Saturday, December 6, 2025

Titian Lestari: Koridor Kehidupan Untuk Owa Jawa

 oleh : Sidiq Harjanto

tari kreasi baru dari Mendolo " Jingkrak Sundhang" di pentaskan dalam acara peresmian program  "Titian Lestari"

Pada Sabtu, 29 November 2025 telah dilaksanakan Kick Off Program Konservasi Fauna "Titian Lestari: Koridor Kehidupan Untuk Owa Jawa". Program ini merupakan kolaborasi antara SwaraOwa dengan Yayasan Astra Honda Motor (AHM) dan Affiliated Company AHM. Program “Titian Lestari” dihadirkan sebagai upaya komprehensif dan multidimensinal untuk merajut kembali keterhubungan hutan, hati, pikiran, dan harapan keharmonisan manusia dan alam. Target utama program ini adalah pelestarian owa jawa di Kawasan Hutan Petungkriyono-Lebakbarang.

Program ini didesain dengan mengintegrasikan berbagai aspek –konektivitas hutan, kesadaran masyarakat, dan partisipasi parapihak; dengan kesadaran bahwa upaya mewujudkan kelestarian alam membutuhkan pendekatan yang holistik. Program berbasis “Tiga Titian” –tiga jembatan penghubung strategis. Titian Alam, berupa aksi nyata merawat konektivitas fisik hutan melalui penanaman pohon. Titian Pengetahuan, membangun koneksi antara manusia dengan alam, dalam hal ini owa jawa dan hutan habitatnya melalui edukasi dan penyadaran. Titian Peran, membangun jembatan peran dan partisipasi masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan.

Acara Kick Off yang digelar di Dusun Sawahan, Desa Mendolo, Kecamatan Lebakbarang ditandai dengan serah terima pohon secara simbolis dari Ketua Yayasan AHM, Bapak Ahmad Muhibbuddin kepada Yayasan SwaraOwa, yang diwakili Sidiq Harjanto selaku koordinaror program Titian Lestari. Turut hadir menyaksikan, antara lain: Ibu Sri Handayani selaku Camat Lebakbarang beserta Muspika Lebakbarang, Bapak Kaliri selaku Kepala Desa beserta perangkat Desa Mendolo, Bapak Catur mewakili Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur, utusan dari kantor CDK IV Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah, dan segenap tamu undangan.

peluncuran program Tititan Lestari, penamanan untuk koridor kehidupan

Dalam Kick Off ini juga dilakukan simbolis penanaman berbagai jenis pohon, antara lain: Kayu Sapi (Pometia sp.) Kayu Babi (Crypteronia sp.), Kepayang/kluwek (Pangium edule), Aren (Arenga pinnata), Rau (Dracontomelon dao), dan Sentul (Sandoricum koetjape). Jenis-jenis pohon ini yang nantinya akan dibibitkan dan ditanam di area-area habitat penting owa jawa. Sebagian jenis pohon adalah potensial pakan bagi owa jawa, sebagian lainnya memiliki nilai penting dalam konservasi air, dan sebagian lagi memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat.

Titian Lestari diharapkan membawa dampak positif sebagai berikut: Pertama, terpeliharanya koridor habitat yang mendukung pergerakan dan regenerasi owa jawa. Sebagai satwa arboreal, owa jawa bergantung pada tajuk pohon yang saling terhubung untuk aktivitas bergerak, mencari makan, dan berkembang biak. Alih fungsi lahan, seperti pertanian monokultur, berisiko menyebabkan fragmentasi habitat bagi owa jawa. Berdasarkan penelitian Widyastuti et al. (2023) menyebutkan ancaman populasi owa jawa muncul karena indikasi fragmentasi di habitat seluas 8,341 ha, di wilayah Petungkriyono-Lebakbarang.

 Melalui program “Titian Alam”, bibit-bibit pohon rencananya ditanam pada sempadan dan daerah aliran sungai (DAS) Wisnu & Sengkarang untuk menjadi koridor hutan di masa depan, sekaligus untuk konservasi air dan tanah. Dengan model agroforestri yang diperkaya, aneka bibit buah hutan juga ditanam di lahan-lahan garapan guna meningkatkan ketersediaan pohon pakan bagi owa jawa.

simbolis acara penanaman bersama

 Kedua, meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat umum dalam konservasi. Owa jawa dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita, karena bersifat monogami atau setia pada satu pasangan, dan protektif terhadap keluarga. Aspek-aspek kehidupan owa jawa ini selaras dengan nilai-nilai masyarakat yang kita pegang, dan perilaku bersuaranya mengajarkan bentuk komunikasi yang efektif.

 Dibingkai dalam “Titian Pengetahuan”, edukasi dan kampanye konservasi, terutama kepada generasi muda di sekitar habitat owa jawa akan dilakukan menggunakan metode-metode kreatif dan menyentuh sisi emosi. Salah satunya melalui media seni, seperti tari Jingkrak Sundang karya Bapak Sujono seniman multitalenta dari Keron, Magelang. Tari ini menggambarkan kemarahan dan keputusasaan satwa liar yang kehilangan habitat, diharapkan membangkitkan empati para penari maupun audiensnya.

 Ketiga, tersedia ruang partisipasi bagi kaum perempuan pada konservasi. Skema pelestarian hutan perlu membumi dan menjangkau berbagai kalangan. Salah satu kelompok yang perlu diberi ruang adalah kaum perempuan. Kepentingan mereka terhadap hutan bisa dilihat dari akses kepada pangan lokal dan obat-obatan alami. Perempuan umumnya juga pembuat keputusan dalam hal konsumsi rumah tangga, terutama pangan, yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi hutan.

 “Titian Peran” mengajak partisipasi kaum perempuan untuk memperkaya perspektif konservasi dalam keputusan-keputusan sehari-hari (misalnya, memilih produk yang ramah lingkungan atau bijak dalam penggunaan kayu bakar) sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi tekanan pada habitat Owa Jawa. Membuka peluang ekonomi berkelanjutan seperti pengembangan produk hasil hutan bukan kayu juga akan menjadi fokus utama program ini.

 Atas terlaksananya Kick Off Program Konservasi Titian Lestari ini, kami ucapkan terima kasih kepada mitra/kolaborator: Yayasan Astra Honda Motor, PT Musashi Auto Parts Indonesia, PT Astemo Bekasi Manufacturing, PT Yutaka Manufacturing Indonesia, PT Suryaraya Rubberindo Industries. Juga kepada para pihak yang telah turut mendukung kesuksesan acara, antara lain: Muspika Lebakbarang, Pemerintah Desa Mendolo, Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur, CDK IV Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah, Dinas Pertanian Kab Pekalongan, Paguyuban Petani Muda Mendolo, Kelompok Wanita Tani Brayanurip Mendolo, dan segenap masyarakat Desa Mendolo.

Wednesday, October 29, 2025

“Rhinopithecus brelichi dan Diplomasi Primata: Catatan Perjalanan dari Guizhou”

 oleh : Arif Setiawan

foto bersama dengan peneliti peneliti dari Guizhou Academy of Science

6 Agustus 2025 Guiyang, ibukota Provinsi Guizhou—sebuah kota yang menantang stereotip tentang wilayah pegunungan China. Di sini, gedung-gedung pencakar langit menjulang seolah ingin menyentuh awan, membentuk siluet modern yang kontras dengan lanskap lembah dan bukit yang mengelilinginya. Jalanan padat oleh arus kendaraan dan manusia, denyut ekonomi terasa nyata di setiap sudut: dari pusat perbelanjaan yang gemerlap hingga warung kecil yang tak pernah sepi.

