- Hutan Petungkriyono termasuk dalam BKPH Doro, KPH Pekalongan Timur memiliki luas 5189,507 ha, terdiri atas hutan Produksi Terbatas dengan Tanaman Pokok Pinus dan Hutan Alam Kayu Lain atau hutan alam yang berfungsi sebagai Hutan Lindung Terbatas (HLT) untuk fungsi Lindung Hidrologis
- Habitat satwa-satwa dan flora endemik Jawa, seperti : Owa, Macan tutul, Elang Jawa
- Atraksi wisata yang ditawarkan sebagian besar berupa air terjun, wisata sungai, dan pemandangan alam. Jenis wisata yang dikembangkan masih berupa mass tourism dimana pengembangan infrastruktur buatan seperti tempat selfie yang instagrammable menjadi obyek favorit wisatawan
- ·Berkembangnya kegiatan wisata alam di kawasan ini dapat dijadikan bukti bahwa hutan mampu memberikan manfaat ekonomi tanpa harus menebang ataupun mengubahnya.
- Kelestarian hutan merupakan kepentingan dan kebutuhan berbagai lapisan masyarakat, baik yang tinggal di sekitar hutan maupun masyarakat yang tinggal di daerah hilir, rusaknya Hutan Petungkriyono akan memberikan dampak negatif bagi keanekargaman hayati dan potensi ekonominya dan resiko bencana alam bagi masyarakat yang tinggal di daerah hilir,
Petungkriyono merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian antara 600-2100
meter di atas permukaan air laut (mdpl) dimana sebagian wilayah merupakan daerah dataran tinggi Pegunungan
Serayu Utara. Sebelah Selatan
merupakan Kawasan Dataran Tinggi Dieng dengan rangkaian gunung seperti Gunung
Rogojembangan, Gunung Kendalisodo,
Gunung Sikeru, Gunung Perbata, Gunung Geni, dan Gunung Kukusan.
Kecamatan Petungkriyono berada di wilayah Kabupaten Pekalongan
bagian Selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara di bagian Selatan.
Luas wilayah Kecamatan Petungkriono
adalah 7.358,523 ha yang sebagian besar adalah hutan negara seluas 5.189,507
Ha. Luas pemukiman hanyalah 119,652 ha (16 %) dari luas wilayah. Kawasan
hutan di Kecamantan Petungkriyono merupakan salah satu kawasan hutan tropis
yang masih tersisa di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Sebagian kawasannya
yang masih utuh, rangkaian pegunungan Dieng di tengah Pulau jawa, mampu
mendukung kehidupan beberapa satwa langka yang terancam punah seperti Elang jawa, monyet daun (Lutung dan
Rekrekan, Macan tutul dan juga juga
satwa endemik jawa yang sangat penting yaitu owa jawa (1;
2).
Hutan Petungkriyono termasuk dalam BKPH Doro, KPH Pekalongan Timur memiliki
luas 5189,507 ha, terdiri atas hutan Produksi Terbatas dengan Tanaman
Pokok Pinus dan Hutan Alam Kayu Lain atau hutan alam yang berfungsi sebagai
Hutan Lindung Terbatas (HLT) untuk fungsi Lindung Hidrologis . Hutan
lindung memiliki luas 1931,90 ha (SK Menhut Nomor: 359/Menhut.II/2004 tanggal 1
Oktober 2004) (3). Hutan lindung Petungkriyono berfungsi
sebagai Hutan Lindung Terbatas, Hutan lindung Petungkriyono masih merupakan
hutan primer yang relatif terjaga, dengan tipe vegetasi hutan hujan tropis.
Hutan primer merupakan hutan yang belum pernah dilakukan tebang habis (4).
Potensi dan Ancaman
Kondisi hutan yang masih utuh memberikan dampak sangat positif terhadap
lingkungan sekitarnya, dimana banyak sungai dan air terjun yang masih dialiri
air jernih sepanjang tahun. Dengan kondisinya yang masih alami, Kawasan Hutan Petungkriyono
mempunyai potensi wisata alam yang sangat besar. Pada saat ini terdapat
sekitar 8 obyek wisata alam yang
terdapat di kawasan tersebut yang dikelola oleh masyarakat bekerjasama dengan
Perhutani.
Atraksi wisata yang ditawarkan sebagian besar berupa air terjun, wisata
sungai, dan pemandangan alam. Jenis wisata yang dikembangkan masih berupa mass
tourism dimana pengembangan infrastruktur buatan seperti tempat selfie yang instagrammable menjadi obyek favorit wisatawan. Ekowisata meskipun
sudah menjadi wacana di tingkat pemerintah daerah semenjak tahun 2005 namun
masih belum dikembangkan secara serius meskipun potensi yang ada sangat besar.Masyarakat
di sekitar Kawasan Hutan Petungkriyono saat ini tengah mengembangkan banyak
inisiatif dan membangun berbagai obyek wisata di sekitar kawasan hutan ini.
