Tuesday, March 5, 2024

Partisipasi Swaraowa di Acara Perayaan Hari Satwaliar Sedunia

 World Wildlife Day Regional Youth Symposium 24-25 February 2024, Singapura

Oleh : Kurnia Ahmaddin dan Nur Aoliya




World Wildlife Day (WWD) merupakan hari untuk merayakan keragaman satwaliar di seluruh dunia dan memperingati penandatanganan pertama Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) pada tanggal 3 Maret 1973. Dalam rangka perayaan global ini, National Parks Board (NParks) Singapura menggagas acara World Wild Life Day Regional Symposium yang menyoroti hidupan liar  Asia Tenggara. Acara ini diselenggarakan oleh anak muda ( dibawah usia 35 tahun) yang tergabung dalam program Youth Stewards for Nature dari NParks. Agenda tahunan yang dimulai sejak 2022 ini di selenggarakan pada tanggal 24-25 Feb 2024 di Singapura. Acara ini dihadiri lebih dari 300 peserta, yang terdiri dari anak-anak muda dari regional asia Tenggara yang tertarik atau sedang belajar dan bahkan terlibat dalam konservasi alam dan satwa liar. Peserta juga merupakan perwakilan dari regional negara anggota ASEAN yang diundang oleh peyelenggara. Lebih dari 10 lembaga konservasi dari Indonesia diundang untuk mengikuti simposium ini, termasuk kami dua orang delegasi yang mewakili  Swaraowa

Tema global WWD 2024 adalah “Connecting People and Planet: Exploring Digital Innovation in Wildlife Conservation”. Sesuai dengan tema tersebut acara ini memiliki lima tujuan utama, yaitu : 1) Membangun jaringan konservasi generasi muda di Asia Tenggara. 2) Menghubungkan generasi muda dengan mentor di bidang konservasi satwa liar. 3) Meningkatkan kesadaran internasional akan praktik konservasi inovatif di Asia Tenggara. 4) Menyoroti solusi digital baru untuk pemantauan dan perlindungan satwa liar. 5) Mendorong pengelolaan lingkungan dan perlindungan alam untuk masa depan. Acara terdiri dari seminar dari para ahli yang bergeak dibidang konservasi alam dan satwaliar, focus group discussion, workshop dan youth show case.


Acara pada hari pertama dimulai dengan pembukaan berupa sambutan oleh ministry for national development Singapore Mr. Desmond Lee. Sambutan kedua disampaikan oleh Dr. Sonja Luz yang merupakan CEO Mandai Nature dan ditutup dengan pesan yang disampaikan oleh Ms. Ivonne Higuero sebagai Sekretaris Jenderal CITES melalui video yang dibuat khusus untuk membuka acara ini.  Acara dilanjukan dengan seminar sesi pertama mengenai konservasi biodiveritas yang dibantu dengan teknologi. Pemateri pertama adalah Mr Nguyen Van Thai dari Vietnam yang menyampaikan presentasi mengenai penggunaan kamera trap, drone, SMART patrol dan GPS tracker untuk patroli pemantauan satwa liar dan tindak perburuan di Vietnam. Garis besar paparannya adalah penggunaan kamera trap yang diengkapi dengan penguat sinyal untuk pemantaun perburuan secara ‘realtime’. Lebih lanjut lagi beliau bercerita mengenai penggunaan GPS tracker untuk mengetahui keberadaan Trenggiling (Manis sp.) dan untuk mencari keberadaan tregiling tersebut antena tracker dipasangkan pada drone sehingga jangkauan pencarian lebih luas dan cepat dibandingkan tracking manual hanya mengandalkan manusia.

Pemateri selanjutnya adalah Mr. Malcom Soh dari National Park Board Singapore yang mempresentasikan mengenai koleksi data satwa liar dan tumbuhan dengan kamera trap dan alat perekam pasif serta upaya pencegahan konflik antara manusia dan satwa Liar. Pemateri ketiga adalah Anton L. Delgado dari Pulitzer Center Cambodia point besar penyampaiannya adalah pentingnya penggunaan sosial media oleh anak-anak muda dalam melaporkan atau memberitakan kejahatan perdagangan satwa liar di Kamboja. Selepas makan siang  Ms Trang Nguyen dari WildAct Vietnam dan Ms. Reaksmey Luy dari CEPA Kamboja bercerita mengenai pentingnya pendidikan dan peranan wanita dalam perlindungan satwa liar di negara mereka. Sebagai penutup sesi seminar Bapak Alex Waisimon  dari Isyo Hill’s Eco-Tourism Papua Indonesia menuturkan kepada kami para peserta untuk menyeimbangkan hubungan antara manusia dan satwa liar. Beliau bercerita mengenai proses merubah pemburu burung untuk aktif menjadi guide wisata pengamatan burung di Papua.


Menutup rangkaian hari pertama acara, semua peserta mengikuti focus group discussion yang difasilitasi oleh youth biodiversity leaders dari seluruh ASEAN. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok kecil 10-12 orang/kelompok dan diberikan sekenario tertentu dimana setiap orang dalam kelompok tersebut memilik peran masing-masing sebagai pemangku kepentingan.  Dari kegiatan ini peserta belajar mengenai tantangan dan peluang dalam pelibatan pemangku kepentingan untuk konservasi keanekaragaman hayati.