Saya berkunjung ke kota ini karena undangan dari Kefeng Niu, salah satu primatologist yang telah lama saya kenal sejak tahun 2011, dari sebuah kursus di Singapura. Kefeng adalah peneliti Guizhou Snub Nosed monkey - Rhinopithecus brelichi, monyet endemik Gunung Fanjing.

Beberapa hari sebelum saya sampai di  Guiyang, telah mengunjungi breeding center monyet Guizhou yang terletak di kaki gunung Fanjing.  Ada 3 species snub nosed monkey di China, dan Guizhou snub nosed monkey adalah yang paling sedikit, Populasinya ada sekitar 400-700 individu, bahkan IUCN redlist sudah Critically Endangered, ada 200 individu populasi dewasa . oleh karena itu saat ini sudah di bangun breeding center pusat penangkaran, untuk mascot Guizhou ini. Pusat penelitian dan  penangkaran ini didirikan pada tahun 1993, dimulai dengan tujuh individu liar yang ditangkap sebagai pendiri koloni. Langkah ini diambil karena populasi liar sangat kecil dan terfragmentasi, sehingga diperlukan strategi konservasi eks-situ untuk mencegah kepunahan. Sejak 1995, program ini mulai menunjukkan keberhasilan dengan kelahiran individu baru setiap tahun, menandai awal dari pengelolaan populasi captive yang lebih sistematis.

monyet hidung pesek Guizhou- Rhinopithecus brelichi

Perjalanan kurang lebih 1.5 jam, dari hotel di kota Jiangkou, menuju lokasi penangkaran, tepat berada di Lembah yang di kelilingi gunung, yang berhutan cukup rapat, dan mengalir air yang sangat jernih,  di pintu gerbang penangkaran sudah menunggu teman-teman Kefeng yang dulu membantu penelitiannya, dan kini menjadi staff di penangkaran ini. Kami langsung melihat ke dalam lokasi, meskipun di penangkaran karena ini pertama kali melihatnya, impressi ya sekilas nampak lebih besar dari pada lutung paling besar di jawa yang pernah saya lihat, warna wajah biru pucat dengan rona merah muda, dan hidung peseknya sangat unik. Proporsi kaki nampak lebih besar dan panjang disbanding ukuran tubuhnya, dan ekornya yang panjang dan bulat panjang menjuntai sepertinya lebih panjang daripada ukuran kakinya. ranbut putih di kedua ujung telinga dan memiliki kuncir rambut warna cream keputihan, unik sekali. !

telinga putih dan kuncir rambut monyet Guizhou
monyet guizhou remaja

 Nampak ada 1 individu jantan yang terlihat pertama kali ketika sampai di breeding ceter dengan pendamping dari staf penangkaran ,  2 betina, serta 1 anak usia remaja, menurut Kefeng ada 7 individu total di penangkaran ini. Fasilitas ini tidak terbuka untuk wisata pada umumnya, namun untuk kepentingan konservasi, dan peneliti dapat berkunjung ke lokasi penangkaran.

Snub nosed, kalau di terjemahkan hidung pesek,  monyet ini masih satu keluarga dengan lutung dan rekrekan kalau di jawa, ya itulah monyet guizhou yang nampak  terlihat lubang  tanpa batang hidung di wajah, terlihat aneh. Tentu saja ini terkait dengan evolusi adaptasi terhadap udara dingin dan kering di pegunungan. Bulu yang panjang dan tebal juga menunjukkan adaptasi terhadap suhu dingin.

Pemandangan habitat monyet Guizhou dari kereta gantung

Setelah melihat Guizhou snub nosed monkey di penangkaran, Kami menuju pintu masuk untuk trekking ke G.Fanjing. yang juga menjadi habitat alami Guizhou snub nosed monkey, kawasan ini merupakan nature reserve salah satu situs UNESCO heritage site, dan menjadi tujuan wisata paling populer di provinsi Guizhou,   dengan menggunakan Kereta Gantung. Dibangun dengan teknologi ramah lingkungan dan desain yang menyatu dengan kontur alam, infrastruktur ini membuka akses ke kawasan konservasi yang sebelumnya hanya bisa dijangkau oleh peneliti dan pendaki. Kereta gantung ini menjadi simbol harmoni antara pembangunan dan pelestarian, bagian dari strategi ekowisata Tiongkok yang menggabungkan konservasi spesies langka dengan pengalaman wisata berkelas dunia. Di stasiun akhir, pengunjung dapat mengakses pusat edukasi, jalur interpretatif, dan observatorium primata yang dirancang untuk mempertemukan sains alam,  sejarah geologi, budaya, dan rasa kagum.

dengan Kefeng di puncak gunung Fanjing di depan Mushroom rock yang melegenda
diplomasi kopi , dengan owner San Men Coffee-Guiyang

Di Kota Guiyang, sempat berkunjung ke beberapa kedai kopi, ada kurang lebih 3000 cafe shop di sini, menurut flyers yang saya temukan di salah satu cafe shop. Salah satu yang saya kunjungi adalah San Men coffee, saya temukan dari search online , dan beruntung sekali owner nya adalah baristanya. Kami ngobrol banyak tentang bisnis kopi di Guiyang, dan karakter peminum kopi disini, menurutnya, kalau cuaca panas seperti sekarang ini, sajian cold brew dan kopi susu banyak diminati, dan biasanya pesan antar atau online lebih banyak daripada yang minum di kedai. Kedai kecil ukuran 2x 5 meter, namun terlihat sangat ramai,beberapa koleksi biji kopi di pajang di depan, ada dari sumatera . Dan yang lainnya dari Amerika Selatan dan Afrika.sehari bisa mencapai 150-300 cups katanya.

pemberian buku Burung China oleh Prof. Zhonrong Wu

saya memberikan Kopi owa untuk Prof. Man Liu

Guiyang adalah kota yang sedang tumbuh, tapi tidak lupa akar. Ia membangun masa depan dengan tetap merawat warisan. Di kampus-kampus dan pusat inovasi, generasi muda merancang solusi berbasis lokal.

Di kawasan hijau yang masih luas, alam tetap menjadi guru dan pelindung. Saya mendapat undangan di salah satu pusat pengembangan ilmu pengetahuan di provinsi ini, Guiyang Academi of Science.  Kesempatan ini muncul karena Kefeng Niu, bekerja di Lembaga ini, Presentasi di Guiyang Academy Of Science, kesempatan memperkenalkan Owa jawa dan proyek konservasi ada disini, Kefeng telah mengatur semua dan kami selepas makan siang menuju Guiyang academy of Science, disana kami telah di tunggu oleh Profesor Man Liu, dan Profesor  Zhongrong beliau adalah ahli serangga, dan ahli burung. Ruangan presentasi telah disediakan dan peserta yang hadir adalah peneliti-peneliti di lembaga ini adalah sperti BRIN kalau di Indonesia. Saya mempresentasikan proyek KOPI dan Konservasi Primata dalam Bahasa inggris, dan Kefeng saya harus berterimakasih kepadanya, karena dia membantu menerjemahkan dalam Bahasa China. Presentasi berjalan lancar, dan mendapat apresiasi banyak pertanyaan dari yang hadir. Setelah presentasi saya di ajak ke ruangan Prof, Man Liu,  saya mendapat kenang kenangan awetan serangga, yang katanya ini jenis yang langka, dan mecapai kondisi dewasa sperti dalam bingkai ini dalam waktu 2 tahun, saya sempat memberikan Kopi Owa kepada beliau.

