Monday, October 27, 2025

"Menelusuri Bat Kailolot: Survei Sehari di Hutan Adat Salaisek"

 Oleh :Aloysius Yoyok

Bilou ( Hylobates klossii)

Kegiatan kali ini hanya survey singkat ke hutan milik uma Salaisek, pada tangga 13 Oktober 2025. Kawasan hutan Bat Kailolot ini adalah milik uma Salaisek yang berbatas sepadan dengan hutan milik uma Salimu. Perbatasan hutan yang secara adat menjadi kekuasaan mereka itu terletak di sepanjang punggung perbukitan yang kebetulan menjadi lintasan jalan setapak Gotab-Salapak. 

Lahan milik uma Salaisek ini di beberapa spot sejak beberapa dekade lalu sudah dikelola sebagai areal perladangan tradisional; sebagian lahan rawa-rawa dikelola sebagai kebun sagu sementara lahan dataran kering dikelola sebagai tempat pengembangan perladangan tradisional (pumonean) yang berisi tanaman tua (jenis-jenis tanaman buah-buahan lokal). Lahan ini juga pernah dimanfaatkan oleh beberapa penduduk setempat untuk areal pengembangan peternakan babi tradisional (pusainakat) tetapi semenjak generasi tua pemilik pusainakat itu sudah tidak ada lagi dan generasi sekarang sekarang ini tidak lagi melanjutkan usaha itu, maka areal itu kini kembali ditumbuhi oleh vegetasi yang cukup rapat dengan jalur-jalur jalan setapak yang sudah tidak terlihat lagi, tertutup oleh tumbuhan hutan dan semak. Melakukan survei di kawasan ini harus dipandu oleh orang yang memang memahami kawasan karena jalur-jalur jalan setapak lama yang sudah hilang.

jalur berlumpur di rawa-rawa 

Kawasan lahan hutan Bat Kailolot ini selain berbatas sepadan dengan hutan milik Salimu di sepanjang punggung perbukitan di sebelah selatan, di sebelah timur dan utara lahan mereka ini berbatas dengan punggung perbukitan dimana jalan trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma yang dibuka dengan memanfaatkan bekas jalan perusahaan kayu log di tahun 80 an. Sampai beberapa tahun lalu sebelum jalan trans Siberut itu dibuka pada tahun 2017 lalu, kelimpahan satwa dan primata di kawasan itu masih terlihat bagus. Jika berkunjung di kawasan itu, jika di pagi hari buta maka nyanyian morning call dari kelompok-kelompok bilou akan terdengar di sekitar pondok, demikian juga dengan ke 3 jenis primata yang lain termasuk juga ragam satwanya. 

Rute Perjalanan

Rute yang dipilih untuk mencapai lokasi survei itu adalah dengan menempuh jalur laut dari Maileppet-Gotab, kemudian dari Gotab menuju Bat Kailolot dengan jalan kaki, bisa juga dengan menempuh dengan perjalanan jalur darati melalui jalur jalan sekunder yang menghubungkan permukiman Gotab-Jalan Trans, tetapi kami memilih melalui jalur jalan setapak yang menghubungkan permukiman Gotab-Pondok Dami  ( Dami ini sahabat saya dari Gotab) di Bat Kailolot tepi jalur jalan trans ruas Maileppet-Saliguma juga.

Perjalanan laut dari Maileppet-Gotab kami tempuh dengan pompong sekitar 1 jam dan perjalanan darat yang kami tempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalur jalan setapak kami tempuh juga selama kira-kira 1 jam. 

Kebetulan perjalanan kami tempuh di sore hari, di tengah hujan yang turun semenjak pagi. Sesudah beristirahat sejenak di Gotab, saat matahari tenggelam kami berangkat dengan berjalan kaki menuju pondok ladang Dami yang terletak di Bat Kailolot. 

Sebenarnya jika cuaca cenderung kering perjalanan menuju lokasi itu bisa ditempuh melalui jalur jalan trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma mempergunakan sepeda motor, sekitar 40 menit saja. Tetapi jika cuaca cenderung hujan, pilihan jalur jalan ini bisa memiliki risiko besar karena jalur jalan ini belum ada pengerasan masih berupa tanah lempungan di sepanjang punggung perbukitan yang merupakan bekas jalan logging di masa lalu, jalanan akan menjadi lengket dan berlumpur saat hujan turun. Jika situasi menjadi seperti itu maka kendaraan bermotor biasa akan terjebak dan harus menunggu cuaca cerah untuk membuat jalur jalan tanah itu kering kembali.

Kotkot -Kadalan siberut (Phaenicophaeus curvirostris)


Situasi Hutan Bat Kailolot 

Semenjak jalur trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma ini dibuka, maka hutan di sepanjang kanan dan kiri jalur jalan trans itu dari arah Maileppet dari Km 0 – Km 9 rata-rata sudah beralih kepemilikan menjadi milik masyarakat migran atau pendatang dari etnis di luar Mentawai. Lokasi hutan Bat Kailolot milik Salaisek ini terletak di sekitar Km 13. Pada umumnya lahan di sepanjang jalur jalan itu belum diperjualbelikan tetapi kini di tepian jalur jalan itu pengusahaan penduduk lokal adalah dengan kembali membabatnya untuk lokasi perladangan.

Dari hasil pengamatan selama sehari, dari total sebanyak 9 suara bilou yang terdengar dengan rincian 7 suara merupakan great call dan 2 suara hanya morning call saja. Dari 7 suara great call itu terdapat 4 kelompok bilou yang bersuara great call di dekat jalur jalan trans Siberut itu, 2 kelompok bersuara dari arah hutan milik Salaisek dan 2 suara great call yang lain dari arah hutan milik uma Sabbangan, di seberang jalan trans. Saat pengamatan suara sedang dilakukan dan kelompok-kelompok bilou itu sedang bersuara, kebetulan ada 3 titik sumber suara greatcall yang tiba-tiba berhenti bersuara dan berganti menjadi suara alarm call, kemungkinan besar karena di dekat tempat kelompok-kelompok bilou itu bersuara adalah memang jalur setapak yang menjadi lintasan penduduk lokal menuju ke perladangan mereka. Kebetulan pagi itu mereka melintas di bawah pohon tempat kelompok-kelompok bilou itu bersuara.

foto bersama keluarga bapak Nasril

Secara umum terlepas dari kemungkinan berkurangnya vegetasi hutan terutama di sepanjang tepian jalur jalan trans Siberut, tetapi kawasan hutan Bat Kailolot milik Salaisek ini merupakan bagian dari hamparan hutan yang masih luas. Hamparan hutan itu secara adat merupakan milik Salimu, Salaisek, Samaurau dan Satoinong. Kawasan ini terletak di antara permukiman Salappak dan Gotab-Siguluk-guluk kawasan yang masih memiliki vegetasi hutan yang bagus dan memiliki kelimpahan satwa maupun primata yang bagus juga. Di kawasan ini tidak banyak penduduk yang mengelola lahan hutan itu untuk perladangan tradisional karena lokasinya yang cukup jauh dari permukiman dan akses menuju areal itu yang sulit. Pada beberapa dekade lalu penduduk memanfaatkan beberapa spot lokasi hutan itu untuk peternakan babi tradisional tetapi kini sudah sekitar 15 tahun lalu ditinggalkan dan tidak lagi dikelola.


No comments:

Post a Comment