Pada minggu pertama ini survey
dilakukan di hutan-hutan terfragmentasi di sekitar Obyek Wisata Linggoasri dan Kali
Paingan, Pekalongan. Pengamatan dilakukan di area hutan lindung. Hutan di sini
juga mengalami masa sangat suram, yaitu masa illegal logging yang parah, kurang lebih 2 dekade lalu. Beredar
istilah plesetan kala itu di
masyarakat tentang hutan negara. Dalam bahasa Jawa istilah “hutan negara”
menjadi ‘alas negoro”. Kemudian
diplesetkan menjadi negor’o (silahkan
me-negor), negor = nebang. Jadi artinya silahkan menebang hutan…heheheh. Istilah
ini menjadi guyonan bagi kami sambil berjalan menyusuri area survey. Tapi hal
itu saat ini hanya guyonan, beberapa warga telah sadar dan bertekad untuk ikut
membantu dalam usaha pelestarian hutan dan Owa Jawa.
Dalam waktu seminggu kami
melakukan pra survey ini, tiada hari dalam survey kami tidak bertemu dengan
primata endemik Jawa. Mereka adalah Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), Rekrekan (Presbytis comata), dan Owa Jawa (Hylobates moloch). Intensitas pertemuan dengan Lutung Jawa paling
tinggi diantara 2 primata lainnya. Suara “Kekok” yang menggema dari Lutung Jawa
seakan menyambut kedatangan kami saat hari pertama ke lapangan. Kemudian
disusul dengan suara rekrekan “krekkk…krkkk…krekkkk” dan pada akhirnya nyanyian
Owa Jawa yang sangat merdu pun juga terdengar.
Suara burung di area ini juga kadang terdengar cukup ramai di pagi hari.
Beberapa kali kami bertemu dengan Kadalan birah (Rhamphococcyx curvirostris), Takur Tohtor (Megalaima armillaris), Cekakak Batu (Lacedo pulchella), dll. Burung elang juga kerap kali melintas di
atas kami. Bahkan suara hempasan sayap Julang juga sempat mengegetkan kami dan kelompok
Owa yang sedang memakan buah benda. Hal yang kurang pada survey kali ini yaitu kami
tidak bertemu sama sekali dengan monyet ekor Panjang (Macaca fascicularis). Menurut Pak Waluyo dan Kang Sidik, teman
kami, monyet ekor panjang banyak terdapat di kebun karet di pinggir jalan raya.
Diantara hutan
terfragmentasi ini juga terdapat sawah masyarakat setempat. Saat ini sebagian
besar sawah tidak dikelola karena musim kemarau. Saat musim kemarau air sungai
tidak mampu mencukupi kebutuhan masyarakat untuk menanam padi.
Walaupun kami belum
pernah menemukan tanda-tanda keberadaannya, kukang Jawa (Nicticebus javanicus) juga diperkirakan ada di area hutan ini.
Untuk kukang, masyarakat mempunyai anggapan mistis tersendiri. Kukang dianggap
sebagai satwa yang bisa membawa ketidakberuntungan, apalagi jika sampai
membunuhnya. Menurut beberapa orang tua di sini, kukang juga bisa digunakan
sebagai alat tenung untuk memisahkan suatu rumah tangga dan untuk membuat orang
jatuh cinta , layaknya jaran goyang atau semar mesem.
Sempat saya bertanya ke
beberapa orang mengenai kondisi owa saat ini dibanding dahulu. Seorang Ibu yang
mengatakan, sebelumnya tidak mengetahui tentang Owa jawa. Mereka mengetahui
bahwa di hutan ada Owa Jawa setelah adanya penelitian di desanya. Ternyata
peran peneliti cukup penting untuk penyadartahuan masyarakat tentang keberadaan
satwa penting di sekitarnya dalam upaya konservasi satwa terancam punah ini.
Cekakak Batu |
Biji Kopi Kotoran Musang/Luwak |
Keberadaan satwa primata, burung, dan satwa lainnya sangat penting dalam ekosistem hutan. Keberadaan primata dan burung juga membuat keindahan tersendiri bagi hutan. Hutan yang sepi tanpa nyanyian satwa menjadikan hutan tersebut kurang menarik dan serasi. Beruntunglah hutan-hutan di area ini masih cukup ramai dengan suara satwa liarnya. Jejak kotoran yang diperkirakan adalah feses keluarga kucing dan juga feses luwak juga masih bisa dijumpai. Semoga hutan-hutan di kawasan Linggoasri ini terus lestari. Dan untuk kalian, primata dan burung-burung penghuni hutan, teruslah bertahan kawan, rimbunkan dan indahkan hutan dengan kehadiran dan nyanyian kalian!!!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
ditulis OLeh : Ika Yuni Agustin, Pegiat Konservasi Primata, dari Malang, Jawa Timur; e-mail :
No comments:
Post a Comment