Hylobates albibarbis, Owa di Kalimantan Tengah |
Mengawali bulan September 2018, SwaraOwa
mendapatkan kesempatan untuk belajar, bertualang dan berbagi kisah seputar owa
dan primata lainnya. Kegiatan kali ini terbilang istimewa. Jika biasanya SwaraOwa
berkegiatan bersama rekan-rekan mahasiswa, peneliti, atau pegiat lingkungan
lainnya, kali ini SwaraOwa berkumpul bersama perwakilan dari berbagai
perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kok bisa? Bukankah perkebunan kelapa sawit merupakan
tersangka utama dalam deforestasi hutan di Indonesia? Bukankan gara-gara
perkebunan sawit ini juga keberadaan berbagai kehidupan liar turut terancam?
Belum lagi berbagai permasalah sosial yang timbul karenanya.
Tulisan ini tidak akan membahas berbagai
pro-kontra terkait perkebunan kelapa sawit, namun lebih pada salah satu upaya
yang dilakukan pengelola perkebunan kelapa sawit untuk menuju perkebunan kelapa
sawit yang berkelanjutan. Apa yang dimaksud dengan minyak sawit berkelanjutan?
Silahkan langsung cek prinsip dan kriteria minyak sawit berkelanjutan di
website RSPO (Roundtable on Sustainable
Palm Oil) atau ISPO (Indonesian
Sustainable Palm Oil) yang kemudian dikenal dengan Sistem Sertifikasi
Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Pada tanggal 4-6 September 2018, SwaraOwa bekerjasama dengan Goodhope
Asia Holding mengadakan pelatihan Program Konservasi Primata di Areal HCV (High Conservation Value) atau NKT (Nilai
Konservasi Tinggi) Perkebunan Kelapa Sawit. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman mengenai nilai penting primata dan upaya konservasinya, serta
pengenalan metode survey primata dengan metode vocal count/ fixed point count-triangulation.
Peserta pelatihan merupakan perwakilan dari perusahaan perkebunan kelapa sawit
di Kalimantan Tengah yakni Wilmar, KMA (KLK Group), Minamas Plantation, Sawit Nabati Agro di Ketapang (IOI Group),
serta Goodhope Asia Holdings yang bertindak sebagai tuan rumah. Narasumber
dalam pelatihan ini adalah perwakilan dari RSPO, PT. SMART, tokoh adat Desa
Tumbang Penyahuan, serta 3 orang dari SwaraOwa.
Aolia (swaraowa) memberikan pengantar tentang jenis primata di Kalimatan Tengah |
Hari pertama pelatihan berpusat di training centre PT AICK.
Acara dibuka dengan sambutan sekaligus pembukaan oleh General Manager PT AICK,
yang dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh perwakilan dari RSPO, Bapak Djaka
Riksanto. Beberapa point penting dalam materi dan diskusi pada sesi ini adalah
prinsip dan kriteria sustainable palm oil
yang terkait dengan konservasi primata, serta pentingnya pedoman
pengelolaan dan pemantauan HCV yang hingga saat ini belum final. Berikutnya,
perwakilan dari PT. SMART berbagi pengalaman mengenai praktik pengelolaan KBKT
(Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi) dengan optimalisasi jasa lingkungan serta
monitoring keanekaragaman hayati. Diskusipun berkembang, mencakup pengalaman
restorasi/rehabilitasi riparian, potensi konflik dengan masyarakat berikut
upaya pengelolaannya, serta kesulitan para pengelola perusahaan ketika harus
menjelaskan payung hukum HCV kepada masyarakat.
Presentasi berikutnya disampaikan oleh Bapak Dante, tokoh
adat dari Desa Penyahuan, yang menceritakan tentang inisiatif konservasi Bukit
Santuai sebagai kawasan konservasi berbasis Adat dan Spiritual. Bukit Santuai
merupakan salah satu areal HCV PT AWL. Bagi masyarakat setempat, Bukit Santuai
dianggap keramat dan memiliki kisah tersendiri terait dengan nenek moyang
mereka. Selain itu, untuk keperluan ritual adat, masyarakat memerlukan beberapa
jenis tumbuhan yang tumbuh di Bukit Santuai ini.
Praktek lapangan di HCV Bukit Santuai |
Selepas makan siang, giliran SwaraOwa menyampaikan kisahnya
tentang program konservasi primata berbasis masyarakat di Petungkriyono,
Pekalongan dan di kep.Mentawai. Antusiasme peserta sangat terlihat pada saat sesi diskusi. Mereka
berharap program yang sejenis bisa dilakukan di site mereka masing-masing,
dengan pendekatan yang disesuaikan dengan potensi dan karakter daerah
masing-masing. Sebelum lanjut ke pengenalan metode survey primata, Aolia
membawakan materi tentang jenis-jenis primata di Kalimantang Tengah lengkap
beserta ciri dan status konservasinya. Materi mengenai metode survey primata
menjadi penutup materi ruang, dilanjutkan dengan briefing dan pembagian
kelompok praktik, yakni menjadi 3 kelompok.
Lokasi praktek HCV Bukit Santuai |
Hari kedua pelatihan berpusat di PT AWL, dengan agenda utama
praktik lapangan metode vocal count untuk
mengestimasi densitas owa-owa atau klempiau (Hylobates allbibarbis) di Bukit Santuai. Pagi hari menjelang subuh,
suara owa-owa membangunkan kami. Tepat pukul 05.00 seluruh tim sudah siap
berkumpul untuk selanjutnya bergerak menuju Pos Keramat. Setiap kelompok segera
menuju listening post (LPS)
masing-masing. Pukul 06.00 setiap kelompok telah tiba di LPS, langsung disambut
great call owa-owa yang
sahut-menyahut antar kelompok. Masing-masing tim segera bejibaku untuk
pengambilan data, hingga pukul 07.30, kemudian dilanjutkan praktik analisis
data untuk mendapatkan estimasi densitas owa-owa. Triangulasi untuk
memperkirakan distribusi kelompok owa yang terdeteksi, dilakukan bersama-sama
di guest house PT AWL. Menjelang
sore, rombongan kembali ke training
centre PT AICK untuk persiapan presentasi kelompok esok harinya.
foto bersama peserta dan pembicara |
Di hari terakhir pelatihan, masing-masing kelompok diberikan
waktu untuk presentasi hasil “penelitian” mereka, mencakup estimasi densitas
serta hal-hal menarik dan kendala yang ditemui selama praktik. Tanya jawab
berlangsung sangat seru, termasuk munculnya pertanyaan-pertanyaan “nyeleneh”
namun berarti seperti, “jika great call merupakan komunikasi antar kelompok,
apakah dari suara yang terdengar, bisa diketahui adanya betina yang berpasangan atau belum?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
di tulis oleh : Kasih Putri Handayani , email : kasihputri288@gmail.com