Sunday, December 1, 2019

Pengembangan budidaya lebah di habitat Owa kalimantan


oleh : Sidiq Harjanto

foto bersama peserta pelatihan budidaya lebah. Foto : Sulton Afifudin/ELTI

Sebagai bagian dari implementasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), setiap perusahaan perkebunan sawit anggota RSPO, diwajibkan untuk mengelola kawasan dengan nilai konservasi tinggi (NKT). Kawasan NKT atau HCV (High Conservation Value) merupakan kawasan yang memiliki fungsi konservasi. NKT/HCV adalah nilai-nilai biologis, ekologis, sosial, atau budaya yang dianggap sangat signifikan atau penting, pada tingkat nasional, regional, atau global.
Kawasan HCV dengan hutan yang masih baik memiliki manfaat ekologis maupun ekologis bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Salah satu peluang usaha bagi masyarakat di sekitar kawasan HCV adalah budidaya lebah madu. Kawasan hutan sangat ideal sebagai lokasi budidaya lebah. Menurut FAO, budidaya lebah madu merupakan salah satu alternatif ekonomi terbaik bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Hal ini, antara lain karena adanya dua sisi manfaat, yaitu manfaat ekonomis dan ekologis. Dari sisi ekonomi, madu dan produk perlebahan lainnya memiliki nilai jual yang tinggi. Sementara dari sisi ekologi, lebah-lebah yang dipelihara merupakan agen penyerbukan yang menjadi kunci regenerasi hutan.
menjelaskan secara langsung tentang lebah kelulut. Foto : Sulton Afifudin/ELTI 
lebah kelulut dari koloni alam. Foto : Sulton Afifudin/ELTI 


Goodhope Asia Holdings Ltd., sebagai salah satu perusahaan sawit yang memiliki kebun di Provinsi Kalimantan Tengah, berupaya untuk menjadikan kawasan HCV memiliki fungsi ekologis sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Sebagai bentuk upaya nyata untuk menunjukkan komitmen tersebut maka Goodhope bekerjasama dengan EnvironmentalLeadership & Training Initiative (ELTI) dan SWARAOWA  mengadakan kegiatan pelatihan budidaya lebah kelulut bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan HCV.

Lebah kelulut atau biasa dikenal dengan lebah tanpa sengat dipilih karena beberapa alasan. Pertama; negara kita, Indonesia, merupakan salah satu negara dengan potensi kelulut terbesar di dunia. Tak kurang 40 jenis kelulut hidup di wilayah negara kita ini. Kedua; pengembangan budidaya kelulut minim modal, dan pemeliharaan lebah tanpa sengat ini cenderung lebih mudah dilakukan daripada jenis-jenis lebah bersengat. Ketiga; kelulut atau lebah tanpa sengat bisa dikatakan merupakan masa depan perlebahan dunia, terutama di saat budidaya lebah bersengat (Apis mellifera) menghadapi berbagai permasalahan seperti Colony Collapse Disorder (CCD), perubahan iklim, dll.

Kegiatan yang bertajuk ‘Pelatihan Budidaya Lebah Madu Untuk Masyarakat di Sekitar Kawasan HCV Kebun Sawit’ ini dilaksanakan pada tanggal 5-7 November 2019, bertempat di Training Center milik Goodhope di Kalimantan Tengah. Swaraowa sendiri telah memiliki pengalaman dalam pengembangan budidaya kelulut di site-site kegiatannya. Pengembangan budidaya kelulut bagi masyarakat di sekitar habitat owa bertujuan antara lain untuk: 1. Memberikan alternatif ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. 2. Meningkatkan awareness masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem hutan. 3. Pelestarian jenis-jenis lebah lokal (native bees) sebagai agensia penyerbukan.

SWARAOWA berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan ini karena memiliki kepentingan dalam upaya pelestarian primata di kawasan HCV. Hasil survei primata yang dilakukan Swaraowa di kawasan HCV  Goodhope di Bukit Santuai-Bukit Hawuk menemukan jenis-jenis primata yaitu Owa (Hylobates albibarbis), Beruk (Macaca nemestrina), Monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis), dan Lutung merah (Presbytis rubicunda). Temuan sarang mengindikasikan masih adanya Orangutan (Pongo pygmaeus), di kawasan hutan ini. Dengan adanya beberapa jenis primata tersebut, maka kawasan HCV perlu dikelola dengan serius.

Kawasan bernilai tinggi di dalam konsesi perkebunan sawit, diharapkan menjadi prioritas untuk pelestarian primata endemik Kalimantan seperti Owa-owa. Nilai penting tersebut adalah habitat yang masih alami dapat di pertahankan fungsinya, dalam hal ini lebah yang membutuhkan sumber pakan berupa nectar dan pollen sangat mungkin berkembang di kawasan yang masih alami di antara tanaman kelapa sawit. Manfaatnya akan sangat penting bagi warga sekitar kawasan HCV yang dapat memanfaatkan keberadaan lebah sebagai penghasil madu ataupun sebagai serangga pollinasi untuk tanaman pangan.
Dr. Insyah menjelaskan jenis jenis pohon penting bagi lebah. Foto : Sulton Afifudin/ELTI 

Tak kurang 40 orang warga masyarakat yang berasal dari 12 desa yang berada di sekitar perkebunan kelapa sawit Goodhope di Kalimantan Tengah, dan juga beberapa staf Goodhope terlibat dalam kegiatan ini. Antusiasme peserta pelatihan terasa sejak awal sampai akhir kegiatan. Acara dibuka oleh GM PT Agro Indomas, Ganapathy Karpan. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa Goodhope selalu berkomitmen dalam menjaga fungsi kawasan HCV, sekaligus memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Dalam pelatihan ini, SWARAOWA berbagi pengalaman pengembangan perlebahan dilokasi yang telah di kembangkan di Jawa Tengah di habitat Owa jawa. Materi-materi yang diberikan meliputi pengenalan biologi lebah kelulut, praktek analisa daya dukung lingkungan, pembuatan stup (hive box), teknik pemasangan stup topping, praktek transfer koloni lebah dari koloni liar ke dalam stup, hingga materi strategi pemasaran produk perlebahan. Dr Arbainsyah, atau akrab dipanggil Pak Insya dari ELTI membantu mengidentifikasi dan mengumpulkan data potensi tanaman pendukung budidaya lebah kelulut, berupa tanaman penghasil nektar, pollen, dan resin.

Dengan adanya kegiatan pelatihan ini, diharapkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan HCV memiliki bekal pengetahuan teknis budidaya lebah kelulut. Sehingga ke depannya masyarakat bisa mendapat manfaat yang lebih banyak dari keberadaan HCV di perkebunan sawit Goodhope Group, melalui pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Para alumni pelatihan ini diharapkan akan mampu membentuk jejaring peternak kelulut yang akan menjadi motor penggerak perlebahan di Kalimantan Tengah.