Friday, June 20, 2025

Tugas Akhir, Nyanyian Owa, dan Pelajaran dari Hutan Mendolo

oleh : Yessy Wika Maharani


salah satu anggota kelompok  Owa jawa Mendolo

        Menjadi mahasiswa tingkat akhir sepintas terkesan begitu menyenangkan, tidak lagi mengikuti mata kuliah, tidak lagi dikejar deadline tugas dan laporan praktikum. Tapi nyatanya realita di lapangan tidak semudah itu, Di tingkat akhir artinya ada tanggung jawab besar yang harus segera diselesaikan. Yap! Dan ini adalah cerita tentangku dan tugas akhir yang menjadi awal kisah mengenal lebih dalam tentang hutan sebagai rumah bagi makhluk berwarna abu pemilik nyanyian merdu di Pulau Jawa, siapa lagi kalau bukan Owa jawa.

Saya Yessy Wika mahasiswa tingkat akhir pada minat Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan UGM baru saja menyelesaikan pengambilan data untuk tugas akhir saya di Desa Mendolo dengan judul penelitian “Karakteristik Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch) di Area Terfragmentasi Desa Mendolo, Pekalongan, Jawa Tengah”. Bukan tanpa sebab mengapa habitat Owa jawa menjadi topik yang ingin saya teliti pada tugas akhir kali ini. Habitatnya yang makin memprihatinkan karena adanya fragmentasi menjadi sebuah ancaman serius bagi kelestariannya. Mengingat pergerakannya yang khas dengan brakiasi dimana hutan dengan tajuk-tajuk pohon yang terhubung sebagai faktor penting bagi keberlangsungan hidupnya. Berdasarkan data monitoring milik SwaraOwa, habitat Owa jawa yang berada di Desa Mendolo saat ini terindikasi akan ataupun sedang mengalami peristiwa fragmentasi tersebut.

plot petak ukur vegetasi

Kisah pengambilan data di Desa Mendolo yang memakan waktu selama hampir menyentuh dua bulan lamanya, adalah awal saya bertemu dengan Nisa dan Zizah mahasiswa Biologi dari UIN Jakarta. Selain itu, saya juga mengenal banyak teman baru dari Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo, ada Mas Iman, Mas Alec, Mas Ripki, Mas Madran, Mas El, dan masih banyak lagi. Mereka adalah teman, saudara, sekaligus 911 bagi saya selama berada di Desa Mendolo. Dalam pengambilan data habitat, saya mendatangi sekitar 50 lebih plot yang tersebar di seluruh Desa Mendolo. Untungnya perjalanan saya tidak sendiri, saya ditemani oleh

tim monitoring

Dalam praktiknya di lapangan saya membagi menjadi beberapa tahap, tahap pertama adalah pengambilan data habitat yang meliputi struktur dan komposisi vegetasi. Di dalam analisis vegetasi kali ini, digunakan plot nested dengan ukuran 2x2 m untuk semai, 5x5 m untuk pancang, 10x10 untuk tiang dan 20x20 m untuk pohon. Adapun beberapa data yang harus saya ambil meliputi: jenis tumbuhan, diameter batang, dan tinggi pohon. Selain itu, guna menggambarkan profil hutan secara vertikal saya juga mengambil data berupa koordinat tumbuhan, tinggi batang bebas cabang, tinggi tajuk terlebar, dan lebar tajuk. Tahap kedua adalah pengambilan data populasi dengan metode triangulasi yang dilakukan selama 4 hari. Di samping itu, selama perjalan menyusuri tiap plot, saya juga menerapkan metode line transect guna mengestimasi populasi Owa jawa melalui perjumpaan langsung.