Hari kedua peserta dibebaskan memilih workshop yang diadakan, dimana tersedia 10 workshop dari Lembaga-lembaga di Sigapura. Beberapa workshop diantaranya adalah kunjungan ke Mandai Nature untuk melihat konservasi burung secara ex-situ  dan mengetahui bagaimana penggunaan teknologi dalam Singapore Zoo. Peserta yang tertarik dengan konservasi terumbu karang juga dapat mengujungi workshop di St John’s Island National Marine Laboratory (SJINML). Peserta yang lebih tertarik dengan kegiatan kampanye dapat mengikuti wokshop di ArtScience Museum, WWF-Singapore Workshop, Global Youth Biodiversity Network Southeast Asia, dan Nature Storytelling Workshop. Kami memilih untuk mengikuti Ethnobotany Workshop: Connecting People, Plants and Culture di Singapore Botanic Gardens dan LKCNHM Workshop: Revealing Conservation Narratives through Taxonomy di Lee Kong Chian Natural History Museum (LKCNHM).

Acara terakhir ditutup dengan youth show case yang merupakan presentasi dari proyek-proyek konservasi yang diprakarsai oleh pemuda di kawasan ASEAN. Adapun penampilan proyek tersebut berupa pemaparan poster dan Indonesia menampilkan dua  proyek yaitu dari Nusa Biodiversitas Indonesia dan PROGRES Sulawesi yang menampilkan kegiatan pendampingan masyarakat di Lombok dan Sulawesi. Kami juga menyaksikan presenter poster dari negara lain seperti Kamboja, Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Acara ditutup dengan foto bersama seluruh peserta yang mengikuti rangkaian acara.

Kami merasa sangat beruntung menjadi bagian dari Simposium pemuda ini. Hal ini karena kami mendapatkan pengetahuan baru yang disampaikan oleh pengisi seminar dan fasilitator workshop, kami juga dapat menambah jaringan pertemanan di Asia Tenggara. Bayaknya peserta muda yang hadir merupakan secercah harapan mengenai regenerasi dan tersambungnya rantai generasi konservasi biodiversitas di Asia Tenggara. Salam Konservasi

Monday, February 12, 2024

PERTEMUAN PENGAMAT BURUNG INDONESIA (PPBI)

Dari Natuna belajar dari PPBI XI di Pekalongan

Oleh Ahdiani

Pertemuan Pengamat Burung Indonesia (PPBI), sebuah acara yang baru bagi saya. Ternyata pertemuan Tingkat Nasional ini sudah dilaksanakan 10 kali dan segera diselenggarakan yang ke 11 di desa Mendolo kecamatan Lebakbarang, Pekalongan. Informasi pertama kali saya dapatkan dari Mas Wawan, founder swaraowa. Swaraowa sendiri merupakan mitra terpenting bagi kami dari komunitas MANTAU KEKAH dalam melakukan Upaya konservasi kekah Natuna,dari beliau kami banyak belajar dan inspirasi akan eksistensi kekah natuna sebagai endemik di pulau bunguran, tempat saya tinggal. 

11 Januari 2024 sekitar jam 10 pagi, saya menadapat pesan singkat dari Mas Wawan. “Mau berangkat ke sini gak?. Swaraowa sediakan transportnya untuk satu orang dari Natuna.” Begitulah pesan singkat yang disertai dengan poster PPBI XI yang akan diselenggarakan di desa Mendolo, Pekalongan dari tanggal 19 hingga 21 Januari 2024. Tanpa berfikir Panjang, saya langsung mengiyakan dengan harapan bisa belajar banyak dalam pertemuan tersebut. Sebagai pemula dalam Upaya konservasi, tentu saya harus banyak belajar dari kegiatan-kegiatan seperti ini. Saya pun langsung mendaftarkan diri dengan biaya pendaftaran Rp. 250.000,- sesuai dengan dengan arahan dari panitia penyelenggara.

Kami pun mempersiapkan perjalanan menuju Pekalongan. Skenario perjalanan dari Natuna menuju Pekalongan akhirnya kami sepakati menggunakan pesawat Natuna ke Jakarta, dilanjutkan menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Pekalongan. Tanggal 18 Januari 2024 saya berangkat seorang diri dari kediaman, desa Mekar Jaya kecamatan Bunguran Barat menuju bandara Ranai. Pukul 15.00 saya berangkat menuju Batam yang merupakan bandara transit pesawat yang saya tumpangi. Barulah pukul 18.40 WIB saya sampai di bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Dari bandara saya harus bergerak lagi ke stasiun Senen untuk melanjutkan perjalanan ke Pekalongan menggunakan kereta api. Saya baru sampai di stasiun Pekalongan pukul 05.00 WIB. Pekalongan untuk pertama kalinya saya sampai, membuat saya sangat terkagum dengan suasananya. Tentu sangat jauh berbeda dengan Natuna. Merupakan kepulauan terluar Indonesia, Natuna dikelilingi oleh laut China Selatan dan berbatasan langsung dengan beberapa negara. 

Saya langsung bergabung dengan beberapa peserta lain yang kebetulan tiba disaat yang sama di stasiun. Kami pun langsung bersiap bergerak ke lokasi yang diarahkan oleh panitia. Menggunakan taksi online, kami tiba di Kantor KPH Pekalongan dan bergabung dengan para peserta yang sudah sampai duluan. Sesuai jadwal, pukul 08.00 WIB kegiatan pun dimulai. Seminar Nasional Pengamat Burung Indonesia yang bertemakan “Kendurian Lawan Kepunahan” yang diisi oleh beberapa para narasumber yang sangat luar biasa dan kompeten dan mereka merupakan pelaku lapangan, membuat saya sangat terkagum dan banyak sekali ilmu dan inspirasi baru yang saya dapatkan. Selain ilmu, tentu juga semangat bergerak akan menjadi tambahan modal bagi saya agar bisa memaksimalkan upaya pelestarian satwa-satwa yang ada di Natuna.

