Tuesday, June 28, 2022

Gerakan sains warga dalam pencarian raja-udang kalung-biru

 Oleh : Imam Taufiqurrahman

Raja-udang kalung-biru oleh Siswanto_2022

Lebih dari 50 orang terlibat sebagai tim survei raja-udang kalung-biru (Alcedo euryzona). Terbagi dalam beberapa tim, mereka menyusuri lima sungai di wilayah Pekalongan guna mencari burung berstatus kritis  tersebut, mengamati habitatnya, dan mencatat perjumpaan berbagai jenis burung lain. Kegiatan SwaraOwa yang didukung oleh Asian Species Action Partnership (ASAP) dan OrientalBird Club (OBC) ini jadi wujud nyata gerakan sains warga atau citizen science.

Sebelum survei berjalan, warga asal tujuh desa sekitar hutan Petungkriyono, Doro, dan Lebakbarang mengikuti pelatihan identifikasi burung dan teknik survei. Pelatihan tersebut dilaksanakan di Desa Mendolo pada 11-12 Maret, dilanjutkan di Desa Pungangan (25 April), Desa Kayupuring (27 April), dan Desa Sidoharjo (26 Mei).

Pelatihan Pungangan, 25 April 2022

Peserta pelatihan Kayupuring, 27 April 2022

Sesi ruang pelatihan di Sidoharjo, 26 Mei 2022

Dalam pelatihan, warga dibekali pengetahuan tentang pengenalan jenis raja-udang kalung-biru, identifikasi, dan ciri-ciri yang membedakannya dari jenis raja-udang lain. Terkait teknik survei, para warga diperkenalkan dengan aplikasi Google Earth yang jadi panduan dalam penyusuran menuju titik-titik pengamatan. Sebagai gambaran, survei dijalankan dengan membagi sungai dalam ruas-ruas pengamatan berjarak 1 kilometer. Dalam tiap ruas, terdapat lima titik pantau yang masing-masing berjarak 200 meter. Dua pengamat akan ditempatkan di tiap titik pantau dan melakukan pengamatan secara serentak selama satu jam.

Selain memastikan keberadaan raja-udang kalung-biru, pengamat diminta untuk mencatat kondisi habitat, jenis burung lain yang terpantau, serta aktivitas manusia yang dijumpai. Semua informasi ini dituliskan dalam sebuah lembar data.

Simulasi survei di Mendolo, 11-12 Maret 2022

Situasi survei di Welo, Juni 2022


Hingga awal Juni, 29 kilometer dari total sekitar 37 kilometer ruas sungai telah dikunjungi. Terdiri dari 10 kilometer di Sungai Welo, 6 kilometer di Sungai Pakuluran, 5 kilometer di Sungai Blimbing (termasuk Sungai Siranda), 2 kilometer di Sungai Sengkarang (termasuk Sungai Kumenyep), dan 6 kilometer di Sungai Wisnu.

Hasil sementara survei terbilang sangat memuaskan. Raja-udang kalung-biru sebagai target berhasil dijumpai di dua sungai, yakni Welo dan Wisnu. Perjumpaan di Sungai Welo terentang dari elevasi 308-715 meter. Sementara perjumpaan di Sungai Wisnu tercatat pada rentang elevasi antara 638-776 meter menjadi catatan baru sebaran raja-udang kalung-biru.

Perjumpaan di Sungai Wisnu yang berada paling barat ini cukup mengesankan. Sebelumnya, tim Wisnu yang terdiri dari warga Desa Mendolo telah menyusuri 4 kilometer ruas sungai dalam tiga kunjungan. Namun, warga yang tergabung dalam Paguyuban Petani Muda Mendolo tersebut tidak menjumpai satu pun raja-udang kalung biru. Baru pada 24 April, tim berhasil mencatat kehadiran dua individu, terdiri dari satu jantan dan satu betina.

Siswanto dari Desa Mendolo

Situasi lokasi survei di Sungai Wisnu, April 2022

Hal yang membanggakan, betina yang teramati berhasil terdokumentasi dengan sangat baik oleh Siswanto Abimanyu, warga Dusun Mendolo Kulon. Sis, begitu ia biasa disapa, berada di titik pantau bersama rekannya M. Risqi Ridholah. Lebih dari setengah jam mereka di lokasi, saat tiba-tiba seekor betina datang dari arah hilir. Burung tersebut bertengger tepat di hadapan mereka, dalam jarak hanya sekitar 3 meter. Hanya beberapa detik saja hingga kemudian betina tersebut terbang ke arah hulu. Beruntung Siswanto sigap memotretnya dengan sangat baik.

