Oleh : Aloysius Yoyok
Survei populasi bilou, Owa mentawai -Hylobates klossii ini dilakukan di kawasan hutan yang secara administratif masuk ke dalam wilayah desa Maileppet. Sebagian besar kawasan hutan di wilayah desa ini sudah beralih kepemilikan secara adat. Dari kelompok-kelompok uma (suku) yang menguasai lahan hutan itu secara turun-temurun, belakangan ini terutama ketika pembangunan infrastruktur berupa akses jalan secara masif dilakukan oleh pemerintah, pada umumnya lahan-lahan itu sudah dikapling-kapling dengan ukuran yang bervariasi dan kini sudah dikuasai oleh kelompok-kelompok penduduk migran.
Di Kawasan desa Maileppet yang terletak di pesisir timur pulau ini carut-marut klaim kepemilikan lahan dan hutan yang berlarut-larut telah turut memberikan efek negatif terhadap isu-isu konservasi alam. Sebagian besar lahan hutan ini adalah lahan yang secara adat masih menjadi sengketa antara kelompok uma Sarubei yang tinggal di Maileppet dengan kelompok uma Sarereake yang tinggal di Saliguma dan kelompok uma Samalinggai yang tinggal di Muara Siberut. Penjualan lahan yang dilakukan oleh beberapa oknum anggota uma itu adalah salah satu strategi untuk menguasai dan mendapatkan keuntungan tunai cepat dari lahan dan hutan itu.
Hutan alam yang tersisa di desa Maileppet ini terletak di sekitar perbatasan Desa Maileppet dengan desa Saliguma. Di era 70-80 an kawasan ini pernah menjadi wilayah konsesi HPH yang dikuasai oleh PT. CPPS. Setelah beberapa tahun berlalu, ketika alam berlahan memulihkan diri, ketika kayu-kayu pioner mulai mengisi celah-celah kosong di sepanjang jalur jalan logging, pada tahun 2000 an penduduk Siberut seolah berlomba-lomba membuka hutan kembali secara masif terutama di daerah dataran yang memiliki lapisan tanah subur yang cocok untuk bertanam nilam. Komoditi penghasil minyak atsiri ekspor ini pernah mengalami masa keemasannya di wilayah ini pada tahun-tahun itu.
Kini sesudah pemerintah kabupaten memutuskan untuk membuka akses penghubung antar kecamatan, di ruas jalur jalan yang menghubungkan Desa Maileppet- Desa Saliguma itu jalur jalan yangdisebut sebagai jalur Trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma itu dibangun dengan memanfaatkan bekas jalur jalan logging yang pernah dibangun oleh PT. CPPS itu. Namun pembukaan jalur jalan itu telah mendorong terjadinya peralihan kepemilikan lahan dari kelompok-kelompok adat ke tangan kelompok-kelompok penduduk migran.
![]() |
| Kondisi habitat bilou di hutan Mailepet |
Lokasi
Survei populasi bilou ini dilaksanakan di kawasan hutan di sekitar bantaran sungai Panasalat yang mengalir dari lereng perbukitan Simaelu-elu dan bermuara di Teluk Sadabak. Di kawasan ini masih terdapat beberapa fragmen hutan yang telah tersekat-sekat oleh perladangan tradisional dengan vegetasi utama berupa tanaman pohon durian, cempedak, kelapa dan jenis-jenis tanaman tradisional lainnya dan sebagian lahan yang lain kini adalah lahan-lahan kosong, hutan alam itu telah dibabat dan ditebang. Karena pemilik lahan itu sebagian besar adalah etnis pendatang, nampaknya sebagian kawasan itu akan dikelola dengan teknik dan cara yang tidak lagi seperti dahulu. Kelompok-kelompok penduduk penduduk itu dari etnis pendatang (Batak, Nias, Minangkabau).
Kegiatan survei populasi bilou di kawasan ini dilakukan karena adanya pengalaman tim survei yang masih mendengar suara-suara dari kelompok-kelompok bilou yang masih menempati kawasan itu saat kebetulan melintasi kawasan itu.
Pelaksanaan kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode triangulasi, metode survei dengan pengambilan data suara di 3 titik pengamatan yang dilaksanakan selama 4 hari, terhitung dari tanggal 12-15/12/2025. Penentuan ke 3 titik triangulasi sempat mengalami sedikit kendala. Generasi muda yang berasal dari Maileppet kurang begitu mengenali lekuk-liku lingkungan alam yang pernah menjadi milik mereka itu. Ke 3 titik pengamatan suara mengambil titik masing-masing 2 titik pengamatan di dekat hulu sungai Panasalat dan 1 titik pengamatan di dekat hulu sungai Simanggeak.
