Oleh: Sidiq Harjanto & Kurnia Ahmadin
Varian Durian lokal Mendolo (foto Ikmal, Biolaska) |
Tekanan
terhadap hutan habitat owa jawa bisa dikurangi dengan mengembangkan ekonomi
berkelanjutan. Setidaknya, begitulah yang kami yakini. Pengembangan kopi hutan
(kopi yang tumbuh di bawah naungan alami hutan), gula aren, dan budidaya lebah
madu telah menjadi “amunisi” bagi Swaraowa dalam mendorong tumbuhnya ekonomi
lestari bagi masyarakat sekitar hutan habitat owa jawa. Bentuk-bentuk usaha
tersebut dianggap berkelanjutan sehingga selaras dengan upaya konservasi hutan.
Ketika kesejahteraan masyarakat bisa terwujud melalui usaha berkelanjutan, maka
eksploitasi berlebihan terhadap hutan bisa berkurang.
Di Desa
Mendolo, kami mendampingi Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo untuk menjadi
motor penggerak pelestarian alam di desanya. Kelompok ini turut berpartisipasi
dalam mengarusutamakan upaya pelestarian keanekaragaman hayati (kehati). Pengembangan
alternatif ekonomi diwujudkan dalam usaha prosesing pasca panen kopi,
pengembangan produk turunan lilin lebah, dan inisiasi wisata minat khusus.
PPM Mendolo
secara mandiri telah aktif merintis pendataan potensi avifauna di lingkungan
desa, dan pemantauan primata seperti: owa jawa, lutung jawa, dan kukang jawa. Ada
satu peluang besar untuk mengembangkan wisata pengamatan hidupan liar (wildlife watching) di Mendolo. Belakangan,
jenis wisata ini telah berkembang dengan pesat di dunia. Tak ketinggalan pula,
di negara kita.
Kedatangan
tim peneliti dari Mahasiswa Pecinta Alam Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(Biolaska) dan Indonesia Dragonfly Society (IDS) pada medio Januari kemarin
menjadi momen istimewa. Kegiatan utama
dua lembaga ini adalah eksplorasi keanekaragaman jenis anggrek, capung,
kupu-kupu, herpetofauna, burung,dan primata. Sebuah program yang selaras dengan
semangat anak-anak muda yang tergabung dalam PPM. Gayung bersambut, mereka
dilibatkan penuh dalam kegiatan selama dua minggu ini.
Eksplorasi kekayaan cita rasa durian Mendolo
Durian
telah menjadi komoditi unggulan yang diupayakan oleh warga Desa Mendolo sejak
lama, setidaknya di dua pedukuhan. Bisa dikatakan, durian adalah salah satu
penopang utama perekonomian warga. Durian Mendolo juga memiliki cita rasa yang
unggul. Namun, karena akses jalan menuju desa ini yang belum mendukung, namanya
kurang begitu dikenal oleh kalangan pecinta si buah khas tropis ini.
Muncul
gagasan dari kaum muda untuk menyusun paket wisata yang menawarkan pengalaman
menikmati durian lokal langsung di tempat di mana buah berduri ini dihasilkan. Mendatangkan
wisatawan dalam grup-grup kecil menjadi strategi yang dipilih untuk mengakali
kendala akses jalan. Wisata minat khusus ini menjadi harapan baru untuk
mendongkrak nama Mendolo sebagai salah satu desa penghasil durian berkualitas.
Di sela
kegiatan eksplorasi, PPM Mendolo mengajak Biolaska, IDS, dan Swaraowa untuk mendata
potensi durian lokal di desa mereka. Hari itu, 15 Januari 2023, kami
bersama-sama membedah karakter dan cita rasa buah durian lokal hasil budidaya
para petani setempat. Aneka varian durian tersebut didokumentasi dan dicatat karakteristik
cita rasanya. Pendokumentasian dan karakterisasi buah ini nantinya menghasilkan
sebuah katalog yang bisa memandu para durian enthusiast untuk mengeksplorasi cita rasa durian lokal asli
Mendolo.
Pada 24
varian durian yang dijadikan sampel, dijumpai bermacam-macam karakter, baik
fisik maupun rasa. Bentuk buah bervariasi, seperti: bulat sempurna, bulat
telur, bulat bergelombang, lonjong, hingga bentuk serupa tetes air. Warna kulit
buah bervariasi dari warna hijau, kuning, hingga cokelat. Warna buah juga
menunjukkan variasi warna seperti: putih, semlasih
(putih kekuningan), hingga kuning. Dari sisi rasa buah, bisa ditemukan rasa
manis creamy, alcoholic, agak pahit, hingga ketan. Ketebalan daging buah bisa
dinilai dari yang tipis hingga yang tebal.
Kami
meyakini bahwa eksplorasi cita rasa durian lokal bisa menjadi tawaran menarik
bagi para pecintanya sehingga layak dibungkus dalam kemasan wisata. Belajar
pada perkembangan komoditi kopi yang menawarkan eksplorasi pengalaman rasa
dengan detail-detail yang mengagumkan, maka durian pun punya peluang yang sama.