Perjumpaan disertai bukti foto tersebut menjadi capaian besar dalam survei. Tak hanya itu, dari diskusi tiap usai pengamatan, para anggota tim saling berbagi informasi hasil temuan di titik mereka. Telah lebih dari 90 jenis burung yang tercatat, di antaranya merupakan jenis penting dan terancam punah, seperti elang jawa (Nisaetus bartelsi), julang emas (Rhyticeros undulatus) atau kacamata biasa (Zosterops melanurus). Beberapa hasil pendataan burung yang dilakukan kemudian dikirimkan ke aplikasi Burungnesia sebagai bentuk kontribusi warga Pekalongan pada sains dan konservasi burung di alam.

Wednesday, June 22, 2022

Yang Muda yang Berkarya, Melestarikan dan Mengembangkan Potensi Desa

 oleh : Sidiq Harjanto

Durian, salah satu potensi wana-tani Desa Mendolo

Generasi muda memegang peran penting dalam membuat inovasi dan perubahan dalam banyak hal, termasuk dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Generasi muda memiliki energi yang besar dan didukung kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi. Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo telah mencoba mengambil peran dalam pengelolaan SDA di Desa Mendolo, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan.

PPM Mendolo sendiri merupakan sebuah komunitas yang mewadahi para pemuda-pemudi di Desa Mendolo yang memiliki perhatian dalam pengelolaan hutan dengan core bussiness wanatani (agroforestri). Komunitas ini telah didirikan sejak 18 Agustus 2019 dan telah menjalankan berbagai kegiatan, antara lain: rintisan usaha kopi dengan merek ‘Kopi Batir’, unit persemaian aneka tanaman komoditas wanatani, dan pendataan flora-fauna.

Kegiatan Pengamatan Burung di Mendolo

Pada tanggal 14 Juni 2022, Swaraowa memfasilitasi PPM Mendolo untuk membentuk kepengurusan baru dan merancang program yang akan dijalankan selama tiga tahun ke depan. Swaraowa berkepentingan untuk mendukung kegiatan PPM Mendolo agar bisa berkolaborasi dalam membangun skema pengelolaan SDA secara berkelanjutan di kawasan penyangga habitat owa jawa.

Cashudi (31) terpilih secara aklamasi untuk memimpin PPM Mendolo periode 2022-2025. Sebagai koordinator utama, Hudi –panggilan akrabnya- bertanggung jawab atas jalannya program-program komunitas ini. Ada dua tema besar dalam visi-misinya, yaitu: inovasi wanatani dan konservasi. Untuk membantu kinerja kepengurusan, telah dibentuk pula perangkat-perangkat kelembagaan meliputi: sekretaris, bendahara, sie konservasi, sie pertanian peternakan, sie produksi, sie promosi publikasi, dan sie humas.

Melalui musyawarah anggota kali ini juga terungkap bahwa tantangan kedepan bagi PPM Mendolo masih cukup berat. Mulai dari menata usaha-usaha yang telah berjalan sampai dengan memunculkan inovasi-inovasi baru dalam rangka mengoptimalkan potensi desa.

Pertemuan  PPM Mendolo


Usaha kopi yang telah dijalankan selama tiga tahun masih terhambat kendala minimnya modal, infrastruktur pengolahan, dan peralatan-peralatan produksi. Pada pertemuan ini, dihasilkan rumusan tata kelola produksi yang diharapkan bisa mempermudah kinerja tim produksi. M. Ridho (29 th) selaku koordinator produksi kopi, memastikan bahwa usaha kopi yang dijalankan cukup menguntungkan, tetapi skalanya perlu terus ditingkatkan. “Diharapkan peran aktif anggota untuk membantu proses produksi dan pemasarannya,” katanya saat memaparkan rencana kelanjutan usaha Kopi Batir.

Bisnis kopi yang telah dijalankan Ridho dan teman-temannya di PPM Mendolo ini ternyata berdampak signifikan. Dengan peralatan dan modal yang serba terbatas, mereka mampu mengubah tradisi minum kopi di kalangan masyarakat Mendolo. Kini, para warga yang nota bene merupakan petani kopi, tidak lagi mengonsumsi kopi kemasan pabrik. Mereka memilih untuk menyangrai kopi dari kebun mereka sendiri menggunakan mesin rakitan yang dibuat Ridho. Hal ini membuktikan bahwa usaha inovatif sekecil apapun dengan segala keterbatasannya mampu memberikan efek yang melebihi ekspektasi.