Kemudian Prof Zhongron Wu, yang peneliti burung, memberi saya buku hasil penelitiannya tentang jenis-jenis burung , buku setebal halaman itu menjadi Istimewa karena di berikan dan ditandatangani langsung oleh penulisnya.

Macaca mulata, monyet ekor sedang 

Monyet ekor pendek - Macaca thibetana

Setelah presentasi di Guizhou Academy of Science, Kefeng mengajak saya ke taman kota.., tapi suasana sangat penuh sesak, liburan musim panas ini membuat kota Guiyang penuh manusia !!, sebenarnya kami ingin melihat satu jenis monyet yang semi liar di sini, yaitu Rhesus Macaque ( Macaca mulata). Jenis ketiga monyet di china bagian selatan-barat. Ditengah padatnya pengunjung sangat susah mengamati sekitar, yang sbenarnya ini seperti taman, tapi sangat luas dan sperti hutan , kemudian ada kelompok monyet yang menimbulkan keributan karena mengambil makanan yang di bawa oleh pengunjung, ya itulah lifer saya juga Macaca mulata, cirinya hampir sama dengan macaca pada umumnya tapi ekornya tidak sepanjang monyet fascicularis, dan lebih panjang daripada ekornya Tibetan macaque. Itu saja foto-foto tidak banyak karena semakin banyak orang lalulalang lewat dan tidak bisa fokus untuk mengamati atau mengikuti pergerakan monyet. Kefeng mengajak kami keluar, dia bilang sebagai orang china juga baru melihat orang sebanyak ini di taman kota. 

Hari itu, bersama kefeng di akhiri dengan makan malam dengan kolega dan pejabat pemerintah , yang sendang merancang sebuah proyek penelitian dan konservasi bersama. Saya hanya ikut makan saja, tidak mengerti apa yang dibicarakan. Tapi pengalaman berbeda dengan kolega-kolega baru di china, social dinner yang menyenangkan dan mengenyangkan.

7 Agustus 2025, Petualangan di China selesai, saya berangkat kembali ke Jakarta, dan hampir saja pesawat ketinggalan, karena tiba-tiba jadwal di rubah,dibatalkan  dan mendadak saya harus ganti pesawat, dan untungnya masih ada kursi tersisa, karena saya harus transit di Sensen, jadi ada pesawat lanjutan yang harus ke jakarta, bisa juga saya ketinggalan karena perubahan ini. Sampai di Zensen pesawat sudah pas dengan jadwal peswat berikutnya, saya berlari-lari di imigrasi dan sangat terbantu di arahkan oleh petungas. Akhirnya jam saya sudah di dalam pesawat menuju Jakarta. Selamat tinggal Guizhou. Xie-Xie.





Monday, October 27, 2025

"Menelusuri Bat Kailolot: Survei Sehari di Hutan Adat Salaisek"

 Oleh :Aloysius Yoyok

Bilou ( Hylobates klossii)

Kegiatan kali ini hanya survey singkat ke hutan milik uma Salaisek, pada tangga 13 Oktober 2025. Kawasan hutan Bat Kailolot ini adalah milik uma Salaisek yang berbatas sepadan dengan hutan milik uma Salimu. Perbatasan hutan yang secara adat menjadi kekuasaan mereka itu terletak di sepanjang punggung perbukitan yang kebetulan menjadi lintasan jalan setapak Gotab-Salapak. 

Lahan milik uma Salaisek ini di beberapa spot sejak beberapa dekade lalu sudah dikelola sebagai areal perladangan tradisional; sebagian lahan rawa-rawa dikelola sebagai kebun sagu sementara lahan dataran kering dikelola sebagai tempat pengembangan perladangan tradisional (pumonean) yang berisi tanaman tua (jenis-jenis tanaman buah-buahan lokal). Lahan ini juga pernah dimanfaatkan oleh beberapa penduduk setempat untuk areal pengembangan peternakan babi tradisional (pusainakat) tetapi semenjak generasi tua pemilik pusainakat itu sudah tidak ada lagi dan generasi sekarang sekarang ini tidak lagi melanjutkan usaha itu, maka areal itu kini kembali ditumbuhi oleh vegetasi yang cukup rapat dengan jalur-jalur jalan setapak yang sudah tidak terlihat lagi, tertutup oleh tumbuhan hutan dan semak. Melakukan survei di kawasan ini harus dipandu oleh orang yang memang memahami kawasan karena jalur-jalur jalan setapak lama yang sudah hilang.

jalur berlumpur di rawa-rawa 

Kawasan lahan hutan Bat Kailolot ini selain berbatas sepadan dengan hutan milik Salimu di sepanjang punggung perbukitan di sebelah selatan, di sebelah timur dan utara lahan mereka ini berbatas dengan punggung perbukitan dimana jalan trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma yang dibuka dengan memanfaatkan bekas jalan perusahaan kayu log di tahun 80 an. Sampai beberapa tahun lalu sebelum jalan trans Siberut itu dibuka pada tahun 2017 lalu, kelimpahan satwa dan primata di kawasan itu masih terlihat bagus. Jika berkunjung di kawasan itu, jika di pagi hari buta maka nyanyian morning call dari kelompok-kelompok bilou akan terdengar di sekitar pondok, demikian juga dengan ke 3 jenis primata yang lain termasuk juga ragam satwanya. 

Rute Perjalanan

Rute yang dipilih untuk mencapai lokasi survei itu adalah dengan menempuh jalur laut dari Maileppet-Gotab, kemudian dari Gotab menuju Bat Kailolot dengan jalan kaki, bisa juga dengan menempuh dengan perjalanan jalur darati melalui jalur jalan sekunder yang menghubungkan permukiman Gotab-Jalan Trans, tetapi kami memilih melalui jalur jalan setapak yang menghubungkan permukiman Gotab-Pondok Dami  ( Dami ini sahabat saya dari Gotab) di Bat Kailolot tepi jalur jalan trans ruas Maileppet-Saliguma juga.

Perjalanan laut dari Maileppet-Gotab kami tempuh dengan pompong sekitar 1 jam dan perjalanan darat yang kami tempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalur jalan setapak kami tempuh juga selama kira-kira 1 jam. 

Kebetulan perjalanan kami tempuh di sore hari, di tengah hujan yang turun semenjak pagi. Sesudah beristirahat sejenak di Gotab, saat matahari tenggelam kami berangkat dengan berjalan kaki menuju pondok ladang Dami yang terletak di Bat Kailolot. 