Hari pertama, 12/12/2025
Sesudah sempat tertunda selama 3 hari akibat cuaca yang terus-menerus hujan di akhir tahun ini, tim akhirnya berangkat menuju kawasan yang sudah direncanakan. Jam menunjukkan pukul 05.15 saat hujan sudah mereda 1 jam sebelum tim berangkat. Namun meski cuaca agak mendung di pagi itu pada pengamatan suara di hari pertama ke 2 tim yang mengamati di titik LPS 1 dan 2 berhasil mendengar 4 suara bilou, 1 sumber suara terdengar cukup dekat, hanya berjarak sekitar 200 meter saja dari titik LPS 1, sementara 1 kelompok bilou dari arah dekat sungai Panasalat memperdengarkan suara great call-nya. 2 sumber suara bilou yang lain tidak memperdengarkan great call, hanya morning call saja. Sesudah jam pengamatan suara berlalu di pukul 10.00 WIB, tim dari LPS 1 kemudian bergerak perlahan-lahan menuju arah suara bilou yang berjarak sekitar 200 meter saja dari titik LPS. Namun sayangnya tim belum berhasil melihat langsung kelompok kecil bilou itu karena hujan kemudian turun dengan intensitas cukup deras. Namun meski demikian kelompok kecil ini kemungkinan besar terdiri dari 2 individu saja, ditilik dari suara yang dihasilkan oleh kelompok kecil itu, ada 2 variasi suara morning call, 1 individu dewasa dan 1 individu remaja.
Hari ke dua, 13/12/2025
Pada survei yang dilaksanakan pada hari ke 2, cuaca kembali cenderung berawan, matahari hanya sedikit memunculkan sinarnya dan kembali hujan gerimis turun. Pada survei hari ke dua itu tim dari LPS 1 berhasil mendengar suara morning call dari kelompok bilou,hanya berjarak sekitar 300 meter dari titik pengamatan. Sesudah jam pengamatan suara berlalu, tim kembali bergerak untuk melihat langsung kelompok bilou itu. Kali ini tim berhasil melihat langsung kelompok bilou itu yang terdiri dari 2 individu dewasa dan 1 individu remaja.
Demikian juga tim yang melakukan pengamatan di titik LPS 3 rupanya juga bertemu dengan kelompok bilou yang sedang bergerak aktif di kanopi pepohonan, tidak jauh dari titik LPS 3. Kelompok bilou itu terdiri dari 2 individu dewasa, 1 individu remaja menjelang dewasa, 2 individu remaja dan 1 individu anak-anak.
![]() |
| Kondisi hutan di tempat pengamatan LPs 2 |
Hari ke 3, 14/12/2025
Pada hari ke 3 pengamatan cuaca cenderung cerah namun pagi itu angin berhembus cukup kencang. Sampai jam pengamatan berakhir ke 3 tim tidak berhasil mendengar suara bilou.
Hari ke 4, 15/12/2025
Pengamatan yang dilakukan pada hari ke 4 juga gagal mendeteksi suara bilou. Pagi itu cuaca cenderung berawan namun tidak lagi ditingkahi hembusan angin kencang seperti pada pengamatan yang dilakukan pada hari ke 3. Namun meski cuaca cenderung lebih baik, pengamatan suara pada hari ke 3 itu hanya berhasil mendengar suara dari kelompok simakobu (Simias concolor) saja yang bersuara saat mendengar bunyi pesawat terbang melintas di udara.
Potensi dan peluang
Kawasan di mana kegiatan survei populasi bilou ini dilakukan merupakan kawasan yang cukup terjangkau dari pemukiman di Maileppet. Maileppet sendiri merupakan gerbang masuk di Siberut bagian selatan karena di desa ini terletak dermaga utama untuk bersandar kapal yang tiba dari Padang. Selama 4 hari kegiatan survei populasi bilouini dilakukan, tim berhasil melihat langsung keberadaan 2 kelompok bilou yang masing-masing terdiri dari 3 individu dan 5 individu. Sementara 1 kelompok yang terdengar bersuara great call serta 1 kelompok yang terdengar bersuara morning call belum berhasil diidentifikasi ukuran kelompok itu. Kegiatan survei populasi primata ini berhasil membuktikan jika di kawasan hutan yang relatif kurang bagus (siutable) itu ternyata masih terdapat kelompok-kelompok bilou.
Di waktu dan tempat yang berbeda tim juga berhasil berdiskusi dengan Kepala Desa Maileppet dan melakukan share informasi terkait hasil kegiatan survei populasi bilou itu. Secara umum Kepala Desa Maileppet mendukung kegiatan konservasi bilou di wilayah administratifnya dan berencana untuk turut mengembangkan potensi desa itu sebagai destinasi wisata minat khusus pengamatan satwa liar.
Namun meski kawasan ini adalah wilayah konservasi dari BKSDA Sumatra Barat namun kawasan hutan ini memiliki kerumitan yang sangat khas. BKSDA sebagai pemangku kepentingan utama sebagai wakil dari pemerintah seolah tidak berdaya mengelola kawasan yang menjadi tanggung jawabnya ini. Penduduk setempat selama ini terus saja melakukan jual-beli kapling-kapling lahan hutan di kawasan itu. Penebangan kayu-kayu besar untuk kebutuhan konstruksi penduduk setempat sebagian besar berasal dari wilayah itu, demikian pula pembukaan hutan untuk pengambangan perladangan penduduk terus saja berlangsung. Demikian pula perburuan liar yang kini dilakukan oleh generasi muda dengan menggunakan senapan angin yang lebih modern; dilengkapi dengan teleskop dan peredam suara juga semakin masif dan belum ada kontrol dari pihak manapun. Hal ini tentu saja merupakan tantangan besar untuk konservasi hutan dan keanekeragamanhayati di wilayah hutan ini, terutama mengingat sebagian kawasan hutan itu kini secara tradisional sudah berpindahtangan dari penduduk setempat ke tangan penduduk dari etnis pendatang meskipun belum memiliki legalitas sah dari pihak yang berwenang.

.jpg)
No comments:
Post a Comment