        Meskipun ini perjalanan untuk menyelesaikan tugas akhir, nyatanya ini awal bagi saya untuk memulai belajar banyak hal baru. Misalnya dalam proses identifikasi tumbuhan, banyaknya jenis tumbuhan yang dijumpai dan dengan segala keterbatasan yang ada, saya dituntut untuk bisa mengidentifikasinya satu per satu. Alhasil banyak sekali ilmu-ilmu dendrologi yang saya dapat di semester satu harus dibuka kembali. Disamping itu, saya sangat bersyukur karena teman-teman di sini baik warga lokal, PPM Mendolo, tim swaraowa, dan nisa juga zizah membantu saya dalam proses identifikasinya.

        
pengukuran diameter pohon

Dalam perjalanan mencari data habitat tersebut, beberapa plot yang saya datangi tak jarang hanya terdiri dari tanaman kopi dan durian saja. Tentu ini menjadi hal menarik untuk menjadi bahan pembahasan pada tugas akhir saya kelak. Mengingat kondisi yang terlalu homogen dan tingkat tutupan tajuk yang cukup rendah, apakah dapat dimungkinkan untuk menjadi ancaman bagi keberlangsungan Owa jawa yang ada di sekitarnya. Meskipun begitu, banyak juga plot-plot yang terdiri dari berbagai macam jenis vegetasi serta ukuran strata tajuk yang bervariasi. Seperti pada plot nomor 2 dimana di dalam plot tersebut kerap dijumpai sekelompok Owa jawa, tengah melakukan aktivitas sehari-harinya. Menurut penuturan tim monitoring dari SwaraOwa dan PPM Mendolo, ada satu area pada plot tersebut yang terdiri dari pohon dengan tajuk yang terhubung kerap menjadi jembatan berpindah bagi kelompok Owa jawa tersebut. 

Setelah menyelesaikan pengambilan data habitat, kegiatan dilanjut untuk pengambilan data populasi dengan metode triangulasi. Terdapat 3 titik listening point (lps) yang digunakan dengan pengambilan data sebanyak 4 hari. Proses triangulasi kali ini saya dibantu oleh Zizah, Mas Iman, Mas Alec, Mas Ripki, dan Mas El dimana setiap lps terdiri dari 2 orang. Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 pagi dan telah berada di lps pada pukul 05.30. Pengamatan biasanya dilakukan hingga pukul 10.00 pagi. Terkadang terdapat hari-hari dimana hal-hal tak terduka terjadi, seperti saat tiba-tiba terdengar suara sound horeg, chainsaw pemotong kayu, bahkan suara binatang sekecil tenggeret pun mampu mengganggu proses pengamatan. Namun akhirnya proses pengamatan tetap dapat dijalankan dengan lancar hingga selesai.

Pengambilan data ini bagi saya adalah pengalaman yang tak cukup jika diungkapkan dengan satu dua paragraph cerita pendek saja. Banyak hal-hal kecil yang ternyata patut untuk disyukuri. Sesederhana nikmatnya siomay dan es dawet Pak Kaliri, tangan yang tidak menyentuh kemadu, dan capcay bekal makan siang buatan Nisa. Ditambah selama di sana kami selalu diajak mencoba kegiatan dari SwaraOwa ataupun PPM Mendolo. Seperti monitoring rutin, Bird Watching for Kids, sampai dituruti herping malam karena ingin  melihat kukang.
tour guide kondang mas Iman, pengendali Parang

Satu lagi yang perlu disyukuri adalah saya banyak dipertemukan dan dikelilingi oleh orang-orang baik, mulai dari Ibu-ibu Dusun Sawahan yang sering menanyakan “tidur di atas aman kan?”, Bapak-bapak yang tidak sengaja bertemu di plot tapi tetap ditanyai “pak ini tanaman apa ya?”, dan tak lupa tour guide kondang sang ahli parang siapa lagi kalau bukan Mas Iman. Walaupun jarang mandi tapi dia selalu bertanggung jawab menjaga keselamatan saya. Beliau selalu mengingatkan dan mengusahakan yang terbaik selama di lapangan. Misalnya mengingatkan ketika ada batang berduri, jalanan yang licin, bahkan bertemu dengan ular berbisa pun semua dia handle. Tapi hal itu tidak terlepas juga karena saya yang membawa minum dan bekal makan siangnya. Pada intinya ini adalah sepenggal cerita seru yang ingin saya kenang selalu. Terima kasih untuk SwaraOwa yang telah memberikan fasilitas belajar dan kesempatan mengenal banyak hal. Terima kasih juga untuk PPM Mendolo, warga Desa Mendolo, serta orang-orang baik lainnya yang telah memberikan pengalaman dan pemahaman selama pengambilan data. Dua bulan di sana rasanya akan selalu terasa kurang. Namun, dalam hidup yang terus berjalan, selamat merindukan hal-hal yang tak bisa diulang.