Bunga Kayu Babi, penyedia nektar di hutan Desa Mendolo


Akhir Januari lalu, PPM Mendolo telah membuat inovasi dalam mempromosikan durian sebagai salah satu potensi unggulan desa. Melalui program trip wisata grup kecil, komunitas ini mengundang para durian enthusiast untuk datang ke Mendolo dan merasakan langsung atmosfer musim puncak panen durian. Tentu saja, para peserta trip bisa menikmati aneka cita rasa buah tropis itu sepuasnya. Dikombinasikan dengan aktivitas fotografi burung, trip ini diapresiasi dengan sangat baik oleh para peserta. Trip durian ini nantinya diupayakan bisa dilakukan rutin setiap tahun, tentunya dengan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.

Budi Santoso (31) yang memiliki minat besar dalam pengembangan birdwatching (pengamatan burung) sebagai atraksi wisata minat khusus menuturkan bahwa mulai banyak peminat wisata ini, tetapi PPM selaku pengelola mesti memastikan kesiapan pemandu dan paket-paket yang ditawarkan. Dari sisi potensi jenis-jenis burung yang diincar pengamat dan fotografer, Mendolo menyimpan banyak jenis potensial. Hanya saja, perlu dipastikan titik-titik di mana burung-burung itu mudah dijumpai.

Owa jawa di hutan Mendolo

Pada tema konservasi, PPM Mendolo masih akan fokus pada pendataan potensi flora-fauna dan pemetaan serta pemeliharaan mata air di wilayah desa. Rohim (37) selaku Koordinator Sie Konservasi akan mengupayakan agar PPM Mendolo bisa menjadi penggerak kesadaran masyarakat dalam isu-isu konservasi seperti perburuan satwa, kelestarian mata air, dan permasalahan sampah. “Kita mulai dengan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” katanya.

PPM Mendolo berupaya menyelesaikan permasalahan-permasalahan lingkungan dengan memberikan alternatif pemecahannya. Misalnya dalam hal limbah ternak. Selama ini, limbah ternak yang dihasilkan para peternak sapi nyaris tak termanfaatkan dan dikhawatirkan malah mencemari sungai-sungai yang masih bersih. Sebagai inovasi dalam pengelolaan limbah ini, Sholeh Widiantoro (22) mengusulkan usaha pengolahan kotoran ternak untuk dijadikan pupuk. Tak hanya sekadar usul, dia menawarkan diri untuk memimpin jalannya usaha ini. “Berdasarkan uji coba yang pernah dilakukan, saya menyimpulkan bahwa potensi pasar pupuk ini cukup besar. Bahkan, dari kalangan petani di dalam wilayah desa sendiri banyak yang berminat,” katanya.

Elang jawa, fauna langka hutan Mendolo

Mendolo sebagai desa penghasil madu mulai merasakan dampak lingkungan dari pembalakan liar yang pernah terjadi sekira dua dasawarsa yang lalu. Semakin langkanya kayu babi (Crypteronia sp) dikeluhkan oleh para pemanen maupun peternak lebah madu. Jenis pohon hutan tersebut merupakan sumber pakan utama bagi lebah-lebah Apis dorsata maupun lebah nirsengat (Heterotrigona itama) di Mendolo. Semakin langka kayu babi berimplikasi pada semakin berkurangnya hasil panen madu dan semakin menjauhnya sebaran koloni lebah liar dari kawasan permukiman sehingga semakin menyulitkan pemanenan. “Selain tanaman-tanaman produksi, kami juga akan membibitkan pohon pucung untuk konservasi mata air, dan kayu babi untuk pengayaan pakan lebah,” papar Restu (28) yang memimpin divisi pembibitan.

Selama tiga tahun berkiprah, kegiatan PPM Mendolo masih didominasi kalangan pemuda. Menjadi tantangan lain untuk menarik minat para pemudi untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan komunitas ini. “Para pemudi masih mengalami kendala karena rata-rata kegiatan rapat-rapat PPM dilakukan pada malam hari sedangkan jarak antar dusun cukup jauh dan aksesnya sulit. Hal ini menjadi kesulitan bagi mereka,” kata Hudi yang masih memikirkan solusi untuk memecahkan permasalahan itu.

Tiga tahun ke depan akan menjadi pembuktian bagi Hudi dan kawan-kawannya di Mendolo untuk memberikan alternatif baru nan segar bagi pengelolaan SDA desa secara berkelanjutan. Selamat berkarya, PPM Mendolo! Salam Lestari!