Tuesday, July 21, 2020

Owa Jawa : Kopi dan Konservasi Primata

Oleh : A.Setiawan (a.setiawan@swaraowa.org)

Owa jawa (Hylobates moloch)

Kabar terbaru dari habitat owa jawa, minggu ini kami melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda karena pandemi Covid_19. Progam Kopi dan Konservasi Primata yang telah di mulai sejak tahun 2012, untuk mendukung pelestarian owa jawa di wilayah Jawa Tengah. Kopi yang menjadi pilihan komoditas yang dapat menggerakkan roda ekonomi di sekitar hutan habitat Owa memberikan harapan positif, dengan munculnya unit-unit kelompok usaha kopi di sekitar hutan Owa. Perubahan yang Nampak terlihat ketika panen kopi dibanding awal kita mulai project ini, kalau dulu jalan di dusun-dusun di Petungkriyono ini banyak kopi yang di jemur di jalan dengan kondisi kopi yang di jemur campur, sekarang sudah sebagian sudah ada  menjemur biji kopi lebih bersih, setidaknya sekarang sudah ada perbedaan dan peningkatan dalam mengelola kopi. Untuk melihat dan komunikasi lasung dan mendapatkan produk-produk ini dapat berkunjung langsung ke dusun Sokokembang, di Petungkriyono, Pekalongan,  swaraowa headquarter di Yogyakarta atau melalui sosial media owa coffee. 


Proses penjemuran kopi di Sokokembang

Selain peningkatan pengetahuan tentang pengolahan kopi, melalui proyek ini kami juga mencoba melihat kemungkinan pengembangan unit usaha kopi di sektor hulu, melalui penyediaan bibit kopi, selain mengantisipasi produksi di masa mendatang, kegiatan ini juga memberikan dampak positif untuk pengembangan pengetahuan, pengalaman, dan sebagai alternatif pendapatan ekonomi dari produksi kopi itu sendiri. Adanya unit-unit kelola kopi yang tersebar di beberapa dusun di Petungkriyono, saat ini sudah ada alat sangrai kopi yang banyak di gunakan warga sekitar untuk menyangrai kopi untuk dikonsumsi sendiri atau pun di jual kembali. Apresiasi terhadap kopi itu sendiri juga sudah mulai terlihat, bahwa warga juga sudah menghargai kopi mereka sendiri, kemudian mengajak oranglain untuk menghargai kopi mereka yang mereka produksi.

Pembibitan Kopi di Sokokembang yang dimulai tahun 2018

Bibit bibit kopi ini kami kembangkan dari varietas yang sudah ada saat ini, jenis Kopi Arabica  varietas typica, atau di kenal dengan nama kopi jawa dan kopi Robusta. Yang sudah ada sejak jaman Belanda di kawasan ini. Pemilihan jenis ini lebih karena adaptasi yang sudah sejak lama, di kawasan pegunungan Jawa bagian Tengah. Pendekatan yang kami lakukan karena kegiatan ini dalam rangka mendukung kegiatan pelestarian Owa Jawa dan habitat aslinya, kami berkomunikasi dengan para pemburu-pemburu satwaliar di Petungkriyono, mencoba menyampaikan bahwa aktifitas perburuan yang dilakukan tidak akan mendatangkan uang yang membawa kebaikan  dan sudah pasti  juga merusak hutan.