Thursday, June 12, 2025

Melodi Hutan: Studi Perilaku Bersuara Owa Jawa di Pekalongan

 Oleh : Khoirun Nisa Julianti

Owa Jawa (Hylobates moloch) di Hutan Sawahwan ,Pekalongan
Uweg ... uweg ... uweg ... uweg

Suara owa jawa bergema di seantero hutan. Matahari pagi bersinar hangat. Suasana hutan turut diramaikan oleh gemerisik daun, kicauan burung, kokok ayam hutan, hingga suara tonggeret yang bersahutan. Suara seperti ini , hanya bisa ditemukan di Pulau Jawa, biasa dikenal oleh warga lokal sebagai uweg-uweg. Suara owa jawa dapat didengar oleh manusia hingga jarak 2 km dari keberadaannya.

Perkenalkan saya Nisa, mahasiswi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bersama rekan saya, Zizah, dan didampingi oleh pendamping penelitian dari PPM (Paguyuban Petani Muda) Mendolo, saya berkesempatan mengamati perilaku owa jawa langsung di habitat aslinya, di desa Mendolo, tepatnya di hutan dukuh Sawahan.

Pengamatan perilaku owa jawa ini saya lakukan dalam rangka penelitian yang di dukung oleh beasiswa Swaraowa. Penelitian ini juga merupakan skripsi saya yang berjudul “Studi Perilaku Bersuara Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Hutan Mendolo, Pekalongan, Jawa Tengah”. Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perilaku bersuara owa jawa pada kondisi habitat yang terfragmentasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya.

Owa jawa adalah makhluk sosial yang hidup dalam kelompok kecil dan sangat bergantung pada kelestarian hutan. Pada dasarnya owa jawa dan manusia bisa hidup berdampingan. Sayangnya, kenyataan di lapangan tak selalu demikian. Bagian hutan yang dulunya menjadi rumah bagi owa jawa lama-kelamaan mengalami perubahan fungsi. Kami mengamati langsung pengaruh alih fungsi lahan tersebut terhadap perilaku owa jawa.

Karakter morfologi yang mencolok dan dapat diamati secara langsung pada owa jawa adalah tubuhnya yang ditutupi rambut berwarna kelabu. Kelompok owa jawa termasuk dalam satwa monogami yang terdiri dari sepasang jantan dan betina yang hidup bersama seumur hidup. Pasangan ini akan membesarkan anak-anaknya secara bersama-sama. Ketika anak owa jawa sudah mulai dewasa sekitar usia 6-8 tahun, mereka akan mulai meninggalkan kelompok keluarganya.  Hubungan ini bukan hanya soal reproduksi, tapi juga ikatan sosial yang kuat mirip seperti pasangan hidup pada manusia. Ciri khas lainnya adalah bentuk lengannya yang sangat panjang dan lentur. Bahkan, panjang lengannya hampir dua kali lipat lebih panjang dari panjang tubuhnya. Hal ini memungkinkan mereka bergerak dengan cepat dan lincah dari pohon ke pohon—brakiasi.

Suara owa jawa memiliki banyak fungsi penting dalam kehidupan sosial mereka. Suara-suara ini bisa menjadi cara owa jawa untuk menandai batas wilayah antar kelompok; menjaga sumber daya seperti makanan, tempat tinggal, atau pasangan; bahkan menarik perhatian calon pasangan. Menariknya, vokalisasi owa jawa ini juga dapat bersifat menantang atau bersaing, meniru, sampai "merengek" minta perhatian. Di balik nyanyiannya yang khas, ada banyak makna sosial yang tersembunyi.

