Tuesday, May 30, 2017

Burung-Burung Siberut : warisan unik yang hampir larut

ditulis oleh : Imam Taufiqurrahman, email : orny_man@yahoo.com; Foto : Ismael Saumanuk

Peta kuno kep.Mentawai, dari Pinterest.com
Gulungan ombak dan kekhasan adat budaya telah lama membuat Siberut menjadi perhatian dunia. Namun keunikan pulau terbesar di gugus kepulauan Mentawai ini tak hanya itu. Nyaris separuh dari 37 jenis mamalia, termasuk lima primatanya, berstatus endemik. Ada sekitar 6o jenis herpetofauna dan lebih dari 150 jenis burung telah tercatat.

Misteri avifauna yang ada pernah mencipta daya tarik tersendiri bagi para naturalis. Uniknya, ini belumlah berlangsung lama. Dibanding Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan sebagai pulau-pulau utama Bumi Sikerei, eksplorasi burung di Siberut menjadi yang terakhir dilakukan.
Cecil Boden Kloss yang berkebangsaan Inggris, bersama rombongan dari Museum Raffles Singapura, adalah yang mengungkapnya pada 1924. Terpaut 22 tahun ketika Kloss pertama datang ke Pagai Utara dan Pagai Selatan, berselang 32 tahun setelah Dr. E. Modigliani asal Italia datang ke Sipora.

Jauhnya rentang waktu terjadi bukan tanpa sebab. Mengawali pemaparan hasil eksplorasinya, Kloss mengungkap alasan di balik itu. “Telah beberapa kali saya mengajukan ijin pada pemerintah Hindia Belanda untuk kunjungan ke Siberut,” jelasnya, “ Ketika akhirnya ijin turun, naturalis yang namanya tersemat pada salah satu primata endemik Mentawai ini mengeksplorasi avifauna Siberut selama satu bulan. Ia lalu mengunjungi kembali Sipora dan Pagai setelahnya. Kedatangan Kloss dan rombongannya ini tak hanya untuk burung, namun juga flora fauna lainnya serta etnografi. Hasil-hasil eksplorasi itu terpublikasi secara terpisah, dengan mengusung satu tajuk judul, Spolia Mentawiensis (atau dalam beberapa makalah tertulis Spolia Mentawiensia).
Srigunting kelabu
Kloss menyusun laporan hasil eksplorasi burung bersama Frederick Nutter Chasen. Tercatat 87 jenis di seluruh Kepulauan Mentawai. Khusus Siberut, ia mengumpulkan 314 spesimen dari 58 jenis. Enam di antaranya (dari total sebelas untuk seluruh kepulauan) dikukuhkan sebagai taksa baru, termasuk celepuk mentawai Otus mentawi yang di kemudian hari menjadi jenis tersendiri. 
Mengacu daftar jenis dari IOC, kini Kepulauan Mentawai memiliki dua jenis endemik. Selain celepuk mentawai, terdapat uncal pulau Macropygia modiglianii yang baru-baru ini dipisahkan dari uncal buau Macropygia emiliana. Adapun anak jenis dari kadalan birah Phaenicophaeus curvirostris  oeneicaudus, elang-ular bido Spilornis cheela sipora atau srigunting sumatera Dicrurus sumatranus viridinitens, terdapat beberapa ahli memisahkannya menjadi jenis tersendiri. Namun demikian peneguhan ini belum diamini seluruh kalangan.
Elang ular bido yang teramati di Siberut
Di hasil yang terbilang gemilang itu, Kloss sampai berani sesumbar, “Saya kira tak akan banyak lagi temuan tersisa bagi yang berikutnya berkunjung untuk kepentingan ornitologi, kecuali mungkin jenis-jenis migran dan burung pantai.”
Pernyataan Kloss seakan mampu menghentikan kajian ornitologi di pulau yang hampir seukuran Nias itu. Saat ini, di hampir satu abad setelahnya, hanya terbit sepuluh makalah mengenai burung-burung Siberut. Dua di antaranya yang mengungkap keberadaan sejenis paruh kodok sempat ramai diperbincangkan. Beberapa ahli menduga itu sebagai anak jenis dari paruh-kodok tanduk Batrachostomus cornutus yang belum terdeskripsi. Namun hanya sampai sebatas itu. Tak ada lagi kejelasan, tak terdengar lagi ada upaya pengkajian lebih dalam.
Mengingat keunikan sejarah alam Siberut, sebenarnya banyak tema lain yang menarik untuk dikuak. Berjarak hampir 150 km dari daratan Sumatera tidak serta-merta menjadikan avifauna Siberut serupa. Ketiadaan beberapa famili penghuni lantai hutan, seperti ayam hutan dan sempidan (Phasianidae) atau burung-burung semak, seperti pelanduk dan tepus (Timaliidae) demikian kontras dengan kondisi hutan Sumatera atau bahkan Sunda Besar. Tak ada satupun perwakilan dari burung pelatuk (Picidae), takur (Megalaimidae), atau kacamata (Zosteropidae), untuk menyebut beberapa.
Trinil Kaki Merah
‘Kekosongan’ yang diketahui semenjak lama itu menciptakan kekhasan relung ekologi yang menarik untuk dipelajari. Beragam jenis bajing tanah, tikus, dan mamalia kecil lainnya dianggap mengisi ketiadaan anggota burung semak. Banyaknya anggota keluarga merpati (Columbidae) seakan menggantikan ketiadaan jenis-jenis takur atau rangkong (Bucerotidae) yang hanya diwakili satu jenis. Pernah dilaporkan perilaku srigunting yang mencari makan dengan gaya pelatuk.
Beo Siberut
Kajian etno-ornitologi tak kalah menariknya. Lebih dari 50 jenis burung memiliki nama lokalnya sendiri. Cukup menjadi indikasi betapa dekat kehidupan masyarakat suku Mentawai yang dikenal sebagai salah satu suku tertua di Nusantara dengan burung. Belum lagi keberadaan lagu, tarian, motif dalam uma dan titi atau kisah-kisah legenda terkait hubungan manusia Mentawai dan burung.
dinding sebuah uma di Siberut
Minimnya eksplorasi ornitologi di Siberut membuat kesempatan melakukan penelitian terbuka lebar. Tak hanya taksonomi, ekologi, dan etno-ornitologi, studi jenis-jenis tunggal, juga upaya konservasinya, penting untuk dilakukan. Apalagi dengan kian berkurangnya tutupan hutan, proyek pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan maupun bangunan atau jumlah penduduk yang kian bertambah. Belum lagi ancaman dari perburuan burung untuk diperdagangkan. Tantangan nyata ada di hadapan.