Menggunakan “doplak”, peserta bergerak ke desa Mendolo begitu acara seminar selesai. Sampai di desa, peserta diarahkan ke homestay (rumah warga) yang memang sudah disiapkan oleh panitia. Setelah menyiapkan segala sesuatunya, peserta diarahkan untuk makan malam. Selesai makan malam, semua peserta berkumpul melakukan kegiatan diskusi bersama terkait berbagai potensi kegiatan yang bisa lakukan bersama untuk melawan kepunahan itu sendiri. Yang paling menarik dikegiatan malam pertama ini adalah, peserta disuguhi berbagai macam varian durian yang merupakan hasil petani lokal. Kebetulah dan memang sudah direncanakan sebelumnya oleh PPM Mendolo sebagai panitia untuk menyesuaikan waktu pelaksanaan bertepatan dengan musim durian.

Hari ke-2 dari rangkaian kegiatan PPBI XI di desa Mendolo ini adalah pengamatan burung yang ada di sekitaran hutan desa. Yang menjadi perhatian saya adalah pagi hari saya dibangunkan oleh nyanyian owa. Mendengar suara nyanyian owa merupakan pengalaman pertama bagi saya. Berikutnya setelah sarapan, peserta dibagi menjadi 2 tim dan bergerak di 2 lokasi yang berbeda. Saya sendiri memilih untuk melakukan pengamatan burung dilokasi dusun tempat kami menginap. Selama pertemuan pengamatan burung di desa Mendolo, kami diajak untuk menjelajahi berbagai habitat burung di sekitar desa. Burung-burung berkicau mengisi udara segar di pagi hari di tengah-tengah hutan durian yang penuh dengan buah durian yang siap untuk dipanen. Sungguh pemandangan yang luar biasa dan mengagumkan.

Dalam aktifitas hari kedua ini, kami juga diperlihatkan bagaimana kegiatan budidaya lebah yang dilakukan oleh Masyarakat Mendolo. Tentu sangat menarik perhatian saya karena memang sebelumnya juga saya sudah merencanakan melakukan hal yang sama untuk tujuan edukasi dan konservasi di Natuna terkait lebah yang sudah kami temukan berbagai jenis.

Selain pengamatan burung, kegiatan ini juga memberi kami, khusunya saya kesempatan untuk bertemu langsung dan belajar dari para ahli serta pengamat burung dari berbagai daerah. Diskusi-diskusi yang kami adakan membahas isu-isu konservasi dan pentingnya melestarikan habitat alam bagi burung. Ini adalah kesempatan langka untuk memperdalam pemahaman kami tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati di seluruh Indonesia.


Foto bersama adalah sesi akhir di hari terakhir kegiatan sebelum para peserta kembali ke daerah asalnya masing-masing. Saat akhirnya tiba waktu untuk meninggalkan desa Mendolo, Pekalongan, kami membawa pulang kenangan yang tak terlupakan dari petualangan kami. Dari keindahan alam Natuna hingga keanekaragaman burung di desa Mendolo, setiap langkah diikuti oleh keajaiban alam yang mengagumkan. Kami berharap bahwa pengalaman ini tidak hanya akan menjadi sebuah laporan perjalanan, tetapi juga akan menjadi dorongan untuk melindungi dan memelihara kekayaan alam Indonesia untuk generasi mendatang, khususnya bagi saya pengalaman dari kegiatan ini menjadi nutrisi semangat baru untuk lebih giat bergerak agar semua pihak bisa sadar bersama akan eksistensi dari keberadaan satwa-sata di sekitar kita.


Saturday, January 27, 2024

Pertemuan Pengamat Burung Indonesia, Desa Mendolo Pekalongan Jawa Tengah

 Oleh : Kurnia Ahmaddin

burung cekakak batu maskot PPBI XI di pohon durian ds.Mendolo


        Pertemuan Pengamat Burung Indonesia atau lebih dikenal dengan PPBI adalah forum yang mewadahi para pengamat, fotografer dan pegiat konservasi burung dalam diskusi konservasi burung. Forum ini dilaksanakan pertama pada tahun 2007 yang mencakup segala kalangan usia.
  Pada perjalanannya forum ini sudah mempublikasikan karya bersama yaitu kode etik pengamat burung Indonesia pada tahun 2019 dan Atlas Burung Indonesia Volume 1 yang terbit pada Tahun 2021. Dapat dikatakan event ini merupakan ‘lebaran’ bagi para pengamat burung Indonesia. Berdasarkan pada kesepakatan PPBI X sebelumnya di Tabanan, Bali, PPBI pada tahun 2024 akan membahas tentang perburuan burung dan diselenggarakan di Desa Mendolo Lebakbarang, Pekalongan Jawa Tengah.

