Friday, March 28, 2025

Para perempuan penjaga hutan: KWT Brayan Urip

Oleh : Sidiq Harjanto 

Ibu Ibu dukuh sawahan pulang dari Hutan mencari Umbi Gadung

Tanggal 25 Februari 2025 menjadi hari bersejarah bagi kelompok perempuan “Brayan Urip” di dukuh Sawahan, Desa Mendolo. Kelompok informal ini telah bertransformasi menjadi Kelompok Wanita Tani (KWT) dan akan semakin intens mewarnai kegiatan-kegiatan berkelanjutan yang dijalankan di Mendolo. Sri Windriyah didapuk memimpin kelompok yang sementara telah merekrut 16 orang ini untuk periode kepengurusan 2025-2030.

Sebagai kelompok yang kegiatan utamanya di bidang pertanian, KWT Brayan Urip mengusung visi: Terciptanya budaya pertanian yang mengedepankan solidaritas, gotong royong, kreativitas, inovasi, dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal. Tentunya, untuk mencapai visi tersebut perlu upaya-upaya nyata merawat pengetahuan dan keterampilan yang telah menjadi tradisi turun-temurun dan terbukti menjamin keberlanjutan.

musyawarah pengukuhan KWT Brayan Urip disaksikan Kepada Desa Sawahan

Dengan adanya KWT, posisi dan peran kaum perempuan bisa diperkuat. Kelompok juga bisa mengelaborasi berbagai ide dan membuahkan inovasi pangan, praktik pertanian berkelanjutan, hingga konservasi secara umum. Berbagai permasalahan bisa dirembug dan dicari penyelesaiannya. Di samping itu, adanya kelompok perempuan ini bisa menjadi medium regenerasi dalam komunitas masyarakat, terutama untuk mewariskan berbagai pengetahuan praktis maupun filosofis mengenai kehidupan masyarakat dekat hutan.

Sri Windriyah Ketua KWT Brayan Urip dukuh Sawahan

Ekologi pangan: merawat ekosistem dari dapur

Menurut Piramida Maslow, pangan adalah kebutuhan fisiologis umat manusia, menempati posisi paling dasar bersama oksigen, air, pakaian, shelter (tempat berlindung), dan seks. Kebutuhan ini sifatnya biologis dan mendesak sehingga pasti menjadi prioritas pemenuhan setiap manusia. Jika kebutuhan ini belum terpenuhi, maka manusia tidak termotivasi mengejar kebutuhan di tingkat selanjutnya.

Kebutuhan pangan dipenuhi dari alam, baik melalui pembudidayaan atau pertanian maupun pemanenan berbagai spesies liar. Karena tergantung faktor alam, pangan bisa mencerminkan relasi manusia dengan alam atau lingkungannya. Apa yang kita makan bisa saja memberikan dampak buruk bagi keseimbangan alam, tanpa kita sadari. Diperlukan kearifan dalam memilih pangan yang kita konsumsi sehari-hari. Misalnya, memilih pangan organik, non-GMO ( genetically modified organism), diproduksi lokal (meminimalkan jejak karbon), dan berbagai pertimbangan lainnya.

Sebagai kaum ibu yang sangat berkepentingan dalam penyediaan pangan sehat bagi keluarga, para anggota KWT Brayan Urip bertekad untuk merawat dan terus mempraktikkan tradisi pangan lokal yang selama ini masih terpelihara. Tradisi ini kiranya masih relevan dengan semangat menjaga keseimbangan alam. Memperjuangkan kelestarian dan keberlanjutan alam bisa dimulai dari dapur-dapur tiap rumah. Dari pilihan menu makan sehari-hari yang bijak dan bertanggung jawab.

Memilih pangan lokal membawa banyak manfaat. Sebagaimana disebutkan di atas, memilih pangan lokal bisa mengurangi jejak karbon karena minim pengangkutan. Tak cuma itu saja, tradisi pangan lokal bisa mendorong masyarakat setempat untuk melindungi sumber daya alam yang ada. Pangan lokal sendiri merupakan bagian dari biodiversitas yang penting dalam ekosistem. Pada aspek lain, pangan lokal cenderung lebih segar sehingga lebih kaya nutrisi, dan lebih sehat karena tanpa pengawetan. Pangan lokal juga berpotensi mendongkrak ekonomi setempat.