Pembibitan kopi ini selain kami buat di dusun Sokokembang, juga kami buat di dusun Candi, dan tahun ini berhasil memproduksi bibit kopi kurang lebih 1500 bibit kopi yang sudah siap tanam, dan ada kuranglebih 20,000 bibit yang sedang dalam prooses. Bibit ini kami distribusikan ke petani di sekitar habitat Owa Jawa, di wilayah Jawa Tengah dan juga kami gunakan untuk fundrising, di jual untuk umum, dana yang terkumpul dari penjualan ini akan di gunakan kembali untuk kegiatan lapangan. Untuk taham pertama kami mengirim bibit kopi ke Dusun Gunung Malang di Purbalingga, Jawa Tengah. Hutan Gunung Slamet adalah habitat dari primata endemik dan mamalia Jawa 1, 2, 3.  Ada salah satu warga yang dulu juga terlibat dalam kegiatan survey Owa1, dan kebetulan juga mantan pemburu yang mau mengelola dan menanam kopi di lahannya.  Kami juga sempat melihat langsung habitat Owa di Gunung slamet ini, dan lokasi dimana kopi akan ditanam. Ancaman pembukaan hutan untuk perkebunan sepertinya masih ada, meningkatnya industri tanaman sayur di kawasan ini sudah tentu akan memberi tekanan tinggi terhadap tegakan hutan alam yang ada. Aktifitas kawasan penyangga hutan alam, kopi yang di bawa ke dusun Gunung Malang ini harapannya dapat memberikan alternative komoditas yang dapat di kelola bersamaan dengan tanaman pangan lainnya. Sistem budidaya wana tani yang mencampurkan berbagai macam komoditas akan memberikan nilai ekonomi sekaligus mendukung praktik terbaik dari pertanian di kawasan sekitar hutan.

Kawasan penyangga hutan lindung G.Slamet, lereng timur

Aktifitas para pemburu hutan untuk aktif mengelola lahan kopi akan menjadi kesibukan tersendiri yang sudah jelas hasil yang akan di peroleh, daripada harus berburu kehutan tanpa ada hasil yang pasti. Kegiatan berburu yang sifatnya mengeksplotasi sumberdaya alam di gantikan dengan kegiatan ekonomi produktif yang melestarikan hutan.


Daftar pustaka :
1. Setiawan, A., Wibisono, Y., Nugroho, T.S., Agustin, I.Y., Imron, M.A. and Pudyatmoko, S., 2010. Javan Surili: A Survey Population and Distribution in Mt. Slamet Central Java, Indonesia. Jurnal Primatologi Indonesia, 7(2).
2. Setiawan, A., Nugroho, T.S., Wibisono, Y., Ikawati, V. and SUGARDJITO, J., 2012. Population density and distribution of Javan gibbon (Hylobates moloch) in Central Java, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 13(1).
3. Maharadatunkamsi, M., 2017. Profil Mamalia Kecil Gunung Slamet Jawa Tengah. Jurnal Biologi Indonesia, 7(1).

Friday, July 3, 2020

Nyanyian Owa Jawa : diva di tengah rimba

Oleh : Nur Aoliya , email :  nuraoliya@apps.ipb.ac.id

 

Sepasang Owa Jawa

“Emang ada Owa Jawa di Pekalongan?” itu pertanyaan pertama saya saat mendengar program konservasi owa jawa oleh Coffee and Primate Conservation Project atau sekarang lebih dikenal SwaraOwa  di desa sukokembang, kecamatan petungkriyono kabupaten pekalongan tahun 2014. Sampai sekarang tahun 2020 masih ada orang yang mempertanyakan akan hal itu, bahkan orang pekalongan sendiri ada yang tidak tahu kalo ada Owa Jawa di Pekalongan.

Salah satu yang unik dari owa adalah suara atau nyanyiannya, bak sebuah lagu. Baik owa betina maupun jantan dapat bersuara, namun waktu dan tipe suaranya berbeda. Owa jantan cenderung bersuara sebelum fajar sedangkan Owa betina cenderung bersuara setelah terang dan kadang siang hari. Jenis-jenis owa menghasilkan  nyanyian lagu yang keras dan panjang yang sebagian besar dipamerkan oleh pasangan yang telah kawin. Biasanya, pasangan menggabungkan nyanyian ini  (repertoire) dalam interaksi vokal, tepat waktu, dan kompleks untuk menghasilkan  pola duet yang baik.1

Perbedaan waktu bersuara Owa Jawa ini, kenapa seperti itu juga belum banyak yang meneliti. Di dunia hanya Owa dari Jawa dan Owa dari Mentawai dimana antara jantan dan betina tidak menyanyi bersama.