 Paguyuban Petani Muda Mendolo ( PPM mendolo) bekerjasama dengan Swaraowa adalah penyelenggara PPBI XI mengambil tema   Kendurian Lawan Kepunahan” acara dilaksanakan pada tanggal 19-21 Januari 2024. Hari pertama  bertempat di Aula KPH Pekalongan Timur, 93 peserta pecinta burung liar datang untuk mengikuti rangkaian acara ini. Peserta hadir dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, dosen, siswa homeschooling, photographer, Taman Nasional Karimunjawa, BKSDA Jawa Tengah, dll. Dari asal kota mulai peserta datang  dari Jakarta, Bogor, Jogjakarta, Semarang, Surakarta, Malang dan terjauh dari kepulauan Natuna.  Acara dimulai dengan pembukaan oleh PPM Mendolo selaku panitia disambut oleh Jajaran pejabat KPH Pekalongan Timur. Dilanjutkan dengan seminar nasional yang akan diisi oleh  Dwi Nugroho Adhiasto dari Yayasan SCENTS  yang memperesentasikan perburuan satwaliar khususnya jenis-jenis burung di Indonesia dan Marison Guciano dari Yayasan Flight Indonesia  mengenai kejahatan perburuan burung dan perdagannya di Pulau Sumatera.

Presentasi oleh Dwi Adhiyasto

 Setelah sesi break makan siang perwakilan dari Cikananga Conservation Breeding Center ,  Bertie Fern dan drh. Happy Ferdiansyah dari Yayasan Planet Indonesia berbagi kisah mengenai proses penangkaran konservasi, breeding untuk jenis-jenis  burung langka di Jawa dan rehabilitasi burung kicau di Kalimantan. Sesi terakhir untuk seminar nasional ini diisi kisah dari desa wisata Jatimulyo, Kulonprogo  Yogyakarta, desa ramah burung liar yang aktif dalam melawan perburuan burung yang dikelola secara aktif oleh warga desa melalui kegiatan wisata minat khusus pengamatan burung. Materi tersebut dibawakan  oleh Andri Suhandri dari KTH Wanapaksi.  Penutup acara hari pertama di KPH Pekalongan Timur diisi oleh Mutia Hanifah yang merupakan Koordinator pembuatan aplikasi citizen science perdagangan burung  di Indonesia yang sudah di godog sejak PPBI di Bali dan merupakan  pembuka materi untuk diskusi   hari-hari selanjutnya di desa Mendolo.

kegiatan pengamatan burung di sekitar desa Mendolo

 

burung Julang emas yang teramati di acara PPBI XI

Pada sore hari selepas acara seminar nasional, seluruh peserta berpindah menggunakan ‘doplak’ menuju desa Mendolo. Di  desa Mendolo, peserta diajak untuk berdiskusi kegiatan serempak setahun kedepan, mengamati burung liar bersama, menikmati sajian makanan lokal dan tentu saja menikmati buah durian yang merupakan salah satu hasil bumi andalan desa tersebut. Durian sebagai komoditas musiman telah memeberikan nilai ekonomi nyata di desa ini, sistem budidaya agro-forest menjadikan habitat durian seperti layaknya hutan dengan komposisi vegetasi beragam dan menyediakan habitat bagi satwaliar, khususnya jenis-jenis burung. Keberadaan burung di Kawasan hutan-durian Mendolo ini adalah salah satu asset  desa yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai wisata minat khsus pengamatan dan fotografi burung di alam. Selama 2 malam peserta menginap di rumah warga dukuh sawahan agar kesempatan berinteraksi dengan warga semakin terjaga.

sesi diskusi malam hari, sambil menikmati durian Mendolo

Pada malam pertama sesampainya peserta di dusun sawahan, dengan suguhan durian lokal dan keripik gadung kami berdiskusi mengenai langkah kecil bersama melawan kepunahan burung liar. Menyusul kesuksessan aplikasi citizen science Burungnesia, inisiasi pembuatan applikasi citizen science untuk memantau perdagangan burung telah dan sedang di kembangkan, dan rencananya akan di launching di tahun 2024, pemberian nama applikasi menjadi topik diskusi yang serius untuk semua peserta, dan munculahnama applikasi itu yaitu  ‘AKAR’, amati sangkar.  Aplikasi tersebut merupakan aplikasi untuk mempermudah pendataan burung yang ada di dalam sangkar atau satwa peliharaan.

Pada hari ke-2 rangkaian acara PPBI XI ini dilanjutkan dengan pengamatan burung liar seharian penuh yang dilaksanakan di dukuh Mendolo Wetan, Kradegan, Mendolo Kulon dan dukuh Sawahan. Hasil dari pengamatan bersama, beberapa burung liar yang dapat  didokumentasikan pada hari tersebut diantaranya adalah Julang emas (Rhyticeros undulatus) , Pentis Pelangi (Prionochilus percussus), Merbah corok-corok (Pycnonotus simplex) , Takur tenggeret (Megalaima australis), Sepah hutan (Pericrocotus flammeus), Sempur-hujan rimba ( Eurylaimus javanicus) , Elang Jawa ( Nizaetus bartelsi)dan yang menjadi maskot acara PPBI Mendolo yaitu Cekakak batu (Lacedo pulchella) .

foto bersama perserta PPBI XI

 Selepas makan malam forum diskusi kembali digelar. Diskusi malam hari kedua mengerucut mengenai rencana rancangan penyusunan Atlas burung Indonesia volume 2. Seperti pada proses penyusunan Atlas burung sebelumnya, langkah pendataan jenis burung liar serempak  akan diagendakan dalam kegiatan ‘Big years pada tahun ini. Kegiatan ini adalah perlombaan mengamati dan mencatat burung liar dengan beradu jumlah jenis dalam kurun waktu 6 bulan. Selanjutnya hasil data dari perlombaan ini akan dijadikan buku mengenai sebaran burung liar terkini yang ada di seluruh Indonesia. Diskusi kedua pada malam hari ini adalah penunjukkan kota lain penyelenggara PPBI berikutnya. Diskusi berjalan sangat singkat karena perwakilan dari Bogor dengan tegas siap untuk menerima ‘lebaran pengamat burung’ di Bogor pada tahun 2025.