Pendataan awal mengenai potensi pangan berbasis hutan pada tahun 2022 telah menemukan tak kurang 80 jenis tumbuhan dan jamur liar yang bisa dikonsumsi. Sebagian dari potensi itu masih terus dimanfaatkan oleh masyarakat hingga saat ini. Sayur pakis, belibar pucung, dan jamur lember misalnya, masih lazim mengisi meja-meja makan warga Desa Mendolo.

Pemanenan dan pengolahan umbi gadung telah menjadi tradisi turun-menurun bagi kaum perempuan di Mendolo. Umbi ini umumnya diolah menjadi keripik maupun pengganti nasi. Pada tahun 2024, kelompok Brayan Urip telah melakukan uji coba pembuatan tepung berbahan gadung dengan hasil yang cukup menjanjikan. Ini merupakan sebentuk inovasi setelah tak kurang 70 tahun pemanfaatan gadung di Mendolo. Maka pada tahun ini, produksi tepung gadung hendak ditingkatkan pada skala yang lebih besar sehingga diharapkan bisa turut mendongkrak perekonomian warga, khususnya kaum perempuan.

Sebagai catatan, umbi gadung (Dioscorea hispida) tumbuh liar di area-area hutan di sekitar Dukuh Sawahan. Keberlanjutan tanaman umbi ini tergantung kepada kelestarian hutan sebagai habitat. Artinya, upaya kelompok perempuan Sawahan untuk mengelola potensi umbi gadung ini membawa konsekuensi untuk adanya upaya memperjuangkan kelestarian hutan itu sendiri.

Di sisi lain, hutan di Mendolo merupakan habitat bagi aneka satwa, termasuk owa jawa, lutung jawa, rek-rekan, kukang, elang jawa, burung raja-udang kalung-biru, dan lain sebagainya. Di sini kita menemukan irisan kepentingan yang sama antara urgensi pelestarian hutan sebagai “lumbung pangan” bagi masyarakat dan hutan sebagai habitat berbagai jenis satwa. Dua kepentingan yang perlu sinergi saling menguatkan untuk hutan yang lestari.

Pendidikan sebagai salah satu misi strategis

Kegiatan edukasi di Sawahan
Telah disinggung sebelumnya bahwa keberadaan kelompok bisa menjadi medium regenerasi di masyarakat. KWT Brayan Urip memiliki komitmen itu sehingga salah satu misi yang tercantum dalam AD-ART kelompok adalah melakukan edukasi kepada generasi muda. Edukasi ini tidak terbatas pada bidang tertentu namun bersifat umum tergantung urgensi, karena perlu disadari bahwa kehidupan ini sifatnya holistik-sistemis.

Mengawali kiprah dalam bidang edukasi, KWT Brayan Urip berkolaborasi dengan PPM Mendolo dan didukung Swaraowa mengajak anak-anak di lingkup Dukuh Sawahan untuk belajar bersama mengenai potensi keanekaragaman hayati desa. Pada tanggal 19 Maret 2025, sembari menunggu waktu berbuka puasa, para ibu ini mengumpulkan putra-putri dukuh sawahan untuk berdiskusi mengenai nilai penting keanekaragaman hayati, serta dampaknya jika terjadi kerusakan.

Tema keanekaragaman hayati ini sejalan dengan momentum perumusan Peraturan Dukuh (Perduk) untuk pelestarian satwa liar. Telah disepakati perlindungan jenis-jenis ikan, burung, dan primata di lingkup Sawahan. Sebagai salah satu elemen masyarakat, KWT turut mendukung upaya pelestarian tersebut melalui bentuk pendidikan lingkungan bagi anak-anak usia sekolah dasar.

Pendidikan menjadi salah satu misi strategis yang diusung oleh KWT Brayan Urip. Banyak pengetahuan dan keterampilan lokal yang saat ini belum terakomodir oleh lembaga pendidikan formal. Butuh media di luar pendidikan formal yang sudah ada untuk mentransformasikannya. Atas dasar itulah, kelompok membangun komitmen untuk mengisi ruang-ruang yang masih kosong tersebut agar generasi muda di Dukuh Sawahan tidak tercerabut dari akar budaya dan lingkungan tempat tumbuhnya.

