Sunday, May 2, 2021

Semangat baru dari Sipora, Menjaga alam dan Budaya

 Oleh : Damianus Tateburuk ( Malinggai Uma Mentawai)

 



Kebudayaan dan keanekaragaman hayati daerah di Indonesia terwujud dalam beragam bentuk kegiatan dan aktivitas dalam kelompok masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, dan ini ditandai dengan beragam hasil karya dari berbagai kelompok masyarakat budaya yang menunjukkan ciri khas kebudayaanya masing-masing, sebagai contohnya antara lain jenis rumah adat, tarian, musik, seni ukir, pakaian adat, dan bersamaan dengan keanekaragam hayati contohnya antra lain jenis alam, hutan, primata, burung, herpetofouna dan sebagainya, dan secara keseluruhannya kekayaan alamnya masih asli dan bahasa dan lain-lainnya. Seperti yang ada di Mentawai ini, bahwa kebudayaan hidup didalam  jiwa masyarakat bangsa Indonesia dan perlu dilihat sebagai suatu aset negara melalui pemahaman dan lingkungan, tradisi serta potensi-potensi kebudayaan yang dimiliki untuk dapat diberdayakan untuk dapat mencapai tujuan pembangunan nasional.

 

Seni Kebudayaan Dan Konservasi Keanekaragam Hayati yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal di Sumatra Barat, khususnya di Kepulauan Mentawai dikembangakan dalam satu wadah atau perkumpulan dengan menejemen yang sederhana, Wadah atau tempat berkumpulnya pelaku seni kebudayaan dan konservasi keanekaragam hayati biasanya dinamakan perkumpulan, Dari sekian banyaknya organisasi, yayasan, lembaga, pemerintahan dan organisasi ini yang berada di Sumatra Barat, salah satunya adalah Malinggai Uma Tradisional Mentawai.

 


Malinggai Uma Tradisional Mentawai pusat bersekretariat di Dusun Puro II Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai–Sumatra Barat. Malinggai Uma Tradisional Mentawai ini merupakan sarana bagi berkembangnya  dan pelestarian kebudayaan dan konservasi keanekaragam hayati khususnya, Malinggai Uma Tradisional Mentawai dibentuk pada tanggal  05 September 2014 dan untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat umum dalam hal di bidang seni kebudayaan  Konservasi keanekaragam hayati dan satwa liar dan primata mentawai, Adat Istiadat Mentawai, semoga Malinggai Uma Tradisional Mentawai dapat menjadi tempat / wadah untuk menggali tentang Kebudayaan dan keanekaragam hayati, yang mulai memudar khususnya dikalangan remaja dikarenakan ketidak pedulian masyarakat itu sendiri untuk memperkenalkan kebudayaan dan keanekaragam hayati mentawai tersebut kepada generasi penerus mereka dan pengaruh budaya asing serta kurangnya wadah bagi mereka untuk mengetahui budaya asli mereka sendiri dan ini sangat memprihatinkan sekali, bagi kami sehingga organisasi atas nama Malinggai Uma Tradisional Mentawai sangat berharap dan berkeinginan penuh dengan berdirinya organisasi ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui, menggali serta memahami tentang nilai-nilai seni dan kebudayaan dan serta keanekaragam hayati mentawai dan serta perlindungan satwa dari jenis-jenis primata (Bilou, Simakobu, Simakubu simabulau, Joja, Bokkoi, herpetofouna dan burung-burung mentawai dan sebagainya) yang sekarang ini sudah mulai dilupakan. Malinggai Uma Tradisional Mentawai juga tidak menutup bagi masyarakat diluar mentawai ataupun dari mancanegara untuk mendapatkan informasi tentang kebudayaan dan keanekaragam hayati yang ada di mentawai. Selain itu Malinggai Uma Tradisional Mentawai juga akan terus mengadakan kegiatan seminar-seminar dan pelatihan tentang Kebudayaan dan keanekaragam hayati kedepannya, kegiatan yang telah kami lakukan sebelumnya yaitu “Seminar Pangureijat” (Pernikahan Adat Mentawai), (Pergelaran Seni Budaya Mentawai) (dan Turuk Laggai di Padang), (Pelatihan Guru Dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai).