Pada hari terakhir rangkaian acara PPBI XI 2024 acara ditutup dengan foto bersama seluruh peserta dan panitia sebelum peserta diantar menuju kota Pekalongan untuk kembali ke kota masing-masing.  Pesan kesan dari salah satu peserta dari Surabaya yaitu Isca Desmawati menyampaikan  “Sangat menyenangkan bertemu dengan pegiat konservasi burung di Indonesia dan kawan-kawan pengamat burung, makananya enak dan burungnya bagus-bagus terakhir terima kasih mabok duriannya”. Demikian rangkaian acara PPBI XI 2024 salam konservasi, sampai jumpa di PPBI XII 2025 di Bogor.  




Saturday, January 20, 2024

Kendurian melawan kepunahan Burung

 Press release

"KENDURIAN MELAWAN KEPUNAHAN" Pertemuan Paguyuban Pengamat Burung Indonesia di Desa Mendolo, Kec.Lebakbarang, Pekalongan



Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman burung yang melimpah. Tercatat lebih dari 1700 spesies burung menghuni seluruh pulau di Indonesia. Hal ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-4 sebagai negara dengan jumlah spesies burung terbanyak di dunia. Tidak berhenti pada data tersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah jenis endemik tertinggi di dunia. Namun, keberadaan burung tersebut bukan tanpa ancaman. Adanya perburuan liar, perdagangan, kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan menjadi ancaman keberadaan burung di habitatnya. Selama 2 dekade kebelakang jenis yang paling terancam adalah jenis burung kicau. Perburuan dan perdagangan jenis burung ini turut mempercepat laju kepunahan. Survei pada tahun 2018 tercatat lebih dari 70 juta burung dipelihara dalam sangkar. Ancaman ini akan menjadi bencana kepunahan jika tidak ditangani lebih serius.

Pertemuan Pengamat Burung Indonesia atau lebih dikenal dengan PPBI adalah forum yang mewadahi para pengamat, fotografer dan pegiat konservasi burung dalam diskusi konservasi burung. Forum ini dilaksanakan pertama pada tahun 2007 yang mencakup segala kalangan usia. Pada perjalanannya forum ini sudah mempublikasikan karya bersama yaitu kode etik pengamat burung Indonesia pada tahun 2019 dan Atlas Burung Indonesia Volume 1 pada Tahun 2021. Forum PPBI terakhir di Tabanan, Bali pada bulan Mei tahun 2022 menyepakati pada tahun berikutnya diskusi akan dibawakan adalah upaya penanggulangan perburuan dan perdagangan burung liar yang ada di Indonesia. Besar harapan kami forum ini dapat membawa langkah nyata dalam upaya menjaga kelestarian burung liar di Indonesia.

Kabupaten Pekalongan merupakan kawasan dengan kantung hutan yang masih tersisa di Jawa Tengah. Potensi keanekaragaman burung masih relatif tinggi dengan 116 jenis lebih terdapat di kawasan hutan Lebakbarang. Namun, ancaman perburuan masih aktif di seluruh kawasan hutan di Kabupaten Pekalongan. PPBI XI dengan tema “Kendurian Lawan Kepunahan” ini, selaras dengan semangat masyarakat Desa Mendolo dalam mempertahankan potensi Desa untuk kelestarian burung liar. Masyarakat Desa Mendolo sejak tahun 2019 aktif dalam pengumpulan data keanekaragaman burung serta potensi pendukung lain. Tidak berhenti pada pendataan saja masyarakat juga aktif dalam perlawanan terhadap perburuan burung di kawasan Desa, sehingga agenda tahunan PPBI ini sangat cocok dilaksanakan di Desa Mendolo.

Pelaksanaan PPBI XI tahun 2024 ini akan dilaksanakan pada tanggal 19-21 Januari 2024 bertempat di Aula KPH Pekalongan Timur dan desa Mendolo. Menyesuaikan dengan tema, PPBI tahun ini akan ada seminar nasional pada hari pertama di KPH Pekalongan Timur yang akan diisi oleh:

1. Dwi Nugroho Adhiasto dari yayasan SCENTS

2. Marison Guciano dari yayasan Flight Indonesia

3. Bern Fertie dari Cikananga Conservation Breeding Center

4. Happy Ferdianyah dari yayasan Planet Indonesia

5. Andri Suhandri dari KTH Wanapaksi

6. Mutia Hanifah sebagai Koordinator pembuatan aplikasi perdagangan burung

Pembicara merupakan aktivis dan pelaku konservasi yang erat kaitanya dengan perlawanan perburuan dan perdangangan burung serta penangkaran burung liar untuk konservasi.

Pada hari ke-dua peserta akan melakukan pengamatan burung bersama di Desa Mendolo sembari menikmati sumber hasil bumi terbesar di desa tersebut yaitu buah durian. Malam hari akan ada diskusi mengenai kerja bersama apa yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan sebelum berjumpa lagi di PPBI pada tahun berikutnya. Selama di Desa Mendolo peserta akan menginap di rumah warga dan menjadi warga desa Mendolo dalam sehari.

