para juara Petungkriyono Birdrace 2022 katergori umum dan mahasiswa |
Wahyudi dan Candra Setyawan Nurwijaya tak menyangka mampu menyabet juara pertama kategori Umum Petungkriyono Bird Race 2022. Mereka datang tanpa persiapan dan bekal pengalaman.
“Teropong dan buku panduan saja dipinjami,”
aku Wahyudi yang baru pertama kali mengikuti lomba pengamatan burung.
Sementara, Candra punya sekali pengalaman dari mengikuti Sapa Burung Jatimulyo,
lomba sejenis yang diselenggarakan pada Maret 2022.
“Lha, pas di Pos Sketsa, saya coba menggambar cekakak jawa, dijawab Candra elang jawa,” jelas Wahyudi sambil tertawa. Candra menimpali, mengatakan kalau sketsa yang digambar oleh rekannya itu memang lebih mirip elang.
Wahyudi (kiri) dan Candra (kanan) bersama Zulqarnain Assiddiqi yang menjadi pendamping Karang Taruna Tlogoguwo, Purworejo |
Seakan turut membenarkan, Wahyudi pun lantas
mengakui kalau yang ia gambar sebenarnya tidak banyak memberi petunjuk. “Di
sketsanya saya cuma kasih keterangan tulisan kalau warna burung sama seperti
warna burung lainnya,” lanjut mantan ketua karang taruna Tlogoguwo itu kembali
tertawa.
Namun, delegasi Karang Taruna Desa Tlogoguwo,
Purworejo, itu, berhasil mengalahkan tujuh dari sedianya delapan tim lain yang
terdaftar. Kunci strategi mereka rupanya dititikberatkan pada kecepatan untuk
mengawali start dan merampungkan finish.
“Sing penting gasik,” (yang penting sepagi
mungkin) ujar Wahyudi, “ben iso cepet turu.” (biar bisa lebih cepat untuk
tidur).
Strategi itu dilakukan karena keduanya datang ke
acara dengan sangat kelelahan. Di malam sebelum berangkat, mereka terlibat
dalam kegiatan jathilan di desa hingga dini hari dan harus tidak tidur selama
perjalanan.
Dan perjuangan terbayar. Mereka mendapat
apresiasi langsung dari kepala desa yang bangga atas raihan keduanya. Termasuk
apresiasi dari banyak teman dan tetangga di desa. Meskipun, itu diungkapkan
dengan heran dan guyon, macam ‘Kok iso menang, kowe nyogok ya?” (Kok bisa
menang, kalian menyogok ya?).
Buat Wahyudi dan Candra, keikutsertaan mereka lebih untuk sekadar meramaikan acara, menambah pengalaman dan mengenal kawasan Petungkriyono, serta bertemu dengan para peserta lain yang datang. Berasal dari Purworejo yang masih dalam satu provinsi, mereka cukup terkesan dengan hidangan lokal yang disuguhkan.
Nico (tengah) dan Rio (kanan) menerima trofi dari Direktur SwaraOwa Arif Setiawan |
Bila tim MuLia tampil sebagai juara pertama untuk kategori Umum, tim Ngalor-Ngidul yang mewakili Paguyuban Pengamat Burung Jogja merebut juara pertama di kategori Mahasiswa. Komunitas yang jadi wadah kelompok-kelompok pengamat burung berbasis kampus di Yogyakarta itu diwakili oleh Raden Nicosius Liontino Alieser dan Rio Syahrudin.
Dihubungi terpisah, Nico mengaku tidak
menarget juara. “Nggak narget,” akunya, ”malah nggak narget burung, sebenarnya lebih
ingin lihat owa.”
Sebagaimana banyak peserta lain, Nico merasa
cukup kaget ketika mengetahui format lomba ternyata berbeda dari yang pernah
mereka tahu. “Istilahnya kita nggak kosong-kosong banget lah soal bird race,” sebut
Nico. Ia menjelaskan, “Selain tanya-tanya ke senior yang pernah ikut, Rio
sebelumnya pernah ikut Lawu Birdwatching Competition 2019.”
Meskipun kaget, mereka telah mempersiapkan
diri dengan belajar. Diawali dari mempelajari gambaran kawasan hutan
Petungkriyono, mereka kemudian mengompilasi catatan jenis dari berbagai sumber
dan referensi, macam buku panduan dan Atlas Burung Indonesia.
Malam usai briefing teknis lomba, mereka menyusun
strategi. Keduanya mendiskusikan pilihan rute menuju pos-pos yang akan
didatangi, menduga-duga tantangan-tantangan yang akan dihadapi pada tiap pos.
“Nggak kebayang sih pos-posnya, saya kira
bakal disuruh buat yel-yel,” kata Nico.
Bagi Nico yang juga ketua Paguyuban, Pos Tebak
Suara menjadi yang paling menarik. Sementara yang paling seru dan menantang
adalah Pos Puzzle.
Saat ditanya mengenai kekurangan dari lomba,
Nico menyebut kendala sinyal yang tidak stabil sehingga merasa kesulitan saat
mengirim data pengamatan ke Burungnesia. Ia harus berulang kali gagal dan harus
mengulang pengiriman data. Mengenai jalannya acara, ia merasa cukup terganggu
saat listrik padam berjam-jam di hari pertama, meski bisa memaklumi karena itu
terjadi di luar antisipasi.
Namun, Nico mengapresiasi kegiatan tersebut. Sebagaimana
Wahyudi dan Candra, Nico merasa ajang lomba seperti Petungkriyono Bird Race
menjadi sarana yang baik untuk bertemu dan berbagi dengan teman sesama
komunitas.
Pulang dengan menggondol hadiah sebesar tiga
juta rupiah, Nico menyebut hadiah itu akan dibagi-bagi. Tak hanya untuknya dan
Rio, tetapi juga disisihkan untuk kas komunitasnya.
“Belum tau buat apa, tapi paling nggak bisa
buat kas nanti bikin kegiatan,” jelasnya. Berharap saja kegiatan itu berupa
syukuran. Makan-makan atas kemenangan yang mereka raih.