Proses fermentasi dalam perut lutung ini hampir sama dengan ruminatia, seperti sapi, membutuhkan waktu dan energi tersendiri untuk mencerna daun-daun yang dimakan.


Mengamati Lutung di habitat aslinya, sering kali melihat di sela-sela aktifitas makannya Lutung-lutung ini terlihat istirahat diam, atau bahkan tidur di cabang pohon, dan kalau meneliti tentang time budget, bisa juga prosentasi waktu istirahatnya tinggi, waktu istirahat inilah yang di gunakan untuk mencerna makanan daun daun, yang telah masuk dalam perut Lutung, waktu metabolism yang lambat terkait dengan nutrisi yang di cerna dari daun-daun yang mungkin kadang juga beracun.

Referensi :

Nijboer, J. and Clauss, M., 2006. The digestive physiology of colobine primates. Fibre intake and faeces quality in leaf-eating primates, p.9.



Wednesday, January 3, 2018

Primata Kepulauan Mentawai



Di tahun 2017, yang baru saja usai, swaraowa telah dan sedang menginisiasi kegiatan  di Kepulauan Mentawai bekerjasama dengan Uma Malinggai untuk berkontribusi dalam pelestarian primata di Kepulauan Mentawai. Cerita-cerita dari lapangan dapat di telusuri dalam blog ini, dan beberapa edisi khusus terkait dengan jenis-jenis burung di kepulauan Mentawai.

Beberapa foto dari lapangan meskipun sangat sulit memperoleh gambar yang bagus, setidaknya memotivasi tim penyusun untuk terus mengarus utamakan konservasi primata Indonesia. Khusus edisi mentawai dari beberapa foto kolega dan tim Uma malinggai  yang dilapangan, kita coba kumpulkan dan kita susun menjadi sebuah poster untuk mengenalkan kepada khalayak umum kekayaaan dan keragaman primata kepulauan Mentawai. 

Bokoi dari Siberut

Mungkin yang sudah faham tentang primata mentawai, kini ada 5 species primata yang ada di Mentawai, yaitu, Joja (Presbytis potenziani), Bokoi  (Macaca pagensis), Bilou (Hylobates klossii) dan Simakobu (Simias concolor).  Dan saat ini, ada perkembangan terbaru dari taksonomi primata mentawai, dimana untuk Macaca pagensis di pisah menjadi 2 jenis yaitu untuk yang di siberut (Macaca siberu) dan yang di pulau Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan tetap (Macaca pagensis), ciri morphologi juga membedakan kedua jenis ini, seperti yang di foto ini, untuk macaca di Siberut, mempunyai ekor yang menggulung di ujung, dan  Macaca pagensis ekornya lurus.  Nama lokal, juga berbeda Bokoi adalah nama umum yang di kenal di P.Siberut, sementara Macaca pagensis di kenal dengan nama Siteut.
Atapaipai (Presbytis potenziani ssp potenizani) dari Sipora

Joja,  adalah sebutan di Siberut,  untuk primata pemakan daun dan berekor panjang (Presbytis potenziani), dari keluarga surili dan untuk taksonomi joja juga ada 2 sub species, yang sebarannya di wilayah Pulau siberut adalah Presbytis potenziani ssp siberu  dan yang ada kepulauan Sipora dan Pagai utara, Pagai Selatan surili mentawai ini di kenal dengan nama Atapaipai (Presbytis potenziani ssp potenziani).  Ciri morphology juga terlihat berbeda, dimana untuk yang di siberut cenderung gelap di bagian depan tubuhnya, sementara yang di sipora dan pagai mempunyai warna ke emasan di bagian dada.
Simakobu (Simias concolor)

Simakobu (Simias concolor) masih menjadi primata yang paling susah di jumpai, sehingga foto monyet ini juga sangat jarang. IUCN juga mengkategorikan primata ini sebagai salah satu dari 25 jenis primata di dunia yang  paling terancam punah saat ini. Dilapangan, prosentasi perjumpaan langsung dengan primata ini juga paling rendah, di banding dengan ke 4 primata yang lain, meskipun demikian ada terdengar juga suara “calling” simakobu. Perburuan dan karena hilangnya habitat menjadi penyebab susahnya Simakobu di jumpai.  

Bilou (Hylobates klossii) di Siberut, Sipora, dan Pagai sebutan untuk jenis Owa asli mentawai ini, di kempat pulau juga di kenal dengan nama yang sama. Sangat mudah di kenali dari suaranya di pagi hari, namun tidak seperti primata mentawai lainnya Bilou sangat tergantung kepada pohon untuk bertahan hidup. Dengarkan suara panggilan Bilou betina disini. 

Poster Primata kepulauan Mentawai dapat di download secara gratis disini, dan bagi anda yang ingin mencetak sendiri silahkan email kami (swaraowa at gmail dot com) untuk resolusi yang lebih besar, dan untuk komunitas, kelompok studi, sekolah yang menginginkan poster ini dalam ukuran cetak A3, silahkan hubungi kami (swaraowa at gmail dot com), atau ketika anda berkunjung ke Uma Malinggai  di Siberut selatan bisa anda dapatkan disana.

Referensi :

Roos, C., Ziegler, T., Hodges, J. K., Zischler, H., & Abegg, C. 2003. Molecular phylogeny of Mentawai macaques: taxonomic and biogeographic implications. Molecular Phylogenetics and Evolution29(1), 139-150
Whittaker, D. & Geissmann, T. 2008. Hylobates klossii. The IUCN Red List of Threatened Species2008:e.T10547A3199263. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T10547A3199263.enDownloaded on 29 November 2017