Bagi seluruh warga Indonesia yang tertarik untuk mengikuti kegiatan ini dapat mendaftar melalui tautan bit.ly/PPBIXI2024. Untuk informasi lebih lanjut peserta dapat menghubungi narahubung kami yaitu:

Feri : 0852 2943 0160 (WA)

Ridho : 0823 2786 3548 (WA)

Sampai jumpa di PPBI XI 2024 salam lestari.


Wednesday, December 27, 2023

Biodiversity Monitoring : Forum Kolaboratif Pengelolaan Hutan Petungkriyono

 Oleh : Kurnia Ahmaddin

Pemasangan plang larangan berburu

Salah satu kegiatan dalam rangka memperkuat perlindungan kawasan hutan Petungkriyono, melalui sekema pengelolaan kolaboratif,  kegiatan monitoring keanekaragaman hayati ini telah dilakukan sepanjang tahun 2023.  Kegiatan ini  melibatkan pihak-pihak terkait pengelola, dinas terkait dan perwakilan warga sekitar di wilayah Kecamatan petungkriyono. ( baca disini laporan bulan april 2023) Forum Kolaboratif ini merupakan amanat dari SK Gubernur Jawa Tengah untuk pengelolaan kawasan ekosistem essensial di Petungkriyono. Meskipun usulan KEEnya sepertinya mengalami perubahan dasar hukum, swarowa mengambil peran penting untuk terus mengaktifkan forum kolaborasi yang telah ada untuk memperkuat perlindungan dan komunikasi aktif dengan anggota forum lainnya.

Pemasangan alat rekam pasif untuk monitoring Owa Jawa

Kegiatan monitoring keanekaragaman hayati dilakukan dengan survey jalur hutan dan mengundang pihak terkait untuk bersama-sama melakukan survey, patroli hutan. Kegiatan ini bertujuan selain untuk peningkatan kapasitas juga untuk menginventarisasi keanekaragaman hayati penggunaan camera trap dan alat rekam pasif

Tim monitoring terdiri dari BKSDA, Perhutani dan Warga desa Kayupuring,di dukung oleh tim teknis dan peralatan yang disediakan oleh swaraowa. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan dilakukan selama empat hari berturut-turut. Monitoring Owa jawa dilakukan dengan menggunakan metode vocal-count triangulasi, dengan menempatkan 3 kelompok pengamat di tiga titik yang berbeda di hutan Sokokembang. 

Hasil monitoring selama tahun 2023 di sajikan dalam tabel berikut ini: 

Keterangan : Status IUCN Redlis ( NT= near threatened; VU = Vulnerable; EN = Endangered; CR = Critically Endangered.

 Pemasangan papan larangan berburu juga dilakukan sebagai bagian di beberapa lokasi yang masih ada rawan perburuan satwa, terutama jenis burung, namun kegiatan patroli untuk pengamanan  hutan. Pantauan tim swaraowa, kawasan ini masih perlu ditingkatkan karena pada masa-masa tertentu kegiatan perburuan ini dilakukan pada malam hari. 

Pemetaan lokasi perjumpaan dengan satwa khususnya mammalia, menggunakan GPS dan dipetakan dalam peta google maps berikut ini. 

Saturday, December 16, 2023

Integrasi lebah dalam kebun pangan: program budidaya lebah untuk perempuan Desa Mendolo

 oleh : Sidiq Harjanto

ibu-ibu ds Sawahan Mendolo belajar bersama membudidayakan lebah klaneng


Penguatan peran perempuan dalam setiap sendi pembangunan perlu terus didorong. Demikian pula dalam bidang pelestarian lingkungan. Keterlibatan perempuan, berdasarkan banyak pengalaman di banyak negara, terbukti mendongkrak tingkat keberhasilan upaya-upaya pelestarian alam.
Dalam diskursus gender dan konservasi alam dewasa ini, telah muncul apa yang dikenal sebagai ekofeminisme yang menempatkan perempuan dengan nilai-nilai feminitasnya, sebagai poros utama gerakan. Sayangnya, gerakan ini masih belum begitu populer.
Pada skala komunitas, strategi jangka pendek yang bisa diambil adalah dengan cara mendorong keterlibatan perempuan secara terstruktur dan terorganisir. Misalnya bisa dimulai dengan memberi ruang eksistensi dalam bidang-bidang yang identik gender perempuan seperti kuliner, keuangan, dan gizi keluarga. Selanjutnya, perlu transformasi yang lebih radikal dengan peran-peran yang lebih dominan bagi kaum perempuan.
Turut mengarusutamakan upaya penguatan peran perempuan dalam konservasi dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, Swaraowa didukung oleh Mandai Nature memfasilitasi komunitas perempuan di Desa Mendolo untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan produktif. Salah satu program yang menjadi prioritas kami adalah budidaya lebah yang terintegrasi dengan kebun pangan.
Tetragonula laeviceps cocok untuk penyerbuk tanaman pangan


Klanceng menyerbukkan bunga cabai

Kegiatan ini sudah diinisiasi kurang lebih setahun yang lalu. Pada tahun ini, muncul inisiatif untuk membuat sebuah kebun pangan kolektif. Di dalam kebun ini ditanam aneka tanaman pangan, terutama jenis-jenis tumbuhan lokal. Fungsi utama kebun pangan ini sebagai tempat koleksi tumbuhan pangan lokal, dan sebagai media edukasi bagi siapa saja.