Apalagi jika dikaitkan dengan isu mengenai kehati.
Kehati
sendiri dibagi dalam tiga tingkat, yakni: spesies, genetik, dan ekosistem. Sependek
pemahaman kami, kekayaan varian durian di Mendolo kiranya bisa menjadi contoh
keanekaragaman tingkat genetik. Lantas, bukankah mengapresiasi keanekaragaman
varian tersebut bisa menjadi sebentuk upaya mengarusutamakan kesadaran akan
kehati?
Keanekaragaman hayati dalam praktik pangan
proses pembuatan katalog tanaman pangan liar (Foto Ikmal, Biolaska |
Apresiasi komunitas masyarakat terhadap keanekaragaman
hayati bisa tercermin dari praktik pangan mereka. Isu mengenai potensi pangan lokal di Desa
Mendolo sudah digaungkan sejak tahun kemarin, tepatnya pada Hari Pangan
Sedunia, 16 Oktober. Masyarakat Mendolo sendiri, mengenali dan
memanfaatkan setidaknya 80 jenis tumbuhan dan jamur liar sebagai bahan pangan.
Namun, pengetahuan ini bisa hilang jika tidak terdokumentasi dengan baik.
Masih dalam
rangkaian kegiatan yang sama, para peserta diajak untuk ngramban, sebuah istilah untuk aktivitas mengumpulkan tetumbuhan
pangan yang tumbuh liar di hutan. Setiap jenis tumbuhan diambil sampelnya. Tim
Biolaska dan IDS membantu mendokumentasi dan mengidentifikasi tiap spesies. Hari itu ditutup dengan makan malam istimewa
dengan menu-menu yang diolah dari hasil ngramban
pagi hingga siang tadi.
proses pengumpulan sampel pangan liar ( foto Ikmal ,Biolaska) |
Menikmati olahan pangan liar ( foto Ikmal, Biolaska) |
Kehati pangan menjadi isu strategis karena menjadi kunci ketahanan masyarakat desa dalam menghadapi krisis pangan yang masih menjadi ancaman di masa depan. Di sisi lain, diversitas pangan juga membuka peluang munculnya produk bernilai ekonomi. Siapa tahu, di antara belasan jenis jamur hutan ada yang bisa dikembangkan sebagai komoditi baru. Bukan mustahil pula suatu saat blibar pucung/kepayang bisa dijual ke restoran-restoran mahal.
Menuju desa sadar kehati
Dalam
perkembangannya, program-program yang berjalan di Mendolo bukan semata-mata
ditujukan sebagai tawaran alternatif ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga digadang
sebagai katalisator pembangunan desa. Undang-undang No 6 Tahun 2014 Tentang
Desa berimplikasi pada perubahan paradigma dari “membangun desa” menjadi “desa
membangun”. Artinya, aktor utama pembangunan desa mestinya adalah warga desa
itu sendiri. Dalam perspektif kelestarian alam, kesadaran ruang hidup dan
kesadaran mengenai sejarah desa perlu dimiliki masyarakat sebagai prasyarat
kesuksesan praktik pembangunannya.
Pemahaman
bahwa alam merupakan sebuah sistem yang bekerja terus-menerus, saling berinteraksi,
sehingga manusia mesti mengenal faktor-faktor biotik dan abiotik beserta
interaksi antarfaktor-faktor tersebut. Sebagai contoh sederhana, kita bisa
mencermati praktik budidaya durian para petani di Mendolo. Sebagian besar
petani di desa ini menggantungkan produktivitas tanamannya pada alam. Hal ini
menegaskan pentingnya pengetahuan keseimbangan ekosistem yang akan berefek pada
hasil panen yang bisa mereka dapatkan.
Ternyata,
untuk menghasilkan hasil panen yang bagus, petani tidak cukup sekadar memberikan
pupuk dan melakukan perawatan tanaman. Jangan lupa bahwa petani juga membutuhkan
jasa pengendalian hama melalui burung-burung liar yang memangsa serangga, dan
juga penyerbukan bunga dari jenis-jenis kelelawar pemakan nektar. Ini
menunjukkan betapa pentingnya menjaga kehati agar fungsi-fungsi ekosistem tetap
terjaga.
Kehadiran tim Biolaska dan IDS membantu kami dalam transfer pengetahuan mengenai dasar dari komponen penyusun ekosistem yaitu keanekaragaman hayati. Untuk menjangkau rentang usia yang lebih luas mengenai transfer informasi ini, pada akhir kegiatan di Mendolo, Tim Biolaska dan IDS melakukan pengamatan kehati bersama dengan anak-anak dan remaja di desa Mendolo. Anggaplah ini sebagai ikhtiar konservasi agar generasi mendatang terus memiliki kesadaran mengenai pentingnya kehati dan keseimbangan ekosistem.
Apresiasi sebesar-besarnya kepada Biolaska UIN Sunan Kalijaga, Indonesia Dragonfly Society, PPM Mendolo, pemerintah desa dan segenap masyarakat Mendolo.
No comments:
Post a Comment