Lebih menarik lagi suara yang dinyanyikan owa betina pada pagi hari yang disebut great call, karena suaranya sangat khas. Suaranya dimulai dengan suara “waa” dengan interval lambat yang semakin cepat sampai ke lengkingan panjang dan diakkhiri dengan interval yang semakin melambat.  Mungkin karena itulah satwa ini lebih dikenal sebagai owa-owa/ uwek-uwek karena suarnya terdengar melafalkan kata tersebut. Suara betina selain khas juga memiliki peranan sangat penting, yaitu sebagai tanda daerah teritorinya. Setiap kelompok owa memiliki area yang digunakan sebagai tempat mencari makan, istirahat, reproduksi, dan segala aktifitasnya. Area tersebut akan dijaga dan tidak akan mengijinkan owa dari kelompok lain untuk memasuki area mereka. Tugas owa betina ini menyiarkan batas-batas areanya melalui suaranya tiap pagi.

Lantas bagaimana owa tau bahwa ini suara betina yang mana? Dan dari kelompok mana? ini menjadi daya tarik saya untuk mepelajari variasi great call owa di sokokembang sebagai skripsi yang didukung oleh Swaraowa. Ternyata setelah saya mempelajari lebih lanjut baik secara literature maupun penelitian langsung setiap suara betina ini memiliki perbedaan. Perbedaanya dapat kita lihat dengan cara memvisualisasikan suara nyanyiannya, dan perbedaan yang utama  dari nadanya, durasinya dan frekuensinya (lihat gambar dan video). Seperti suara manusia yang berbeda-beda sehingga kita bisa membedakan manusia hanya dari suaranya tanpa melihat wujudnya kan? owa jawa juga begitu.

Visualisasi suara 3 individu Owa jawa

Saat ada satu betina yang bersuara maka akan memancing betina lain akan bersuara.  Antar betina yang beda kelompok tidak akan bersuara bersamaan alias bergantian, agar pesan  masing-masing kelompok tersampaikan. Biasanya betina remaja akan belajar bersuara bersama induk betinanya, tapi kadang suaranya masih nanggung atau tidak seharmoni induknya. Owa tidak akan bersuara saat hujan atau malam harinya hujan. Soalnya suaranya akan lebih sulit terdengar oleh kelompok lain dan butuh energi lebih saat hujan.  Jadi dari pada energi terbuang sia-sia untuk bersuara lebih baik digunakan untuk menghangatkan badan. Sama seperti kita kalo hujan juga penginya rebahan ajah, tidak  buang-buang energi.

Demikianlah sebagian fakta unik tentang owa jawa. Mudah-mudahan owa jawa dimanapun khususnya di Petungkriyono akan tetap lestari,  owa membantu regenerasi alami pohon-pohon alam, kita butuh hutan  dan owa jawa sebegai satu kesatuan, menikmati udara segar, air sungai yang deras dan jernih, sumber ekonomi dan  ilmu pengetahuan  yang harus kita rawat dan kelola dengan bijaksana. Menikmati nyanyiannya di hutan setidaknya akan memberikan rasa kedamaian diantara riuhnya suara-suara gemuruh pembangungan anthroposentris , nyanyian Owa seperti diva di tengah belatara, yang menunjukkan bahwa hutan tempat hidupnya masih terjaga. Melestarikan owa jawa dan hutan sama sajah menjamin kehidupan untuk manusia generasi selanjutnya.

 

Daftar Pustaka

1. Geissmann, T. dan V. Nijman. 2001. Calling Behaviour of Wild Javan Gibbons Hylobates moloch In Java, Indonesia dalam Forest (and) Primates. Conservation and ecology of the endemic primates of Java and Borneo. Tropenbos Kalimantan Series