Tuesday, January 31, 2017

"Owa Jawa, si Pemanjat Cadas Kramat "

oleh
Salmah Widyastuti
salmah.widyastuti@gmail.com


Catatan baru mengenai keberadaan owa jawa di Jawa Tengah, membawa kami untuk menginisiasi kegiatan konservasi primata di kawasan ini. Beberapa bagian hutan di gugusan perbukitan yang melintang di utara Kabupaten Purbalingga menjadi salah satu habitat alami yang tersisa bagi kera kecil endemik Jawa. Lokasi ini kami sebut "Cadas Kramat", terletak di desa Kramat, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah. Karena kondisi geografis yang sulit, terdapat potongan hutan alami yang dibentengi jurang sungai yang dalam dan terhampar di lereng gunung kapur yang terjal.  Mungkin satu-satunya tipe habitat Owa, di Jawa yang berada di tebing batu kapur.

Selain perburuan yang berpotensi mengancam kelangsungan populasi owa jawa, di seluruh wilayah sebaran Owa, kebutuhan manusia yang sifatnya ekstraktif juga meningkatkan deforestasi sehingga mendesak habitat alami owa jawa.
Cadas Keramat "Siregol", lingkaran kuning dimana Owa teramati

Kunjungan kedua tim swaraOwa di Desa Kramat disambut hangat dengan pemuda karangtaruna Desa Kramat yang ramah, dan langsung menemani kami menyusuri tebing kapur cadas Kramat, tebing Siregol. Dalam pengamatan kali ini dari jarak sekitar 100 meter kami menjumpai satu kelompok owa jawa yang sedang melakukan pergerakan di pepohonan di bawah tebing. Sesaat setelah itu, kami melihat 2 individu owa dari kelompok tersebut melakukan pergerakan berpinah, cara mereka bergerak sungguh mengejutkan kami yang sedang serius mengamatinya.

  Baru kali ini kami melihat owa jawa memanjat tebing. Tebing vertikal dengan ketinggian sekitar 5-10 meter dipanjat dengan lengannya yang panjang meraih sulur-sulur tanaman dan kakinya menapaki tebing. Melompat dan meraih batang kayu kecil untuk bergerak, dengan teknik yang sempurna. Sungguh fenomena perilaku yang amat jarang teramati dilakukan oleh jenis kera kecil ini. Secara normal owa jawa melakukan pergerakan secara brakhiasi (berayun) antar dahan pohon dengan efisiensi energi. Kelompok ini harus mencapai bagian bawah tebing untuk menuju pohon pakannya, melewati tebing batu yang licin dan sangat extrem. Masih banyak hal yang bisa diteliti untuk tujuan konservasi terkait Owa dan habitat Cadas Keramat.
habitat Owa di bagian bawah tebing cadas keramat 
Tak jauh dari posisi owa jawa terlihat, kami juga melihat sekelompok lutung jawa  (Trachypithecus auratus) yang sedang memakan pucuk-pucuk daun, sekitar 4 individu yang terlihat. Selain itu menurut warga juga terdapat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Minimal 2 dari 5 jenis primata Jawa dipastikan berhabitat di kawasan hutan ini. Masih ada kemungkinan juga terdapat rek-rekan (Presbytis comata) dan kukang jawa (Nycticebus javanicus). Hal ini menjadi tantang kedepan untuk berkolaborasi bersama pihak terkait, dan warga sekitar habitat Owa dalam upaya pelestarian primata dilindungi dan habitat uniknya ini.

Thursday, January 26, 2017

Let it Bee : when the pollinators become mainstream

Stingless bee visiting flower of crop

Buzzzz…zzzzz  no we can’t hear the bee flying, this is tiny bee, size as flies, no sting, role as pollinators and producing honey too, Stingless bee!!. We have done shared our knowledge and gain new experience on meliponiculture in the habitat of critically endangered primates. Located in Kemuning village, Temanggung regency, Central Java, this site is recognized as habitat of Javan slow loris, first time we discover in this area in 2013 (read here for the report). After we found the javan slow loris existed, students continue to do research in this area. And now a conservation organization (Javan Wildlife Institute) initiated by Wildlife Lab of  Forestry Faculty, Gadjah Mada University continue the fieldwork, not only academic research but also assist people of Kemuning to protect and generate alternative income.

