Oleh
: Nur Aoliya , email : nuraoliya@apps.ipb.ac.id
Sepasang Owa Jawa |
“Emang ada Owa Jawa di Pekalongan?” itu pertanyaan pertama saya
saat mendengar program konservasi owa jawa oleh Coffee and Primate Conservation
Project atau sekarang lebih dikenal SwaraOwa di desa sukokembang, kecamatan petungkriyono
kabupaten pekalongan tahun 2014. Sampai sekarang tahun 2020 masih ada orang yang
mempertanyakan akan hal itu, bahkan orang pekalongan sendiri ada yang tidak tahu
kalo ada Owa Jawa di Pekalongan.
Salah satu yang unik dari owa adalah suara atau nyanyiannya, bak sebuah lagu. Baik owa betina maupun jantan dapat bersuara, namun waktu dan tipe suaranya berbeda. Owa jantan cenderung bersuara sebelum fajar sedangkan Owa betina cenderung bersuara setelah terang dan kadang siang hari. Jenis-jenis owa menghasilkan nyanyian lagu yang keras dan panjang yang sebagian besar dipamerkan oleh pasangan yang telah kawin. Biasanya, pasangan menggabungkan nyanyian ini (repertoire) dalam interaksi vokal, tepat waktu, dan kompleks untuk menghasilkan pola duet yang baik.1
Perbedaan
waktu bersuara Owa Jawa ini, kenapa seperti itu juga belum banyak yang
meneliti. Di dunia hanya Owa dari Jawa dan Owa dari Mentawai dimana antara
jantan dan betina tidak menyanyi bersama.
Lebih
menarik lagi suara yang dinyanyikan owa betina pada pagi hari yang disebut great call, karena suaranya sangat khas.
Suaranya dimulai dengan suara “waa” dengan interval lambat yang semakin cepat sampai
ke lengkingan panjang dan diakkhiri dengan interval yang semakin melambat. Mungkin karena itulah satwa ini lebih dikenal
sebagai owa-owa/ uwek-uwek karena suarnya terdengar melafalkan kata tersebut. Suara
betina selain khas juga memiliki peranan sangat penting, yaitu sebagai tanda
daerah teritorinya. Setiap kelompok owa memiliki area yang digunakan sebagai
tempat mencari makan, istirahat, reproduksi, dan segala aktifitasnya. Area tersebut
akan dijaga dan tidak akan mengijinkan owa dari kelompok lain untuk memasuki
area mereka. Tugas owa betina ini menyiarkan batas-batas areanya melalui
suaranya tiap pagi.
Lantas bagaimana owa tau bahwa ini suara betina yang mana? Dan dari kelompok mana? ini menjadi daya tarik saya untuk mepelajari variasi great call owa di sokokembang sebagai skripsi yang didukung oleh Swaraowa. Ternyata setelah saya mempelajari lebih lanjut baik secara literature maupun penelitian langsung setiap suara betina ini memiliki perbedaan. Perbedaanya dapat kita lihat dengan cara memvisualisasikan suara nyanyiannya, dan perbedaan yang utama dari nadanya, durasinya dan frekuensinya (lihat gambar dan video). Seperti suara manusia yang berbeda-beda sehingga kita bisa membedakan manusia hanya dari suaranya tanpa melihat wujudnya kan? owa jawa juga begitu.
Visualisasi suara 3 individu Owa jawa |
Saat
ada satu betina yang bersuara maka akan memancing betina lain akan bersuara. Antar betina yang beda kelompok tidak akan
bersuara bersamaan alias bergantian, agar pesan masing-masing kelompok tersampaikan. Biasanya betina
remaja akan belajar bersuara bersama induk betinanya, tapi kadang suaranya
masih nanggung atau tidak seharmoni induknya. Owa tidak akan bersuara saat
hujan atau malam harinya hujan. Soalnya suaranya akan lebih sulit terdengar
oleh kelompok lain dan butuh energi lebih saat hujan. Jadi dari pada energi terbuang sia-sia untuk
bersuara lebih baik digunakan untuk menghangatkan badan. Sama seperti kita kalo
hujan juga penginya rebahan ajah, tidak buang-buang energi.
Demikianlah
sebagian fakta unik tentang owa jawa. Mudah-mudahan owa jawa dimanapun khususnya di
Petungkriyono akan tetap lestari, owa
membantu regenerasi alami pohon-pohon alam, kita butuh hutan dan owa jawa sebegai satu kesatuan, menikmati
udara segar, air sungai yang deras dan jernih, sumber ekonomi dan ilmu pengetahuan yang harus kita rawat dan kelola dengan
bijaksana. Menikmati nyanyiannya di hutan setidaknya akan memberikan rasa
kedamaian diantara riuhnya suara-suara gemuruh pembangungan anthroposentris , nyanyian Owa seperti diva di tengah belatara, yang
menunjukkan bahwa hutan tempat hidupnya masih terjaga. Melestarikan owa jawa
dan hutan sama sajah menjamin kehidupan untuk manusia generasi selanjutnya.
Daftar Pustaka
1. Geissmann, T. dan V. Nijman. 2001. Calling Behaviour of Wild
Javan Gibbons Hylobates moloch In Java, Indonesia dalam Forest (and) Primates.
Conservation and ecology of the endemic primates of Java and Borneo. Tropenbos
Kalimantan Series
No comments:
Post a Comment