Tuesday, March 25, 2025

Mengenalkan salah satu burung paling terancam punah di dunia untuk siswa di Mendolo

 Oleh : Imam Taufiqurrahman

Siswa SD Negeri Mendolo unit Lokal Sawahan memamerkan hasil mewarnai raja-udang kalung-biru
 didampingi Kepala Sekolah dan anggota PPM Mendolo, 19 Maret 2025.


Selama dua hari, pada 19-20 Maret 2025, Yayasan SwaraOwa bersama Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo melakukan kunjungan (school visit) ke Sekolah Dasar Negeri Mendolo. Kegiatan yang menjadi bagian dari program konservasi raja-udang kalung-biru (Alcedo euryzona) ini berupaya untuk mengenalkan burung berstatus Kritis , salah satu burung yang paling terancam punah di dunia, tersebut untuk  para siswa setempat.

Di hari pertama, kegiatan berlangsung di SD Negeri Mendolo Lokal Sawahan, Dusun Sawahan. Terdapat 18 murid di unit tempat siswa Kelas 2, 4, dan 6 itu bersekolah. Hari berikutnya giliran SD Negeri Mendolo Induk, berlokasi di Dusun Mendolo Wetan, yang dikunjungi. Terdapat total 58 siswa jenjang Kelas 1, 3, dan 5 yang bersekolah di sana. Namun, kunjungan di hari kedua tersebut hanya diikuti oleh siswa Kelas 3 dan 5 yang berjumlah 26 murid. Sehingga, total terdapat 44 siswa yang mengikuti kegiatan pengenalan raja-udang kalung-biru ini.

Kegiatan berlangsung pada dua hari terakhir aktivitas belajar mengajar sebelum memasuki libur lebaran. Para siswa menyambut hangat dan tampak antusias mengikti rangkaian kegiatan. Ajang ini sekaligus menjadi sarana berbagi cerita serta pengalaman para anggota PPM Mendolo kepada siswa-siswa yang notabene merupakan anak, adik, maupun kerabat dekat mereka sendiri.

Pemaparan pengenalan raja-udang kalung biru oleh Alex Rifa’i
pada siswa Kelas 3 dan 5 SD Negeri Mendolo, 20 Maret 2025.

Alex Rifa’i, Koordinator Konservasi PPM Mendolo, memberi paparan tentang seluk-beluk raja-udang kalung-biru. Ia menjelaskan bahwa endemik Jawa nan langka tersebut hanya dapat ditemukan di beberapa lokasi saja, dan Kali Wisnu yang melintasi desa mereka menjadi salah satunya. Suatu keistimewaan yang patut dibanggakan, menandakan sungai, hutan, dan lingkungan di sekitar desa masih terjaga baik.

Paparan dilanjutkan oleh Cashudi, Ketua PPM Mendolo. Ia menjelaskan butir-butir hasil kesepakatan warga Dusun Sawahan dalam melindungi ikan, burung, dan primata yang ada di desa, termasuk juga sungai, hutan, dan pepohonan.

Usai pemaparan, para siswa diajak untuk menyalurkan kreativitas mereka dalam kegiatan mewarnai raja-udang kalung-biru. Mereka dibebaskan untuk membubuhi warna yang mereka suka pada lembar gambar yang tersedia. Cerminan kreasi terlihat pada hasil gambar yang sangat beragam.

 

Siswa Kelas 3 dan 5 memamerkan hasil mewarnai raja-udang kalung-biru, 20 Maret 2025.

Kepala Sekolah SD Negeri Mendolo, Bapak Untung Prasetyo
 saat menerima kenang-kenangan, 19 Maret 2025.


Kepala Sekolah SD Negeri Mendolo, Bapak Untung Prasetyo, mengapresiasi kreasi anak-anak didiknya dengan meminta mereka menempelkan karya di ruang kelas masing-masing. Kegiatan yang mendapat dukungan dari ASAP dan OBC ini lantas ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan berupa foto jantan dan betina raja-udang kalung-biru oleh Ketua PPM Mendolo pada kepala sekolah.