Sebenarnya jika cuaca cenderung kering perjalanan menuju lokasi itu bisa ditempuh melalui jalur jalan trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma mempergunakan sepeda motor, sekitar 40 menit saja. Tetapi jika cuaca cenderung hujan, pilihan jalur jalan ini bisa memiliki risiko besar karena jalur jalan ini belum ada pengerasan masih berupa tanah lempungan di sepanjang punggung perbukitan yang merupakan bekas jalan logging di masa lalu, jalanan akan menjadi lengket dan berlumpur saat hujan turun. Jika situasi menjadi seperti itu maka kendaraan bermotor biasa akan terjebak dan harus menunggu cuaca cerah untuk membuat jalur jalan tanah itu kering kembali.

Kotkot -Kadalan siberut (Phaenicophaeus curvirostris)


Situasi Hutan Bat Kailolot 

Semenjak jalur trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma ini dibuka, maka hutan di sepanjang kanan dan kiri jalur jalan trans itu dari arah Maileppet dari Km 0 – Km 9 rata-rata sudah beralih kepemilikan menjadi milik masyarakat migran atau pendatang dari etnis di luar Mentawai. Lokasi hutan Bat Kailolot milik Salaisek ini terletak di sekitar Km 13. Pada umumnya lahan di sepanjang jalur jalan itu belum diperjualbelikan tetapi kini di tepian jalur jalan itu pengusahaan penduduk lokal adalah dengan kembali membabatnya untuk lokasi perladangan.

Dari hasil pengamatan selama sehari, dari total sebanyak 9 suara bilou yang terdengar dengan rincian 7 suara merupakan great call dan 2 suara hanya morning call saja. Dari 7 suara great call itu terdapat 4 kelompok bilou yang bersuara great call di dekat jalur jalan trans Siberut itu, 2 kelompok bersuara dari arah hutan milik Salaisek dan 2 suara great call yang lain dari arah hutan milik uma Sabbangan, di seberang jalan trans. Saat pengamatan suara sedang dilakukan dan kelompok-kelompok bilou itu sedang bersuara, kebetulan ada 3 titik sumber suara greatcall yang tiba-tiba berhenti bersuara dan berganti menjadi suara alarm call, kemungkinan besar karena di dekat tempat kelompok-kelompok bilou itu bersuara adalah memang jalur setapak yang menjadi lintasan penduduk lokal menuju ke perladangan mereka. Kebetulan pagi itu mereka melintas di bawah pohon tempat kelompok-kelompok bilou itu bersuara.

foto bersama keluarga bapak Nasril

Secara umum terlepas dari kemungkinan berkurangnya vegetasi hutan terutama di sepanjang tepian jalur jalan trans Siberut, tetapi kawasan hutan Bat Kailolot milik Salaisek ini merupakan bagian dari hamparan hutan yang masih luas. Hamparan hutan itu secara adat merupakan milik Salimu, Salaisek, Samaurau dan Satoinong. Kawasan ini terletak di antara permukiman Salappak dan Gotab-Siguluk-guluk kawasan yang masih memiliki vegetasi hutan yang bagus dan memiliki kelimpahan satwa maupun primata yang bagus juga. Di kawasan ini tidak banyak penduduk yang mengelola lahan hutan itu untuk perladangan tradisional karena lokasinya yang cukup jauh dari permukiman dan akses menuju areal itu yang sulit. Pada beberapa dekade lalu penduduk memanfaatkan beberapa spot lokasi hutan itu untuk peternakan babi tradisional tetapi kini sudah sekitar 15 tahun lalu ditinggalkan dan tidak lagi dikelola.


Tuesday, October 21, 2025

“Dari Pekalongan untuk Hutan Jawa: Batik Owa Rayakan Oktober Istimewa”

 

motif batik Sidoluhur-Owa

Bulan October adalah bulan Istimewa dimana tanggal 2 October diperingati sebagai hari batik nasional dan tanggal 24 october sebagai hari  owa sedunia, untuk merayakan hari-hari penting ini, swaraowa meluncurkan produk konservasi baru, berupa motif batik owa , dengan nama “ sido luhur -Owa”


🧵 Narasi Motif Batik Owa: “Sido Luhur - Owa”

Motif ini lahir dari perjumpaan antara warisan batik klasik dan semangat konservasi masa kini, kegiatan pelestarian owa jawa di Pekalongan, yang sudah terkenal dengan batiknya. Terinspirasi dari batik Sido Luhur—yang secara filosofis melambangkan harapan akan kehidupan yang bermartabat dan penuh kebijaksanaan—motif ini menghadirkan wajah owa Jawa (Hylobates moloch) sebagai simbol penjaga hutan dan harmoni alam.

Wajah owa digambarkan secara simetris dan berulang, membentuk pola yang menyerupai catur gatra dalam batik klasik, menandakan keseimbangan antara manusia, alam, budaya, dan spiritualitas. Ornamen daun-daun tropis dari hutan dan pegunungan Jawa mengalir di sekelilingnya, merepresentasikan lanskap asli tempat owa hidup dan berperan sebagai penebar benih hutan, membantu regenerasi hutan secara alami.

Setiap garis dan lengkung dalam motif ini bukan sekadar estetika, melainkan narasi: tentang spesies yang terancam, tentang hutan yang menyimpan banyak nilai penting dan manusia yang diajak untuk melestarikan alam. Motif batik ini, akan digunakan dalam berbagai produk dan media untuk menyebarluaskan pesan konservasi , penghubung antara nilai luhur dan tindakan nyata untuk menjaga bumi.

 

Ikuti kami di platform social media :

🌐 website : https://swaraowa.org

📝 Blogs : https://swaraowa.blogspot.com

📱 X, Facebook, Youtube,  Instagram: @swaraowa

Monday, September 22, 2025

Bilou dan Warisan Hutan Adat Saeggek Oni, Matotonan

 Oleh Aloysius Yoyok

Bilou ( Hylobates klosii)

Persiapan untuk survey populasi Bilou di hutan adat Saeggek Oni dimulai dengan koordinasi melalui telepon dengan staf YCMM di Rokdog, perwakilan uma Saeggek Oni, dan pemerintah setempat untuk menyepakati jadwal kegiatan. Pada 9 September 2025, tim berangkat melalui jalur darat yang rusak parah akibat cuaca dan minimnya infrastruktur, sempat terjebak lumpur sebelum tiba di Dusun Ugai. Perjalanan dilanjutkan dengan pompong menyusuri sungai selama dua jam hingga tiba di Dusun Mabekbek, Desa Matotonan, tempat tim menginap di rumah panggung milik anggota uma Saeggek Oni yang berlokasi dekat dengan hutan adat, target utama survei.

Perjalanan ke  Matotonan

Pelaksanaan survei populasi bilou di hutan adat Saeggek Oni dimulai pada 9 September 2025 dengan koordinasi bersama Kepala Dusun Mabekbek dan briefing teknis oleh tim yang berjumlah enam orang. Penentuan titik LPS sempat terkendala oleh ketidakakuratan peta, namun berhasil disepakati tiga lokasi dan pembagian kelompok. Selama empat hari survei, cuaca mendung dan hujan ringan hingga deras memengaruhi hasil pengamatan. Suara bilou sempat terdengar pada hari pertama dan terakhir, namun berasal dari area seberang sungai Rereiket, bukan dari dalam hutan adat Saeggek Oni, menunjukkan kemungkinan keberadaan bilou di sekitar wilayah tersebut meski belum terdeteksi langsung di area target.

