Oleh Aloysius Yoyok
![]() |
Bilou ( Hylobates klosii) |
Persiapan untuk survey populasi Bilou di hutan adat Saeggek Oni dimulai dengan koordinasi melalui telepon dengan staf YCMM di Rokdog, perwakilan uma Saeggek Oni, dan pemerintah setempat untuk menyepakati jadwal kegiatan. Pada 9 September 2025, tim berangkat melalui jalur darat yang rusak parah akibat cuaca dan minimnya infrastruktur, sempat terjebak lumpur sebelum tiba di Dusun Ugai. Perjalanan dilanjutkan dengan pompong menyusuri sungai selama dua jam hingga tiba di Dusun Mabekbek, Desa Matotonan, tempat tim menginap di rumah panggung milik anggota uma Saeggek Oni yang berlokasi dekat dengan hutan adat, target utama survei.
![]() |
Perjalanan ke Matotonan |
Pelaksanaan survei populasi bilou di hutan adat Saeggek Oni dimulai pada 9 September 2025 dengan koordinasi bersama Kepala Dusun Mabekbek dan briefing teknis oleh tim yang berjumlah enam orang. Penentuan titik LPS sempat terkendala oleh ketidakakuratan peta, namun berhasil disepakati tiga lokasi dan pembagian kelompok. Selama empat hari survei, cuaca mendung dan hujan ringan hingga deras memengaruhi hasil pengamatan. Suara bilou sempat terdengar pada hari pertama dan terakhir, namun berasal dari area seberang sungai Rereiket, bukan dari dalam hutan adat Saeggek Oni, menunjukkan kemungkinan keberadaan bilou di sekitar wilayah tersebut meski belum terdeteksi langsung di area target.
Kondisi
hutan adat Saeggek Oni
Pemukiman Mabekbek, Matotonan di tepi hutan
Menurut Merius Saeggek Oni, tegakan pohon-pohon besar di sekitar hutan adat itu kini sudah jarang dijumpai pada umumnya karena telah ditebang oleh anggota masyarakat; untuk bahan perahu, untuk memanen rotan manau, untuk bahan konstruksi bangunan dan terutama ditebang saat pembukaan penambahan permukiman pada tahun 2010 dan 2012 yang kini menjadi permukiman dusun Matektek dan dusun Mabekbek. Sehingga selain karena perburuan tradisional, habitat untuk satwa dan primata liar di sekitar lahan yang dipetakan sebagai hutan adat Saeggek Oni itu kini sudah tidak terlalu mendukung. Lommok seorang anggota uma Saeggek Oni yang juga seorang sikerei menambahkan jika bilou termasuk juga ke 3 jenis primata yang lain meski secara umum masih terdapat di beberapa hutan di wilayah desa Matotonan, namun karena kawasan hutan adat Saeggek Oni yang menjadi target lokasi survei populasi bilou ini memang di dekat permukiman sehingga kondisi habitatnya sudah kurang mendukung . Kawasan hutan adat Saeggek Oni yang sudah dipetakan itu adalah kawasan perladangan tradisional yang memiliki lanskap dataran dimana secara tradisional lahan dengan tipikal seperti itu menjadi sasaran utama untuk lokasi perladangan.
Trimeresurus whitteni- Bo Paipai, ular hijau siberut |
Selama 5
hari tim survei berada di Matotonan, kami mendapatkan beberapa informasi yang
terkait dengan pola-pola perburuan satwa dan primata di wilayah ini. Meski
tidak “separah” di kawasan desa Madobak di mana beberapa pemuda pemburu sudah
mempergunakan senapan tabung dengan peluru berukuran 6,5 mm, namun di Matotonan
sudah banyak juga anggota masyarakat yang memiliki senapan angin untuk berburu
jenis-jenis burung maupun primata. Menurut mereka jika primata ditembak dengan
senapan angin tanpa mempergunakan peluru yang diberi racun omai andalan Siberut,
seringkali primata itu tidak mati namun kemudian trauma dan menjadi sangat
takut dengan kehadiran manusia. Desa Matotonan sudah beberapa tahun terakhir
kembali terisolir dari kawasan pusat ekonomi kecamatan sesudah pernah mengalami
sedikit nikmatnya akses darat, variasi kebutuhan protein alternatif yang bisa
diperoleh dari pedagang yang sudah bisa menjangkau Matotonan untuk menjual ikan
tangkapan nelayan dari laut.