Shadegrown coffee habitat of Javan slow loris
Javan Slow loris

As we know wildlife hunting is the main threats for the biodiversity in Kemuning forest, we try to develop solution to increase their knowledge and capacity to maintain sustainable forest product. We have been working since last year to manage stingless bee honey from the Javan gibbon habitat, and now we try to introduce this scheme in the kukang habitat. Mainstreaming conservation of pollinators and introducing management of the stingless bee honey production.
Stingless bee honey 
On Saturday and Sunday (21/22 January 2017) organized by JAWI we conduct training for villagers in Kemuning, and there are 10 participants from the Kemuning village to join in the two days training. Our team give an introduction and share experience on stingless bee, honeys and their relationship with crops and forest habitat. Introductory about native bees and it’s role in our environment were emphasized in the discussion with the participants. Moreover, this bee is producing honey that very healthy and economically viable.
knowledge sharing about stingless bee
This training is intended to bring some long-term solution to conserve forest as habitat of endangered animals but also give real example for sustainable forest product who provide sustainable income. Next activities is we will active to encourage participants to manage bees colonies and give direct assistant on marketing strategy for the  stingless bee honey.
field practice, how to manage stingless bee colony



Thursday, January 19, 2017

Tabungan Ekologi : Mengelola Lebah dan Kopi


Selamat Tahun Baru 2017 !! tulisan pertama untuk mengawali semangat baru pelestarian Owa di Indonesia. Alam menyediakan hal baru bagi yang berpikir untuk di pelajari dan dikembangkan untuk kemajuan kehidupan sosioekologis kita. Hal baru  yang coba kita pelajari saat ini adalah tentang serangga-serangga yang yang membantu penyerbukan kopi hutan di habitat Owa. Salah satu focus taxa kita kali ini adalah jenis lebah tanpa sengat. Warga sekitar habitat menyebut klanceng, sejenis tawon seukuran lalat yang sering bersarang di dalam batang pohon menghasilkan madu. Madu lebah ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, namun karena masih memanen secara alami dari hutan produksi madu ini juga sangat terbatas, pada musim musim tertentu saja dan juga dengan jumlah yang sedikit.
lebah tanpa sengat di bunga kopi robusta
Sudah kita ketahui, adanya buah kopi, adalah karena adanya proses penyerbukan (bertemunya serbuk sari dengan putik), silahkan baca artikel di bawah. Proses penyerbukan ini ada yang terjadi dengan sendirinya juga ada yang dibantu  faktor dari luar, misal angin, serangga dan juga buatan (manusia). Serangga penyerbukan telah membuktikan peningkatan produksi kopi di beberapa daerah penghasil kopi. Jasa penyerbukan ini ada yang menghitung nilai nya hingga 350 miliar $US.  Namun kita pada umumnya tidak begitu menaruh perhatian kepada lebah atau serangga-serangga yang membantu pembuahan bunga kopi, jenis apa saja, kapan waktunya, dan bagaimana keberhasilannya dan tentunya masih banyak pertanyaan lain yang bisa kita pikirkan selanjutnya.

Untuk saat ini, hampir semua wilayah di Indonesia lebah ini yang dimanfaatkan adalah madunya, itupun juga masih banyak yang sifatnya exploitasi dari alam, madu hutan yang diambil dengan tanpa mempertimbangkan kelestarian lebah itu sendiri. Madu di ambil dengan mengambil habis sarang dan anak-anaknya. Bahkan dengan batuan api yang beberapa kasus di lapangan juga menimbulkan kebakaran hutan. Karena api yang di tinggalkan oleh pemburu madu hutan hidup membesar dan menyebar luas membakar hutan. Banyak cerita juga di hutan-hutan penghasil lebah para pemetik madu liar ini meninggal karena mengabaikan keselamatan ketika memetik madu.

Pemetik madu hutan, mengambil resiko tinggi tapi tidak lestari

Peran lebah sebagai pollinator, inilah yang menjadi hal baru yang sedang kita arusutamakan untuk pelestarian hutan dan juga meningkatkan produksi kopi juga tanaman pertanian perkebunan lainnya . Bagaimana kaitannya dengan Owa?? Owa  jawa adalah primata pemakan buah, buah-buah hutan ini juga terbentuk dari proses penyerbukan alami, dan salah satu faktornya adalah oleh pollinator. Lebah tanpa sengat tentu lebih ramah dari pada lebah-lebah lainnya karena setidaknya mereka tidak menyengat. Berdasar pengamatan lapangan juga nampak selalu hinggap di pohon-pohon pakan Owa.
Menjamin keberadaan lebah berarti menyediakan buah pakan Owa dan regenerasi hutan terus terjadi.

hutan sebagai tabungan ekologi
Selain itu untuk mengurangi tekanan terhadap habitat primata terancam punah, madu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,  budidaya lebah yang di kembangkan di sekitar hutan bisa menjadi tambungan ekologis jangka panjang yang tidak hanya sumber pangan yang sehat namun juga berperan penting untuk melestarikan lingkungan sekitar kita secara berkelanjutan.