Kondisi hutan adat Saeggek Oni

Pemukiman Mabekbek, Matotonan di tepi hutan

Menurut Merius Saeggek Oni, tegakan pohon-pohon besar di sekitar hutan adat itu kini sudah jarang dijumpai pada umumnya karena telah ditebang oleh anggota masyarakat; untuk bahan perahu, untuk memanen rotan manau, untuk bahan konstruksi bangunan dan terutama ditebang saat pembukaan penambahan permukiman pada tahun 2010 dan 2012 yang kini menjadi permukiman dusun Matektek dan dusun Mabekbek. Sehingga selain karena perburuan tradisional, habitat untuk satwa dan primata liar di sekitar lahan yang dipetakan sebagai hutan adat Saeggek Oni itu kini sudah tidak terlalu mendukung. Lommok seorang anggota uma Saeggek Oni yang juga seorang sikerei menambahkan jika bilou termasuk juga ke 3 jenis primata yang lain meski secara umum masih terdapat di beberapa hutan di wilayah desa Matotonan, namun karena kawasan hutan adat Saeggek Oni yang menjadi target lokasi survei populasi bilou ini memang di dekat permukiman sehingga kondisi habitatnya sudah kurang mendukung . Kawasan hutan adat Saeggek Oni yang sudah dipetakan itu adalah kawasan perladangan tradisional yang memiliki lanskap dataran dimana secara tradisional lahan dengan tipikal seperti itu menjadi sasaran utama untuk lokasi perladangan.

Trimeresurus whitteni- Bo Paipai, ular hijau siberut

Di kawasan yang dipetakan sebagai Hutan Adat Saeggek Oni itu juga merupakan bekas tempat berdirinya bekas bangunan Uma milik Saeggek Oni. Sekitar 2 dekade lalu tempat itu merupakan salah satu destinasi wisata budaya dan wisata alam. Semenjak bangunan itu runtuh dan sikebukat uma orang yang dituakan yang menjaga rumah adat itu meninggal dunia, bangunan uma itu kemudian dibiarkan runtuh begitu saja. Lommok sebagai pewaris yang juga seorang sikerei memilih untuk membangun uma di tempat lain, sekaligus sebagai tempat untuk beternak babi secara tradisional.

Selama 5 hari tim survei berada di Matotonan, kami mendapatkan beberapa informasi yang terkait dengan pola-pola perburuan satwa dan primata di wilayah ini. Meski tidak “separah” di kawasan desa Madobak di mana beberapa pemuda pemburu sudah mempergunakan senapan tabung dengan peluru berukuran 6,5 mm, namun di Matotonan sudah banyak juga anggota masyarakat yang memiliki senapan angin untuk berburu jenis-jenis burung maupun primata. Menurut mereka jika primata ditembak dengan senapan angin tanpa mempergunakan peluru yang diberi racun omai andalan Siberut, seringkali primata itu tidak mati namun kemudian trauma dan menjadi sangat takut dengan kehadiran manusia. Desa Matotonan sudah beberapa tahun terakhir kembali terisolir dari kawasan pusat ekonomi kecamatan sesudah pernah mengalami sedikit nikmatnya akses darat, variasi kebutuhan protein alternatif yang bisa diperoleh dari pedagang yang sudah bisa menjangkau Matotonan untuk menjual ikan tangkapan nelayan dari laut.

perburuan masih terjadi 

Salah satu penyedia kebutuhan protein bagi sebagian penduduk desa Matotonan adalah dari hasil perburuan satwa dan primata. Beberapa kali penduduk Matotonan dalam kelompok 2-3 orang yang baru pulang dari hutan untuk berburu burung terlihat melintas di depan rumah di mana kami menginap. Demikian juga kegiatan perburuan yang dilakukan secara tradisional tetap dilakukan oleh penduduk Matotonan. Menurut Merius Saeggek Oni, beberapa pemburu di desa Matotonan bahkan biasa berangkat sendirian saat malam atau dini hari ke hutan di sekitar permukiman untuk berburu satwa dan primata dengan mempergunakan panah beracun. Saat kami dalam perjalanan menuju titik LPS 2, kami melihat tanda-tanda; rotan jenis alimama yang disayat, kemungkinan besar untuk pengikat hasil buruan dan daun poula  aren Siberut yang biasa dianyam untuk menggendong hasil buruan yang berukuran besar, tanda-tanda jika seseorang baru saja berhasil mendapatkan buruan berupa babi hutan, mungkin masih dalam hitungan 2-5 jam sebelum kami tiba di tempat itu.  Kami sempat menjumpai ular hijau endemik siberut Bo paipai, burung kadalan mentawai.

Kadalan mentawai- (Phaenicophaeus oeneicaudus)

Potensi Desa Matotonan

Sikerei, kehidupan tradisional dan wisata budaya

Di desa Matotonan yang terletak di posisi paling hulu di bantaran sungai Rereiket ini masih terdapat relatif banyak sikerei, sosok sentral dalam setiap penggelaran ritual adat di Siberut. Cara berpakaian dan aksesoris yang khas membuat mereka mudah dikenali oleh pendatang yang baru tiba. Sejak beberapa tahun terakhir sejak pemerintah daerah menggalakkan identitas lokal, kini Sikerei seolah mendapatkan ruang lagi untuk menunjukkan peran sentral mereka dalam kehidupan tradisional di Siberut. Kini setiap tahun pemerintah desa Matotonan memiliki agenda penggelaran pentas budaya dalam bingkai pesta hari jadi desa.

Tim survey bilou Saegek oni


Peternakan

Menurut informasi dari beberapa orang anggota uma Saeggek Oni, sudah lama sejak beberapa penduduk Matotonan memiliki ternak sapi bantuan dari program pemerintah Orba melalui program IDT, kini hampir semua rumah tangga sudah memiliki ternak sapi, dari yang hanya berjumlah 1 ekor sampai belasan ekor. Ada 2 jenis sapi yaitu sapi lokal dari Pesisir Selatan Sumatra Barat yaitu jenis sapi ratui dan jenis sapi Bali. Namun jenis sapi ratui dari Pesisir Selatan adalah jenis yang paling banyak di Matotonan. Menurut mereka sapi menjadi semacam tabungan tahunan bagi penduduk, terutama saat hari raya Idul Adha, Matotonan menjadi penyedia utama untuk memenuhi kebutuhan di kawasan Siberut bagian Selatan. Penduduk lebih menyukai menjual ternak sapi mereka saat menjelang perayaan hari raya Idul Adha karena memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan saat hari-hari biasa.

Berbatas langsung dengan zona inti Taman Nasional Siberut.