perburuan masih terjadi |
Salah satu penyedia kebutuhan protein bagi sebagian penduduk desa Matotonan adalah dari hasil perburuan satwa dan primata. Beberapa kali penduduk Matotonan dalam kelompok 2-3 orang yang baru pulang dari hutan untuk berburu burung terlihat melintas di depan rumah di mana kami menginap. Demikian juga kegiatan perburuan yang dilakukan secara tradisional tetap dilakukan oleh penduduk Matotonan. Menurut Merius Saeggek Oni, beberapa pemburu di desa Matotonan bahkan biasa berangkat sendirian saat malam atau dini hari ke hutan di sekitar permukiman untuk berburu satwa dan primata dengan mempergunakan panah beracun. Saat kami dalam perjalanan menuju titik LPS 2, kami melihat tanda-tanda; rotan jenis alimama yang disayat, kemungkinan besar untuk pengikat hasil buruan dan daun poula aren Siberut yang biasa dianyam untuk menggendong hasil buruan yang berukuran besar, tanda-tanda jika seseorang baru saja berhasil mendapatkan buruan berupa babi hutan, mungkin masih dalam hitungan 2-5 jam sebelum kami tiba di tempat itu. Kami sempat menjumpai ular hijau endemik siberut Bo paipai, burung kadalan mentawai.
Kadalan mentawai- (Phaenicophaeus oeneicaudus) |
Potensi Desa Matotonan
Sikerei,
kehidupan tradisional dan wisata budaya
Di desa
Matotonan yang terletak di posisi paling hulu di bantaran sungai Rereiket ini
masih terdapat relatif banyak sikerei, sosok sentral dalam setiap penggelaran
ritual adat di Siberut. Cara berpakaian dan aksesoris yang khas membuat mereka
mudah dikenali oleh pendatang yang baru tiba. Sejak beberapa tahun terakhir
sejak pemerintah daerah menggalakkan identitas lokal, kini Sikerei seolah
mendapatkan ruang lagi untuk menunjukkan peran sentral mereka dalam kehidupan
tradisional di Siberut. Kini setiap tahun pemerintah desa Matotonan memiliki
agenda penggelaran pentas budaya dalam bingkai pesta hari jadi desa.
Tim survey bilou Saegek oni |
Peternakan
Menurut
informasi dari beberapa orang anggota uma Saeggek Oni, sudah lama sejak
beberapa penduduk Matotonan memiliki ternak sapi bantuan dari program
pemerintah Orba melalui program IDT, kini hampir semua rumah tangga sudah
memiliki ternak sapi, dari yang hanya berjumlah 1 ekor sampai belasan ekor. Ada
2 jenis sapi yaitu sapi lokal dari Pesisir Selatan Sumatra Barat yaitu jenis
sapi ratui dan jenis sapi Bali. Namun jenis sapi ratui dari Pesisir
Selatan adalah jenis yang paling banyak di Matotonan. Menurut mereka sapi
menjadi semacam tabungan tahunan bagi penduduk, terutama saat hari raya Idul
Adha, Matotonan menjadi penyedia utama untuk memenuhi kebutuhan di kawasan
Siberut bagian Selatan. Penduduk lebih menyukai menjual ternak sapi mereka saat
menjelang perayaan hari raya Idul Adha karena memiliki harga jual yang lebih
tinggi dibandingkan saat hari-hari biasa.
Berbatas
langsung dengan zona inti Taman Nasional Siberut.
No comments:
Post a Comment