Tuesday, May 23, 2017

Suara Alam Mentawai

Mulai bulan maret 2017, swaraOwa juga ada kegiatan di Kepulauan Mentawai, khususnya Siberut, tentunya untuk menambah pengalaman lapangan,membangun jaringan untuk memberikan kontribusi dalam upaya pelestarian jenis Owa endemik Kep.Mentawai. Owa di kep.Mentawai berwarna hitam gelap, dikenal dengan nama, Bilou nama ilimiahnya  (Hylobates klossii), silahkan cek di  daftar merah IUCN  untuk informasi tentang species ini.  
Bilou dan anaknya

Awal kegiatan ini bermula tahun 2010-2012, cerita lapangan waktu itu bisa di baca di blog http://monyetdaun.blogspot.co.id/ , dengan kata kunci " bilou ". Kemudian di akhir tahun 2016, bersama tim lapangan dari Siberut Selatan yang di motori oleh Damianus Tateburuk dan Ismael Saumanuk (Aman Andei) melalui Uma Malinggai Tradisional Mentawai, kami mencoba berkolaborasi lagi melakukan hal kecil untuk kontribusi menyebarkan pesan positif  pelestarian primata asli Mentawai khususnya di Pulau Siberut.
Menyusuri sungai Siberut

Bulan Maret 2017,  kami mulai dengan menggunakan peralatan  fotografi dan audio untuk dokumentasi keanekaragaman hayati di Pulau Siberut. dengan foto inilah kita dapat bercerita tanpa banyak kata-kata, Aman Andei dengan "panah" barunya untuk berburu yaitu sebuah camera  NIKON P900 dan Dami juga telah menggunakan kamera untuk dokumentasi. Tujuannya adalah untuk merekam keanekaragaman hayati, budaya dan peristiwa yang sehari hari terjadi di sekitar mereka.
Berburu foto