Meski banyak kalimat-kalimat resistensi dan ketidaksukaan masyarakat terhadap keberadaan Taman Nasional di lingkungan tanah adat mereka, namun dari sisi konservasi kayu-kayu di zona inti kawasan konservasi setidak-tidaknya tidak pernah diekploitasi oleh perusahaan logging meski di beberapa kawasan memang sudah dikelola oleh penduduk untuk kawasan peternakan tradisional, permukiman maupun perladangan tetapi sebagaian besar yang lain masih berupa hutan yang memiliki pokok-pokok kayu alam yang berukuran besar. Selama beberapa hari di dusun Mabekbek, hampir setiap hari kami melihat penduduk yang melintas dengan setumpuk ikatan rotan manau di bahu mereka. Dari warna kulit manau yang sudah hijau tua terlihat jika manau-manau itu sudah tua. Menurut mereka manau itu mereka panen dari dalam hutan di kawasan inti Taman Nasional.

Monday, September 8, 2025

Madagascar : pulau endemis dan Kongres Primata Dunia ke-30 ( bagian 3)

Ranomafana, tidak hanya lemur, namun karena musim ini musim dingin, perjumpaan dengan jenis-jenis yang “aneh” tidak seperti ketika cuaca sedang hangat, jenis-jenis burung pun tidak se’colourful’ ketika musim panas, Coquerel's Coua burung, cockoo, endemik madagaskar, dengan ukuran besar, ekor panjang dan ada warna mencolok di sekitar matanya, sempat melihatnya di Taman nasional Ranomafana, ketika menyusuri jalur trekking lemur. Ada insect yang sangat unik, dan ini adalah termasuk salah satu serangga yang harus di lihat kalau ke madagascar, yaitu Geraffe weevil, Kumbang jerapah  (Trachelophorus giraffa). Leaf tailed gecko, atau tokek ekor kipas,  si rajanya kamuflase. Diversifikasi hayati yang unik, tidak dijumpai di belahan bumi manapun,  terbentuk dari proses evolusi dan isolasi geografis 80-165 juta tahun yang lalu.

Giraffe weevil
Coquerel's Coua, (Coua coquereli)

tokek setan ekor kipas (Uroplatus phantasticus)

Menemukan kumbang jerapah, sebuah ketidak sengajaan, karena pada awalnya saya sedang berjalan menyusuri jalan hutan di sekitar CvB, dan kemudian saya menyapa beberapa bapak-bapak yang lagi duduk-duduk di tepi jalan, “Salama” , dan bapak itu membalas, isect, giraffe betle.., sambil menunjukkan sebuah wadah cotainer, bulat dan membukanya, pelan-pelan, dalam hati saya, wah ini serangga yang saya ingin lihat juga..., ): Kumbang yang benar-benar unik, Kumbang Jerapah dinamai demikian karena leher kumbang jantannya sangat panjang, yang lebih panjang dari tubuhnya dan digunakan untuk melawan saingan dan membangun sarang. Sesaat kemudian teman saya dari vietnam Hiep and Quyet datang, dan mereka berdua juga sangat excited, waw..wow…’ berteriak kegirangan. Bapak bapak ini sepertinya memang sudah terbiasa menawarkan serangga-serangga untuk di tawarkan di foto kepada pengunjung, meskipun tidak mengerti bahasanya, dari gesturnya, menujukkan serangga kemudian minta uang, Kami kemudian memfoto dengan puas serangga ini, hingga akhirnya berkumpul beberapa warga yang lain yang membawa serangga juga. Ternyata sama jantan geraffe weevil juga, Quyet men setting 2 serangga itu untuk di foto bersama setelah puas dengan memfoto serangga ini, kami mengasih tips kepada bapak2 itu, masing-masing kami memberi 20000 Ar.

 Tanggal 19 juli 2025, jam 5 pagi kami telah Bersiap di minibus yang telah disiapkan oleh Noel Rowe, dan Benzy driver kami juga telah siap. Kami meninggalkan Ranomafana, menuju Antananarivo. Untuk esok siang pembukaan kongress primata dimulai. Perjalanan kembali ke antanarivo, kami singgah di kota yang sangat ramai sekali, Antsirabe. Kota dengan ciri arsitektur eropa, menurut sejarahnya kota ini jadi tempat istirahat para misionaris di tahun 1800an, dan berkembang menjadi tempat wisata yang terkenal dengan adanya becak-becak yang di tarik manusia, dan kerajinan tangan yang di jual untuk tamu-tamu. Dari makanan, kain, kerajinan bambu, sampai batu akik dari berbagai jenis batu dijual di tawarkan ketika tamu-tamu wisatawan singgah di kota ini. 

Perjalanan kembali, ke Antanarivo ternyata lebih lama lebih dari 15 jam, karena kendaraan kami bermasalah, kami berhenti beberapa kali, sempat memanggil mekanik lokal, namun tidak bisa memperbaiki, kendaraan berasap tebal dan tidak ada tenaga, meskipun sampai juga di Antanarivo, namun minibus ini perlu masuk bengkel mungkin butuh waktu beberapa hari untuk memperbaiki. 

Acara Kongress Primata dan Symposium , 20-25 Juli,  Antananarivo

venue IPS congress Antanarivo

pembukaan IPS Congress ke 30 oleh Walikota Madagascar

Pembukaan acara pada tanggal 20 Juli 2025, sore hari ,  sangat atraktif dengan iringan musik perkusi malagasy, dan langit cerah menghangatkan suasana yang dingin, “tonga soa” selamat datang dalam Bahasa malagasy, ikon ringtailed lemur dan sifaka diletakkan di sudut-sudut taman, dan replika giant lemur  dengan ukuran yang sebenarnya, menyambut kedatangan peserta. Ya Giant lemur, lemur terbesar yang berukuran sebesar orangutan saat ini, pernah ada di madagascar hingga 700 tahun yang silam, dan kini telah punah.

Setelah menyapa dan berjumpa dengan teman-teman peserta lain, acara pembukaan ini seakan menjadi acara reuni setiap dua tahun untuk peserta, dan juga peserta-peserta baru yang belum sama sekali pernah bertemu. Acara dibuka dengan pembukaan oleh ketua panita prof Jonah Ratzimbazafi menyambut dengan selamat datang kepada semua peserta, dan tarian-tarian dan musik khas Madagascar, ada salah satu penampilan artis difable, tidak mempunyai jari-jari tangan tapi mampu memainkan musik bambu sperti gitar.

suasan pembukaan IPS Madagascar dan foto bersama peserta dari India dan Singapura 

delegasi primata Indonesia, di IPS Madagascar

Kongress dan symposium secara resmi di buka pada pagi hari tanggal 21 Agustus 2025 oleh walikota Antananarivo, dalam sambutannya Wali Kota Antananarivo menyampaikan pentingnya acara tersebut bagi kota dan negara, sekaligus menekankan pentingnya konservasi lemur dan kolaborasi internasional. Jonah sebagai ketua acara menyampaikan bahwa acara ini dihadiri lebih dari 700 peserta dari 53 negara. 

Dari Indonesia, ada 9 orang yang mewakili project konservasi atau penelitian terkait species primata Indonesia, representasi yang sangat kecil apabila dibandingkan  dengan jumlah primata Indonesia saat ini, 62 species. Perwakilan indonesia, juga merepresentasikan region Jawa, Sumatera dan Kalimantan, tidak ada peserta yang mewakili primata dari Sulawesi, padahal ada setidaknya 20 jenis species primata dari Sulawesi.  Biaya transport yang mahal masih menjadi kendala untuk peserta dari Indonesia hadir di kongres tahunan International Primatological Society. Acara yang beralangsung selama 5 hari ini, setiap pagi di buka dengan keynote speaker dan simposium dan workshop di 8 tempat yang berbeda. Peserta bisa memilih sesuai dengan minat di masing-masing tema.