Pada 25 November 2023 kami kembali membuat workshop budidaya lebah klanceng bagi kaum perempuan. Selain memperdalam kemampuan teknis budidaya, dalam workshop ini juga bertujuan untuk mencapai pemahaman mengenai nilai tambah dalam integrasi antara kebun pangan dengan budidaya lebah.

Budidaya lebah klanceng bagi kaum perempuan Mendolo ini dimaksudkan untuk beberapa tujuan:

Pertama, budidaya lebah sebagai sumber pendapatan alternatif. Madu menjadi produk bernilai ekonomi yang dihasilkan oleh lebah dan pemasarannya relatif mudah.

Kedua, menghasilkan madu sebagai tambahan gizi keluarga. Tidak hanya menjadi komoditi bernilai ekonomi, madu merupakan nutrisi yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas gizi bagi keluarga petani.

Ketiga, mengoptimalkan peran lebah sebagai agen penyerbuk. Sebagaimana telah disebutkan di atas, budidaya klanceng oleh para ibu di dukuh Sawahan ini dikombinasi dengan tanaman pangan yang sebagian di antaranya sangat terbantu penyerbukannya oleh lebah.

Keempat, klanceng sebagai media edukasi. Lebah klanceng memberi banyak inspirasi dalam hal pengaturan atau pembagian kerja, kepemimpinan, dan pengaturan sumber daya. Para ibu bisa menjadikan klanceng sebagai media edukasi bagi putra-putri mereka.

Perawatan kebun brayan urip ds Sawahan Mendolo
Mak Diyah dan Mak Sutri panen madu klanceng


Lebah yang dipelihara disekitar area pertanian memberikan manfaat berupa jasa penyerbukan. Sementara itu di sisi lain, aneka jenis tanaman menyediakan pakan bagi lebah berupa nektar dan serbuk sari. Tentunya, mengombinasikan lebah dan kebun sayur mengharuskan model pertanian yang bebas bahan kimia yang bisa membunuh para lebah.

Budidaya lebah dan kebun pangan lokal ini harapannya bisa menjadi pintu masuk bagi kaum perempuan Mendolo untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan konservasi dan pengelolaan sumber daya alam yang lestari. Desa Mendolo dengan kekayaan hayatinya: lima jenis primata jawa (Lutung, Owa, Rekrekan, Monyet ekorpanjang, dan Kukang), berbagai burung-burung endemik dan langka, anggrek hutan, menuntut keterlibatan semua elemen masyarakat untuk merawat dan mengelolanya secara berkelanjutan.

Friday, December 15, 2023

Rekrekan di Hutan Petungkriyono, Pekalongan

ditulis oleh : Arrayaana Artaka

Rekrekan (Presbytis fredericae)

Hallo dunia, saya Arra, mahasiswi dari Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Malang, kampus kecil yang mungkin jarang diketahui banyak orang. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, skripsi merupakan hal yang wajib hukumnya untuk dituntaskan. Beruntungnya saya mendapatkan beasiswa dari SwaraOwa yang ditujukan untuk penelitian dengan judul “Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Rekrekan (
Presbytis comata fredericae, Sody 1930) Menggunakan Analisis MaxEnt di Hutan Petungkriyono, KPH Pekalongan Timur”.
          Rekrekan adalah nama lokal untuk jenis monyet pemakan daun ( leaf eating monkeys) Presbytis fredericae,  jenis monyet ini endemik jawa, hanya ada di Pulau Jawa di bagian tengah hingga jawa bagian barat, kalau di jawa barat di kenal dengan nama surili.  Jadi terkait penelitian saya,  “Pemodelan” adalah proses membuat model atau representasi sederhana dari suatu objek atau sistem yang kompleks. Pemodelan digunakan untuk memahami dan memprediksi bagaimana suatu sistem bekerja, dan dapat membantu dalam pengembangan sistem baru atau perbaikan sistem yang sudah ada. Dalam konteks habitat modelling atau kesesesuaian habitat, pemodelan digunakan untuk memetakan distribusi habitat satwa liar, di penelitian saya Rekrekan monyet lutung endemik jawa yang menjadi object penelitian saya. 
Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian habitat Rekrekan dan variabel yang berpengaruh terhadap prediksi keberadaan Rekrekan di Hutan Petungkriyono dengan harapan dapat menjadi pertimbangan perlindungan kawasan yang memiliki kesesuaian habitat tinggi bagi Rekrekan. Dalam istilah yang lebih sederhana, habitat modelling adalah cara untuk memprediksi di mana hewan hidup dan bagaimana mereka menggunakan lingkungan mereka. Ilmuwan menggunakan habitat modelling untuk memahami bagaimana spesies yang berbeda berinteraksi dengan lingkungan mereka dan bagaimana mereka mungkin merespons perubahan di habitat mereka.
Sejak tercetusnya judul tersebut, petualangan baru di hidup saya dimulai. Bagi seseorang yang sulit berkomunikasi dengan orang baru sepertiku, hal ini termasuk sebuah tantangan besar, apalagi saya yang bisa dikatakan manja ini kali ini harus melakukanya sendiri, mulai dari penyusunan sekaligus pengantaran proposal ke instansi terkait, sampai melewati berbagai macam jalan berdasarkan panduan GoogleMaps, kurang lebih 425 Km atau 13 Jam perjalanan dengan motor Beat “Pokoloko” milikku.  

