Oleh : Khoirun Nisa Julianti
Owa Jawa (Hylobates moloch) di Hutan Sawahwan ,Pekalongan |
Suara owa jawa bergema di seantero
hutan. Matahari pagi bersinar hangat.
Suasana hutan turut diramaikan oleh gemerisik daun, kicauan burung, kokok ayam
hutan, hingga suara tonggeret yang bersahutan. Suara seperti ini , hanya bisa ditemukan di Pulau Jawa, biasa
dikenal oleh warga lokal sebagai uweg-uweg.
Suara owa jawa dapat didengar oleh manusia hingga jarak 2 km dari
keberadaannya.
Perkenalkan saya Nisa, mahasiswi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bersama
rekan saya, Zizah, dan didampingi oleh pendamping penelitian dari PPM
(Paguyuban Petani Muda) Mendolo, saya berkesempatan mengamati perilaku owa jawa
langsung di habitat aslinya, di desa Mendolo, tepatnya di hutan dukuh Sawahan.
Pengamatan perilaku owa jawa ini
saya lakukan dalam rangka penelitian yang di dukung oleh beasiswa Swaraowa.
Penelitian ini juga merupakan skripsi saya yang berjudul “Studi Perilaku Bersuara Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di
Hutan Mendolo, Pekalongan, Jawa Tengah”. Tujuan utama dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui perilaku bersuara owa jawa pada kondisi habitat yang
terfragmentasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya.
Owa jawa adalah makhluk sosial yang
hidup dalam kelompok kecil dan sangat bergantung pada kelestarian hutan. Pada
dasarnya owa jawa dan manusia bisa hidup berdampingan. Sayangnya, kenyataan di
lapangan tak selalu demikian. Bagian hutan yang dulunya menjadi rumah bagi owa
jawa lama-kelamaan mengalami perubahan fungsi. Kami mengamati langsung pengaruh
alih fungsi lahan tersebut terhadap perilaku owa jawa.
Karakter morfologi yang mencolok dan dapat diamati secara langsung pada owa jawa adalah tubuhnya yang ditutupi rambut berwarna kelabu. Kelompok owa jawa termasuk dalam satwa monogami yang terdiri dari sepasang jantan dan betina yang hidup bersama seumur hidup. Pasangan ini akan membesarkan anak-anaknya secara bersama-sama. Ketika anak owa jawa sudah mulai dewasa sekitar usia 6-8 tahun, mereka akan mulai meninggalkan kelompok keluarganya. Hubungan ini bukan hanya soal reproduksi, tapi juga ikatan sosial yang kuat mirip seperti pasangan hidup pada manusia. Ciri khas lainnya adalah bentuk lengannya yang sangat panjang dan lentur. Bahkan, panjang lengannya hampir dua kali lipat lebih panjang dari panjang tubuhnya. Hal ini memungkinkan mereka bergerak dengan cepat dan lincah dari pohon ke pohon—brakiasi.
Suara owa jawa memiliki banyak
fungsi penting dalam kehidupan sosial mereka. Suara-suara ini bisa menjadi cara
owa jawa untuk menandai batas wilayah antar kelompok; menjaga sumber daya
seperti makanan, tempat tinggal, atau pasangan; bahkan menarik perhatian calon
pasangan. Menariknya, vokalisasi owa jawa ini juga dapat bersifat menantang
atau bersaing, meniru, sampai "merengek" minta perhatian. Di balik
nyanyiannya yang khas, ada banyak makna sosial yang tersembunyi.
Sekitar pukul 6 pagi, saya, Zizah
dan pendamping penelitian dari PPM Mendolo menyusuri jalur-jalur sempit di
dalam hutan. Kami berusaha mencari keberadaan owa di antara rimbunnya dedaunan.
Terkadang kami mengikuti arah suara panggilan owa yang bergema dari kejauhan.
Pengamatan owa jawa di hutan bukanlah perkara yang mudah, apalagi owa jawa
disini dikenal dengan sifat pemalu dan defensifnya terhadap keberadaan manusia.
Luka masa lalu owa mungkin masih membekas dalam darah mereka. Dulu, warga
sekitar masih memburu owa untuk dijual maupun dikonsumsi. Minimnya ilmu
pengetahuan yang beredar di masyarakat lokal mendasari peristiwa masa lalu
tersebut. Untungnya, beberapa tahun belakangan warga desa sudah memiliki
kesadaran untuk menjaga berkah alam yang mereka punya.
![]() |
Landskap hutan Sawahan, Mendolo, Pekalongan |
Dalam mengamati keseharian owa jawa,
penting untuk menggunakan metode ilmiah yang sistematis. Setiap 30 menit,
dilakukan pencatatan perilaku lewat teknik scan
sampling. Selama 5 menit kami akan mencatat apa saja yang sedang dilakukan
oleh setiap individu, apakah mereka makan, bergerak, bersuara, atau
beristirahat. Lima menit itu kemudian dibagi, jadi setiap satu menit kami
mengamati dan mencatat aktivitas mereka secara detail. Selain itu, jika ada
perilaku menarik atau tidak biasa yang muncul di luar waktu pengamatan, kami
juga mencatatnya secara ad libitum
alias spontan, supaya tidak ada momen penting yang terlewat.
Sebagai peneliti, untuk mendukung
pengamatan ini, di samping pengamatan perilaku dan aktivitas owa jawa yang
dilakukan hingga siang bahkan sore hari sampai owa tertidur di pohon tidurnya.
Saya memasang alat perekam suara pasif di dua titik strategis dalam hutan. Alat
ini dipasang tinggi-tinggi untuk merekam suara hutan dengan jangkauan yang luas
mulai dari suara nyanyian owa di pagi hari hingga suara satwa lain yang hidup
berdampingan. Dari data rekaman ini, saya bisa mengetahui rentang frekuensi dan
durasi suara owa bersuara, sekaligus memastikan tipe-tipe suara yang
dinyanyikan oleh masing-masing individu owa. Vokal owa jawa memiliki pola khas
yang bisa dibedakan dari suara satwa lain.
Pemasangan
alat rekam pasif di dua titik strategis
Berkunjung ke calling tree atau “pohon panggilan” owa jawa. Pohon ini adalah titik
strategis dan spesial tempat owa bernyanyi, semacam panggung utama di tengah hutan. Pohon ini biasanya
tinggi, kokoh, dan punya kanopi terbuka, sehingga suara owa bisa terdengar jauh
hingga 2 km. Di sinilah owa jawa betina biasanya bernyanyi di pagi hari yang
penuh makna untuk menandai wilayah, memperkuat ikatan, sekaligus menunjukkan eksistensi
mereka pada kelompok lain. Calling tree
menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial owa jawa, dan juga menjadi titik
fokus yang membantu saya dalam merekam dan mempelajari vokalisasi mereka.
Calling tree owa jawa
Saya berharap penelitian ini nanti hasilnya dapat memberikan kontribusi informasi data pada upaya konservasi owa jawa dan juga menjadi masukan dan acuan bagi penelitian selanjutnya untuk pengembangan strategi konservasi owa jawa. Menjaga kelestariannya berarti melindungi lingkungan, mendukung ilmu pengetahuan, dan menjalankan tanggung jawab kita sebagai penjaga alam.
No comments:
Post a Comment