Kami langsung menuju lokasi berburu, di sekitar Siberut selatan, target kami adalah burung-burung di sekitar muara siberut. Sangat beruntung karena bulan-bulan ini adalah bulan dimana musim migrasi, jadi ada tamu-tamu istimewa dari belahan bumi utara yang singgah di Siberut. Beberapa foto yang kami dapatkan di antaranya ini. Selama beberapa hari berturut-turut kami menyambangi muara sungai siberut (dibelakang pasar siberut selatan), Kesempatan yang langka dan juga beruntung kami dapat menyaksikan langsung tamu-tamu jauh burung-burung migran yang singgah di Pulau Siberut.
Menyusuri sungai Siberut
Trinil kaki merah  ( 2 individu kiri) dan Cerek kernyut ( kanan)



Banyak hal terjadi terkait dengan keanekaragaman hayati di tempat-tempat yang sulit di jangkau, kita tidak pernah tahu dan tidak kenal, karena tidak ada dokumentasi apapun tentang hal itu. Oleh karena itu peran warga sekitar  habitat keanekargaman hayati berperan penting dalam mengarus utamakan pentingnya pelestarian alam. Lebih penting lagi foto-foto dan rekaman audio yang kami dapatkan dari alam mentawai juga menjadi semangat tersendiri bagi kami untuk terus berbuat sesuatu menyuarakan keindahan  dan kelestarian alam.
Piligi nama lokal siberut untuk burung elang ular bido

Pantau terus lini masa kami @swaraOwa dan tim dari lapangan dengan harapan suara alam Mentawai terus bergema menebarkan pesan positif  nilai keanekaragaman hayati dari pulau-pulau  di Samudera hindia,  ucapan terimakasih juga untuk  IUCN Gibbon specialist group dan Wildlife reserve Singapore yang telah mendukung kegiatan ini

Friday, May 5, 2017

Asoka : Anak Owa Hutan Sokokembang

halaman depan

Mengabarkan dari habitat Owa jawa, di hutan Sokokembang, Petungkriyono, Pekalongan bahwa telah  dan sedang terbit buku cerita untuk anak berjudul “Dongeng Asoka” Anak Owa Hutan Sokokembang, Buku ini  ditulis oleh Regina Stella dan illustrator Djatmiko Widhi Wicaksono, buku ini di tulis di tujukan untuk khususnya remaja dan orang tua, untuk mengenalkan Owa jawa dan perlunya pelestarian hutan pada umumnya.

Penulisan buku ini, berawal ketika penulis bersama keluarga dan anak-anak dari komunitas home schooling Yogyakarta, berkunjung ke hutan Sokokembang tahun 2013. Mereka menginap di Sokokembang dan melihat langsung primata di habitat aslinya. Dari kegiatan inilah ide membuat buku ini muncul. 
tahun 2013 kunjugan anak-anak ke Sokokembang

Dengan banyak diskusi langsung di lapangan, dan melihat langsung bagaimana perilaku owa, penulis  (Mbak Regina) dengan mudahnya memahami bahasa scientific behavior  Owa, yang tidak sama atau tidak dimiliki jenis satwa lainnya, kemudian dengan mudah merangkainya dalam sebuah tulisan sederhana dan mudah di pahami. Kemudian kami bertemu dengan mas Djatmiko, yang dengan keahlian yang sebagai illustrator, memvisualisasikan cerita Asoka.

Primatewatching, mbak Regina sedang menunjuk Owa untuk anaknya 

Untuk awal penerbitan buku ini kami telah mencetak 100 exemplar buku, dan di distribusikan secara gratis di beberapa wilayah habitat Owa di Jawa Tengah.  kami terus ingin menyebar luaskan buku ini untuk khalayak umum, dan sedikit revisi untuk text, sehingga lebih mudah di baca untuk anak-anak, dengan menampilkan banyak gambar dari pada tulisan. Penerbitan pertama buku ini merupakan bagian dari kegiatan "Kopi dan Konservasi Primata" yang di dukung oleh Wildlife Reserve Singapore, Ostrava Zoo, dan Fortwayne Chidren's Zoo



Bagi anda yang ingin mendapatkan buku “Dongeng Asoka” atau membantu mendanai penerbitan, distribusi dan turut berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian Owa jawa melalui buku ini bisa menghubungi kami di sokokembang.channel@gmail.com atau inbox di akun sosial media kami Instragram, FB dan twitter @swaraOwa.
cuplikan bagian buku
halaman belakang