Berbagai atraksi coba dikembangkan oleh masyarakat seperti, melihat air terjun,
wisata sungai ( river tubing, river tracking), pengamatan satwa di alam dan
umumny pemandangan bentang lahan dan topografi bergunung dengan kehidupan
pedesaan yang asri.
Pengembangan potensi wisata ini masih bersifat sporadis dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat atau individu
secara mandiri. Pihak pemerintah daerah sendiri sangat mendukung dengan
pengembangan wisata alam ini. Sejak tahun 2018 dilakukan penyempurnaan akses ke
dalam kawasan dengan memperbaiki jalan. Saat ini akses jalan ke dalam kawasan
sangat lancar karena jalan sudah berupa aspal hotmix dengan lebar 4 m. Dengan semakin terbukanya akses ini maka
kegiatan wisata di kawasan ini semakin marak.
Berkembangnya wisata alam di kawasan ini merupakan berkah tersendiri bagi
masyarakat. Kunjungan semakin meningkat pada hari-hari libur. Namun disisi lain
kegiatan wisata ini berpotensi untuk meningkatkan gangguan terhadap kehidupan
satwa liar yang ada di kawasan, jika tidak terkendali kegiatan wisata yang
berlebihan justru dapat berefek negatif terhadap satwa liar seperti Owa Jawa
yang merupakan ikon kawasan ini.
Di sisi yang lain ternyata kawasan ini juga masih mengalami tekanan dan
juga gangguan. Kegiatan-kegiatan pelanggaran hukum seperti perburuan liar dan
juga pembalakan liar masih terjadi di kawasan hutan ini. Perburuan liar yang terjadi
saat ini dilakukan oleh pendatang dari luar dan sebagian juga masyarakat
setempat. Jenis satwa yang diburu adalah terutama jenis-jenis burung, kijang , Ayam hutan, babi hutan, luwak,
trenggiling, landak, dan berbagai macam satwa lainnya. Bisa dikatakan tidak ada
jenis satwa spesifik yang dijadikan target dimana satwa yang dijumpai itulah
yang akan diburu.
Meskipun tidak dalam jumlah besar dan masif, disinyalir masih terdapat
praktek illegal logging yang dilakukan
oleh oknum masyarakat. Meskipun skala penebangan tersebut kecil namun jika
dilakukan secara terus-menerus maka dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan
dampak kerusakan pada ekosistem hutan. Terdapat beberapa jenis kayu yang sering
dijadikan target favorit para penebang yaitu kayu wuru dan kayu babi. Fenomena perburuan
liar dan juga illegal logging yang
terjadi di kawasan hutan ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan yang saat ini
ada masih belum mampu memberikan jaminan keamanan bagi kawasan hutan ini.
Kebutuhan Dukungan Parapihak dan Nilai
Penting Kolaborasi
Hutan dengan segala potensi dan fungsinya, sejatinya berhubungan dengan
kepentingan banyak pihak. Kelestarian hutan bukanlah kepentingan pihak pengelola
(dalam hal ini Perhutani, misalnya). Kelestarian hutan merupakan kepentingan dan kebutuhan
berbagai lapisan masyarakat, baik yang tinggal di sekitar hutan maupun
masyarakat yang tinggal di daerah hilir, rusaknya Hutan Petungkriyono akan memberikan dampak negatif dan resiko
bencana alam bagi masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Kerusakan hutan juga
akan memicu hilangnya keanekaragaman hayati dan juga potensi ekonomi masyarakat
seperti potensi wisata alam.
Berkembangnya kegiatan wisata alam di kawasan ini dapat dijadikan bukti
bahwa hutan mampu memberikan manfaat ekonomi tanpa harus menebang ataupun
mengubahnya. Pengelolaan wisata alam yang baik dan berkelanjutan ke depan
tentunya juga membutuhkan peran banyak pihak. Dengan demikian pengelolaan Hutan
Petungkriyono sejatinya juga membutuhkan dukungan dari banyak pihak selain
institusi utama yaitu Perhutani. Masyarakat dan pemerintah desa perlu
ditingkatkan kepeduliannya dalam hal ini. Instansi pemerintah daerah baik di
kabupaten maupun provinsi juga seharusnya memberikan kontribusi positif bagi
pengelolaan Hutan Petungkriyono yang lestari dan mensejahterakan masyarakat.
Beberapa pihak yang terkait dengan kawasan ini adalah:
Table.