Presentasi SwaraOwa

presentasi swaraowa di IPS Madagascar

Mewakili swaraOwa, di Madagascar di hari pertama  saya bergabung dalam symposium “Flagship primates: Building national identity for biodiversity conservation”. Bersama Yunkawasi, dari Peru, symposium ini di gagas pertama kali setelah congress ips tahun 2023 di Kuching Malaysia. Fani Cornejo dan Gerson dari Yunkawasi Peru menjadi moderator, symposim ini bertujuan mengangkat jenis-jenis primate unggulan (flagship)  memainkan peran penting dalam konservasi dengan menjembatani hubungan ilmiah, budaya, dan emosional antara keanekaragaman hayati dan masyarakat dari berbagai latar belakang. Simposium ini akan menampilkan pengalaman global dalam memanfaatkan spesies primata ikonik untuk menumbuhkan kebanggaan, identitas, dan aksi konservasi, serta menyoroti peran ganda mereka sebagai spesies payung dan simbol budaya.

Simposium ini bertujuan untuk mengidentifikasi benang merah dalam memanfaatkan spesies unggulan untuk dampak maksimal, memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti kepada peserta untuk mereplikasi dan mengadaptasi strategi-strategi ini.  Mewakili swaraOwa dari Asia, saya mempresentasikan kegiatan swaraOwa  berjudul  “Preserving Gibbon Paradise : How to sustain conservation activities for gibbon in Java and Mentawai Island” . Pembicara dari Afrika,  Flagship Primate Species in Uganda: The Mountain Gorilla oleh Gladys Rhoda Kalema-Zikusoka , dari Madagascar , Flagship Species in Madagascar: The Indri, the ring-tailed lemur and the Golden Bamboo Lemur oleh Patricia Wright. Dari amerika Selatan ada dua  presentasi dari Peru, yaitu  The San Martín titi monkey: Driving conservation and pride in the San Martín region, oleh Jossy Claudia Luna Amancio dan  Achórate por el Mono Choro de Cola Amarilla: Mobilizing Conservation Action Through Pride and Identity in Peru, oleh Gerson Ferderer.   Simposium di tutup dengan presentasi review dari Russ Mittermier yang memberikan summary dari semua presentasi, bahwa berawal dari satu taxa primata, penelitian, dan edukasi konservasi sampai ke kebijakan suatu negara. Russ mencontohkan world lemur day, yang di peringati diseluruh dunia di awali dari Madagascar, inisiasi kawasan konservasi ranomafana juga salah satu keberhasilan pelestarian kawasan yang berawal dari species unggulan lemur.

Di hari yang lain, salah satu yang menarik dan memberikan inspirasi adalah presentasi tentang penggunaan thermal drone, oleh Fabiano dari Brazil. Penggunaan teknologi ini memang mahal di awalnya, karena  harga komersial  drone dengan thermal sensor saat ini bisa lebih dari Rp50,000,000, tapi menurut Fabino ini akan lebih menghemat biaya survey lapangan dengan metode transect convensional yang bisa dilakukan dalam waktu enam bulan dengan luasan lokasi yang sama. Teknologi drone yang dilengkapi dengan sensor panas dan camera resolusi tinggi dapat digunakan sekaligus dalam waktu bersamaan.

slide presentasi di symposium "direct cash tranfer for improved nature outcomes"

Ada yang menarik di salah satu symposium tanggal 22 July, berjudul “ Direct cash transfers for Improved nature outcomes: can they work for the apes and other primates?” dalam symposium ini membahasa contoh-contoh ataupun mengulas tentang teori pembiayaan konservasi dalam konteks primate. Strategi pembiayaan  ini berpusat pada pencairan dana atau uang tunai kepada entitas atau masyarakat lokal. Hal ini terus berkembang , dan contohnya saat ini adalah  pembayaran untuk jasa ekosistem, REDD+, obligasi konservasi, program bagi hasil, dan pendapatan dasar konservasi , pembiayaan ini ada yang bersyarat dan tidak bersyarat. Program transfer tunai konservasi juga semakin dibantu oleh teknologi yang ada dan yang sedang berkembang di sektor keuangan (mata uang digital dan uang seluler), salah satu presenter mempresentasikan TAHANU, sebuah platform digital yang, menggunakan uang digital dan AI  untuk konservasi gorilla di Rwanda. Program transfer tunai konservasi berupaya untuk memungkinkan koeksistensi manusia-satwa liar dengan memberikan insentif moneter atau kompensasi langsung kepada orang-orang yang terlibat dalam perilaku pro-alam.

peserta workshop "primatology from the global south"

Di tanggal 24 Juli 2024, sebuah lokakarya berjudul “Primatology from the Global South: Promoting Practices and Collaborations to Strengthen the Discipline in Primate Habitat Countries” menjadi sesi yang paling aktif, karena saya ikut berkontribusi dalam workshop ini dari awal penyusunan konsep, dan pelaksanaan. Workshop ini didasari oleh permasalah primata dan primatology di belahan bumi bagian Selatan, yang merupakan habitat asli dari primata-primata dunia. Tantangan pengembangan ilmu primatology dan praktek konservasi berkembang tidak seimbang karena muncul dari belahan bumi utara, atau negara-negara maju. Workshop selama kurang lebih 3 jam ini berlangsung sangat aktif, dengan inisiasi awal tentang survey singkat yang di lakukan tentang Kekuatan, Kelemahan, ,Peluang, dan Ancaman dari primatology di belahan bumi Selatan. Diskusi berfokus pada identifikasi praktik kolaboratif, promosi kemitraan yang adil, dan pembangunan jaringan untuk mendukung kemajuan primatologi di negara-negara habitat di belahan bumi selatan.

 Post Congress Field Trip

Andasibe

26 agustus 2025, kami berangkat 11 orang menuju Andasibe, salah satu kawasan konservasi yang paling dekat dengan ibukota Madagascar. Pagi itu sangat cerah, seperti biasa suhu udara pagi itu berkisar antara 10-12 derajat Celsius. Perjalanan ke Andasibe, akan memakan waktu kuranglebih 4 jam, dan jalan lebih bagus daripada ke Ranomafana. Melewati kampung-kampung di tepi Sungai dengan jemuran pakaian sepanjang kanan kiri sungai,dan pemukiman di kanan kirinya. Ada tambang batu granit yang memotong sebuah bukit, dan tumpukan batu granit deng ukuran persegi , sangat rapi, seperti potongan menggunakan mesin, padahal hanya menggunakan palu saja,  Batu-batu ini adalah untuk bahan bangunan rumah. Rumah-rumah sepanjang hampir 25 km dari kota, masih rapi, dan bagus.