Sebagian contoh perjumpaan Rekrekan dan lokasi perjumpaannya di hutan Petungkriyono. (1) Perjumpaan Rekrekan (2) Hutan primer (3). Hutan primer di dekat sungai (4) Hutan primer di dekat jalan (5) Bekas makan Rekrekan, daun muda Bendo (Artocarpus elasticus) (6) Aktivitas istirahat di pohon Mbulu so (Ficus depressa)


Singkat cerita, peneltian saya ini dilakukan kurang lebih selama 3 minggu, terhitung mulai pada tanggal 8 April 2023, bertepatan dengan minggu kedua puasa, kemudian pulang pada tanggal 15 April 2023 dan kembali lagi pada tanggal 7-20 Mei 2023. Ada dua macam data yang saya butuhkan, yaitu data kehadiran Rekrekan berupa titik koordinat perjumpaan rekrekan dan data variabel lingkungan berupa peta. Data perjumpaan Rekrekan dilakukan dengan cara survei langsung menggunakan metode transek untuk mencatat titik koordinat setiap perjumpaan Rekrekan. Ada 8 jalur yang digunakan dalam penelitian ini, dengan panjang jalur pengamatan masing-masing 2 Km. Setiap kelompok Rekrekan yang dijumpai akan diamati, kemudian dicatat waktu Rekrekan terlihat, jarak peneliti dengan Rekrekan, koordinat perjumpaan, jumlah individu dan tipe habitat.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh 25 titik sebaran kelompok Rekrekan dengan jumlah total individu 80 ekor. Jumlah individu dalam kelompok terdapat 2 ekor sampai 7 ekor, bahkan ada yang teramati hanya 1 ekor (sendiri). Perjumpaan kelompok Rekrekan didapatkan menyebar dengan tipe hutan alam primer, sekunder dan hutan tanaman. Pada hutan sekunder, Rekrekan sering terlihat di pinggir jalan, atau perbatasan perkebunan, sedangkan pada hutan tanaman sering terlihat di hutan pinus, sengon, dan durian. Perjumpaan Rekrekan terbanyak didapatkan di jalur sepanjang jalan , yaitu 5 titik perjumpaan dengan total  perjumpaan sebanyak  17 ekor. Hal ini dikarenakan jalur sepanjang jalan mudah diakses oleh pengamat, dan terdapat banyak pohon yang menjadi pakan Rekrekan. 
Pola persebaran Rekrekan dipengaruhi oleh ketersediaan sumber pakan, kebutuhan sumber air dan faktor gangguan. Rekrekan merupakan satwa Folivorus yang cenderung menyukai dedaunan, sehingga pada saat pengamatan, perjumpaan kelompok Rekrekan ditemukan berada pada beberapa jenis vegetasi yang menjadi pakan alaminya yaitu: Kayu Afrika (Meisopsis eminii), Beunying (Ficus fistulosa), Saninten (Castanopsistungeureut), Mbulu krandang (Ficus drupacea), Klepu (Nauclea orientalis), Bendo (Artocarpus elasticus), Dao (Drakontomelon dao) Hantap (Sterculia oblongata) Kesowo (Engelhardia serrata) dan Gorang (Trevesia sundaica).
Peta hasil pemodellan kesesuaian habitat Rekrekan di hutan Petungkriyono

Sedangkan untuk pengambilan dan pengolahan data variabel lingkungan dilakukan dengan cara membuat peta yang mewakili karakter habitat Rekrekan. Variabel yang dipilih yaitu ketinggian, kelerengan, Vegetasi, suhu permukaan bumi,. informasinya menggunakan DEMNAS 64 bit yang memiliki resolusi 5-8 m, dan data Citra Landsat-8 TM. Data-data ini di kombinasikan dengan data perjumpaan Rekrekan yang di analisis menggunakan applikasi arcGis. 
Pada penelitian ini mengklasifikasi kesesuaian habitat Rekrekan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan kesesuaian rendah. Menurut hasil analisa MaxEnt diperoleh bahwa Rekrekan tersebar di Hutan Petungkriyono.
Berdasarkan hasil analisa MaxEnt, kelas kesesuaian habitat Rekrekan di Hutan Petungkriyono, KPH Pekalongan Timur, seluas 2.658 ha (46%) merupakan kategori rendah, seluas 1.562 ha (27%) merupakan kategori sedang dan seluas 1.554 ha (26%) termasuk kategori tinggi.
Dengan adanyya penelitian ini, saya berharap Rekrekan, Hutan petungkriyono beserta ekosistemnya tetap lestari.  Penelitian ini juga menghasilkan deliniasi daerah yang dianggap sesuai bagi Rekrekan. Dimana dengan adanya deliniasi tersebut maka dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengelola untuk melakukan perlindungan dan pengamanan terhadap lokasi tersebut, sehingga pengelolaan habitat Rekrekan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Adanya deliniasi juga dapat membantu pengelola kawasan Hutan petungkriyono dalam melakukan survei dan monitoring terhadap Rekrekan sehingga jumlah populasi satwa liar tersebut dapat diketahui dengan baik juga untuk upaya peningkatan populasinya.
Akhir kata saya mengucapkan banyak terimakasih kepada SwaraOwa atas saran-masukan dan supportnya baik moral maupun material selama penelitian. Semoga semua makhluk hidup berbahagia menjalani petualangan gilanya masing-masing. Untuk membaca secara lengkap hasil penelitian saya, dapat di unduh di sini.
 
Salam Lestari!