Para pihak dan Fungsi Utamanya
Para Pihak
|
Fungsi/Peran Utama Yang diharapkan
dalam pengembangan manajemen kolaboratif
|
Perhutani KPH Pekalongan Timur
|
Pengelolaan kawasan Hutan Petungkriyono secara
umum.
|
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah
|
Berwenang dalam pengelolaan sumberdaya hutan
di wilayah Provinsi Jawa Tengah
Mengkoordinasikan peran parapihak di tingkat
provinsi maupun nasional
|
Bappeda Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
Pekalongan
|
Mengembangkan perencanaan pembangunan dan tata
ruang wilayah
|
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jawa Tengah
|
Pelestarian sumberdaya hayati terutama spesies
langka di wilayah Provinsi Jawa Tengah, khususnya di kawasan Hutan
Petungkriyono dan sekitarnya
|
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Pekalongan
|
- Mengembangkan program-program yang bertujuan menjaga
kualitas lingkungan hidup
Melaksanakan pemantauan terhadap kualitas
lingungan hidup
|
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Pekalongan
|
Mengembangkan destinasi dan obyek wisata yang
ramah lingkungan dan berkeadilan sosial
|
Dinas PU
|
Meningkatkan kualitas infrastruktur
|
Kepolisian
|
Penegakan dan pembinaan hokum hokum
|
Pemerintah Desa
|
Mengembangkan dan menjalankan kebijakan pembangunan
desa yang ramah lingkungan sesuai
kewenangannya
Mengembangkan program-program kesejahteraan berbasis
dana desa
|
Masyarakat Desa
|
Berpartisipasi aktif dalam pengembangan
kebijakan dan program pembangunan
|
Organisasi masyarakat / LSM
|
Pengembangan kapasitas, advokasi, networking, dll
|
Pihak Swasta/Perusahaan
|
Mengembangkan
investasi berdasarkan prinsip keberlanjutan
Pengembangan program-program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
|
Keterlibatan dan kontribusi dari berbagai pihak ini seharusnya tidak berjalan sendiri-sendiri namun juga ditopang oleh semangat mengembangkan sinergi atau keterpaduan sehingga terjadi hubungan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya sehingga pengelolaan kawasan ini dapat berjalan secara optimal. Jika peran parapihak ini tanpa didasari oleh semangat menjalin sinergi maka hal ini dapat menyebabkan berbagai persoalan ke depan berupa konflik kepentingan antar pihak.(5) Oleh karena itu perlu dikembangkan sebuah proses kolaborasi parapihak yang berkepentingan dengan pengelolaan Hutan Petungkriyono.
Tujuan dari pengembangan
Pengelolaan Kolaboratif di Kawasan
Hutan Petungkriyono adalah: Mengembangkan kesepakatan-kesepakatan parapihak yang terkait dengan Hutan Petungkriyono yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya hutan dan
keberlanjutan pengelolaan potensinya. Mengembangkan keterpaduan dan sinergi parapihak
yang mempunyai kepentingan terhadap pengelolaan Hutan Petungkriyono. Mengembangkan dukungan yang lebih luas terhadap
pengelolaan potensi dan pelestarian Hutan Petungkriyono
Dalam jangka pendek kegiatan
pengembangan co-manajemen ini akan menghasilkan sebuah dokumen Rencana Induk
Kolaboratif yang berisi gagasan mendasar dan umum parapihak dalam memanfaatkan
sekaligus melestarikan kawasan Hutan
Petungkriyono
Beberapa dampak yang diharapkan
dari kegiatan penyusunan Rencana Kolaborasi Pengelolaan dan Pelestarian Kawasan
Hutan Petungkriyono adalah sebagai
berikut: Munculnya keterpaduan dan sinergi yang
konstruktif diantara parapihak yang terkait dengan pengelolaan dan pelestarian
Kawasan Hutan Petungkriyono ke depan. Terkoleksinya data sebagai basis analisis untuk pengembangan Kawasan Hutan
Petungkriyono ke depan. Terbukanya jalinan komunikasi antar pihak yang
berkepentingan dengan Kawasan Hutan Petungkriyono sehingga mengurangi dan
mencegah resiko konflik di masa yang akan datang. Meningkatnya kemampuan parapihak terutama
masyarakat desa dalam menyusun langkah-langkah pengembangan Kawasan Hutan
Petungkriyono yang menjamin kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Daftar Pustaka:
1 . Nijman, V. and Van Balen, S.B., 1998. A faunal survey of the Dieng Mountains, Central Java, Indonesia: distribution and conservation of endemic primate taxa. Oryx, 32(2), pp.145-156.
2. Setiawan, A., Nugroho, T.S., Wibisono, Y., Ikawati, V. and SUGARDJITO, J., 2012. Population density and distribution of Javan gibbon (Hylobates moloch) in Central Java, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 13(1).
3. SK Menhut Nomor: 359/Menhut.II/2004 tanggal 1 Oktober 2004
4. Fisher, R.J., 1995. Collaborative management of forests for conservation and development (p. 65). Gland, Switzerland: Iucn.
No comments:
Post a Comment