 Coqurel’s Sifaka

Kami singgah di taman reptile, Reserve Peyrieras,  katanya disini ada sifaka juga, yang sudah terhabituasi, nampak dari luar, sepertinya taman ini juga menjadi salah satu opsi kunjungan wisata, terlihat dari adanya tempat parkir dan beberapa orang nampak menjual souvenir. Kami turun dan masuk, membeli tiket seharga ..dengan di temani oleh  2 orang guide. Guide itu nampak membawa wortel, dan guide menceritakan bahwa kita bisa melihat sifaka, dan beberapa setidaknya 5 jenis camelleon, dan leaf tailed gecko, ular dan kodok.

taman reptile, Reserve Peyrieras

Madagascar tomato frog (Dyscophus antongilii)

Di Andasibe, kami menginap di, yang terletak di samping kawasan tamanasional Andasibe Mantadia,  di sekitar taman nasional ini, ada komunity reserve, hutan yang dikelola wargas sekitar, untuk wisata minat khusus pengamatan lemur. Daftar jenis primata Madagascar bertambah lagi, mengunjungi lokasi penelitian dan konservasi lemur Madagascar, Maromizaha-GERP dalam bahasa prancis Groupe d’Étude et de Recherche sur les Primates de Madagascar,  yang berarti Kelompok Studi dan Penelitian Primata Madagaskar.  Organisasi ini bermarkas di universitas Antananarivo, salah satu research station yang saya kunjungi adalah Maromizaha, yang di kelola berkolaborasi dengan universitas Turino dari Itali dan warga sekitar. Untuk masuk ke Hutan Maromizaha, harus membayar dan di temani guide. Kami mengambil tiket untuk pengamatan siang dan malam hari, karena ada beberapa jenis lemur malam yang kami ingin lihat. Untuk persiapan tentusaja air minum dan makan siang sudah kami pack, dan kami mengambil rute panjang kuranglebih 7 -12 jam trekking. 

Maromizaha research station

Masuk ke jalur trekking, ternyata sudah tersedia jalur-jalur pengamatan dan banyak camera trap juga terpasang, karena ini adalah lokasi penelitian, banyak mahasiswa atua peneliti sedang melakukan penelitian di lokasi ini. Baru masuk jalur, guide menunjuk salah satu pangkal batang pohon kecil, tidak melihat apapun kecuali kulit batang  coklat keputihan. Namun setelah di amati dengan teliti, ternyata ada seekor leaf taile gecko disan, mengkamuflase dengan sempurna. Setelah foto-foto mengamati lebih detail mulai ada perubahan warna, sepertinya tokek ini merespon ancaman atau kehadiran kita dengan merubah warna kulitnya, sehingga nampak lebih jelas sekarang.

Kami melanjutkan perjalanan dan baru beberapa meter, burung raja udang kerdil Madagascar bertengger, langsung saja foto-foto, salah satu jenis raja udang yang berhabitat di dalam hutan.  Guide juga memberitahu kalau ada brown lemur juga,namun tidak dalam posisi yang bagus untuk memfoto. Kemudian kami melanjutkan perjalanan sampai di post istirahat, lokasi yang berada di puncak bukit dan bisa melihat pemandangan hutan Maromizaha, di tempat ini juga disediakan toilet, karena memang lokasi ini selain untuk penelitian juga untuk wisata, jadi fasilitas papan petunjuk, dan toilet menjadi standar kenyamanan pengunjung.

The Madagascar pygmy kingfisher (Corythornis madagascariensis)

Indri (Indri indri)

The greater vasa parrot (Coracopsis vasa)

Setelah istirahat kami sangat beruntung bisa melihat Indri, lemur terbesar madgascar, dan kali ini kami melihat mereka sedang kawin, moment yang sangat langka bisa menyaksikan langsung. Kami sempat singgah di stasiun penelitian Maromizaha, bertemu dengan para peneliti yang sedang penelitian perilaku suara Indri, dan dibelakang stasiun penelitian kami menjumpai 3 individu diademed sifaka, sifaka yang paling indah warnanya disbanding jenis-jenis sifaka yang sebelumnya kami jumpai di Ranomafana dan Andasibe. Warna dominan rambut putih dengan warana orange kemerahan di bagian lengan dan kaki, dan gelap di bagian punggung. Ada bayi juga teramati di kelompok ini masih di gendong di depan, artinya umurnya kemungkinan dibawah 3 bulan. Kami kembali ke ketika hari sudah gelap, untuk pengamatan malam, dari Maromizaha field station jam 6.30 sudah gelap, dan berjalan kembali menyusuri jalur trekking tadi waktu berangkat. Headlamp dengan filter kuning sudah saya siapkan, dan ada headlamp warna putih kecil di pinjamkan oleh Noel rowe, untuk berjalan, dan karena headlamp kuning saya terlalu kuat cahayanya.


Diademed Sifaka (Propithecus diadema)


eastern woolly lemur (Avahi laniger)

Red ruffed lemur 

Eastern Wooly lemur, menjadi catatan terbanyak dijumpai, malam itu, Saya,  Noel Rowe, dan Monica dari Columbia berhasil melihat sampai 9 individu. Kami juga melihat katak pohon, chamelleon dan burung malam malagasy nightjars.  

Setidaknya ada 18 jenis lemur yang saya lihat dalam perjalanan kali ini, kirakira 10 % dari keragaman lemur madagascar. Berikut daftar lengkapnya :

Ranomafana National Park

1. Milne edwars sifaka (Propithecus edwardsi) ( 3 individu)

2. Sportive lemur ( 1 individu)

3. Red fronted brown lemur ( 3 individu

4. Red bellied brown lemur (  Eulemur rubriventer, 2 individu)

5. Golden Bamboo lemur 1 individu

6. Greater Bamboo lemur (Prolemur simus) 1 indvidu

7. Brown Mouse lemur ( Microcebus rufus) 4 individu

Anja Community  Nature

8. Ringtailed lemur (Lemur catta) (12 individu)

Andasibe- Reserve Peyrieras- Maromizaha-VOI MMA community forest

9. Common Brown lemur

10. Black and white ruffed lemur ( 3 indivdu)

11. Indri-Indri (7 individu)

12. Diademed lemur ( 4 individu, 1 infant)

13. Goodman’s mouse lemur ( 7 indivdu)

14. Eastern Wooly lemur ( 9 individu)

15. Coqurel’s Sifaka ( 4 individu)

Vakona lemur island

16  Red ruffed lemur ( 1 individu)

17 White fronted brown lemur ( 6 individu)

18.    Bamboo lemur ( 2 individu)

Kami mengakhiri kunjungan di Madagascar, dengan mengunjungi museum, dimusim inilah tersimpan fosil giant lemur dan elephant bird. Kedua species ini punah setelah gelombang migrasi pertama manusia ke Madagascar. Sayangya tidak di perkenankan mengambil foto-foto di museum. dan di hari terakhir saya dan dua orang teman dari vietnam, menjelajah kota antanarivo menggunakan taxi klasik, citroen cv2. Kendaraan klasik dan kendaraan 4wd tangguh banyak lalu lalang di jalan madagascar, mengingat kondisi jalan yang susah dan jarak antar kota yang cukup jauh. Menikmati madagascar di atas kendaraan roda empat ( overlanding) sangat menyenangkan, apabila anda seorang car enthusiast. 

Terimakasih untuk sponsor perjalanan menghadiri kongress IPS ke 30 di Madagascar untuk Primate Conservation Inc, Re-wild, Margoth Marsh Biodiversity Foundation.

baca bagian 1, bagian 2

Misaotra...Veloma Madagascar.