Bulan April tanggal 7-8, 2021 yang lalu kami juga telah berhasil melaksanakan sebuah acara pelatihan untuk anak-anak sekolah usia sekolah menengah atas di Dusun Goisooinan, Sipora. Berjudul “ Pelatihan Pengamatan Satwaliar dan Penggunaan Smartphone untuk Promosi Konservasi”.  Kegiatan yang didukung oleh SWARAOWA dari Yogyakarta dan Fortwayne Children’s Zoo dari Indiana Amerika Serikat. Latar belakang acara ini adalah semakin susahnya kita menjumpai satwa-satwa asli mentawai dan generasi muda semakin jauh dari rasa memiliki kekayaan alam mentawai, beberapa daerah khususnya di Mentawai juga sudah bagus sinyal telekomunikasi, dan anak-anak ini hampir setiap hari menggunakan gawai. Oleh karena itu potensi generasi muda mentawai ini perlu di dorong dengan pengalaman-pengalaman lapangan yang memang tidak dapat di sekolah, bagaimana mendokumentasikan alam sekitar mereka dan membuat cerita untuk oranglain supaya lebih tertarik, ataupun mengenalkan diri mereka dan budaya mentawai.


Peserta acara ini adalah 15 orang  anak-anak usia SMA, 10 Orang darai Sipora dan 5 orang dari Siberut, terdiri dari 7 anak perempuan dan 8 anak laki-laki. Acara dilaksanakan 2 hari, dengan susunan acara 1 hari materi kelas dan 1 hari ke hutan. Pemateri yang di undang dalam acara ini adalah dari Birdpacker indonesia, organisasi konservasi burung dari Malang Jawa timur, ada mas Waskito Kukuh dan mbak Devi Ayumandasari, yang akan menyampaikan materi tentang pengamatan burung dan penggunaan smarphone untuk fotografi dan promosi konservasi melalui sosial media. dan tentang primata disampaikan oleh mbak Eka Cahayningrum dari SwaraOwa organisasi konservasi primata dari Yogyakarta yang berkerja untuk konservasi Owa Indonesia.

Hari pertama acara kelas di buka oleh Ketua Malinggai atau  yang mewakili ( Bapak Vincent) dan sambutan-sambutan dari dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.KepMentawai, dari dinas Pariwisata,  dan dari Desa Goisooinan.

Acara hari pertama setelah pembukaan oleh tarian-tarian adat dari sanggar malinggai Uma dari Siberut Selatan, dilanjutkan dengan  pengenalan dasar-dasar teknik pengamatan alam khususnya untuk satwaliar burung dan primata, dan menggunakan nya sebagai bahan publikasi di media sosial, sperti instagram, facebook, dan whatsapp.

Hari kedua acara dilakukan di hutan yang di bagi menjadi 3 kelompok, pengamatan-pengamatan di dokumentasikan di selesai pengamatan di lalukan presentasi hasil dari masing-masing kelompok.  Dalam menyampaikan presentasi ini peserta juga di perkenalkan oleh para pemateri tetang bagaimana menyajikan data dalam presentasi menggunakan power point yang sederhana dan menarik.

Antusias  peserta yang juga di dampingi para pendamping dari Malinggai Uma, telah berhasil mendokumentasikan foto-foto yang di jumpai selama pengamatan dan beberapa diantaranya juga sudah di upload di sosial media.

Harapannya kegiatan ini dapat memberikan wawasan baru dan pengalaman untuk generasi muda mentawai untuk lebih mengenal apa yang ada di sekitar mereka dan melestarikan identitas budaya asli mentawai.