Sekitar pukul 6 pagi, saya, Zizah dan pendamping penelitian dari PPM Mendolo menyusuri jalur-jalur sempit di dalam hutan. Kami berusaha mencari keberadaan owa di antara rimbunnya dedaunan. Terkadang kami mengikuti arah suara panggilan owa yang bergema dari kejauhan. Pengamatan owa jawa di hutan bukanlah perkara yang mudah, apalagi owa jawa disini dikenal dengan sifat pemalu dan defensifnya terhadap keberadaan manusia. Luka masa lalu owa mungkin masih membekas dalam darah mereka. Dulu, warga sekitar masih memburu owa untuk dijual maupun dikonsumsi. Minimnya ilmu pengetahuan yang beredar di masyarakat lokal mendasari peristiwa masa lalu tersebut. Untungnya, beberapa tahun belakangan warga desa sudah memiliki kesadaran untuk menjaga berkah alam yang mereka punya.

Landskap hutan Sawahan, Mendolo, Pekalongan

Dalam mengamati keseharian owa jawa, penting untuk menggunakan metode ilmiah yang sistematis. Setiap 30 menit, dilakukan pencatatan perilaku lewat teknik scan sampling. Selama 5 menit kami akan mencatat apa saja yang sedang dilakukan oleh setiap individu, apakah mereka makan, bergerak, bersuara, atau beristirahat. Lima menit itu kemudian dibagi, jadi setiap satu menit kami mengamati dan mencatat aktivitas mereka secara detail. Selain itu, jika ada perilaku menarik atau tidak biasa yang muncul di luar waktu pengamatan, kami juga mencatatnya secara ad libitum alias spontan, supaya tidak ada momen penting yang terlewat.

Sebagai peneliti, untuk mendukung pengamatan ini, di samping pengamatan perilaku dan aktivitas owa jawa yang dilakukan hingga siang bahkan sore hari sampai owa tertidur di pohon tidurnya. Saya memasang alat perekam suara pasif di dua titik strategis dalam hutan. Alat ini dipasang tinggi-tinggi untuk merekam suara hutan dengan jangkauan yang luas mulai dari suara nyanyian owa di pagi hari hingga suara satwa lain yang hidup berdampingan. Dari data rekaman ini, saya bisa mengetahui rentang frekuensi dan durasi suara owa bersuara, sekaligus memastikan tipe-tipe suara yang dinyanyikan oleh masing-masing individu owa. Vokal owa jawa memiliki pola khas yang bisa dibedakan dari suara satwa lain.

A person climbing a tree

AI-generated content may be incorrect.A box attached to a tree

AI-generated content may be incorrect.

   Pemasangan alat rekam pasif di dua titik strategis

Berkunjung ke calling tree atau “pohon panggilan” owa jawa. Pohon ini adalah titik strategis dan spesial tempat owa bernyanyi, semacam panggung utama di tengah hutan. Pohon ini biasanya tinggi, kokoh, dan punya kanopi terbuka, sehingga suara owa bisa terdengar jauh hingga 2 km. Di sinilah owa jawa betina biasanya bernyanyi di pagi hari yang penuh makna untuk menandai wilayah, memperkuat ikatan, sekaligus menunjukkan eksistensi mereka pada kelompok lain. Calling tree menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial owa jawa, dan juga menjadi titik fokus yang membantu saya dalam merekam dan mempelajari vokalisasi mereka.

A couple of people standing in a forest

AI-generated content may be incorrect.A tree with many branches

AI-generated content may be incorrect.

Calling tree owa jawa

     Saya berharap penelitian ini nanti hasilnya dapat memberikan kontribusi informasi data pada upaya konservasi owa jawa dan juga menjadi masukan dan acuan bagi penelitian selanjutnya untuk pengembangan strategi konservasi owa jawa. Menjaga kelestariannya berarti melindungi lingkungan, mendukung ilmu pengetahuan, dan menjalankan tanggung jawab kita sebagai penjaga alam.