Thursday, October 27, 2022

Hasil Lomba Petungkriyono Birdrace 2022

 Oleh : Imam Taufiqurrahman

foto bersama peserta dan panitia

Gelaran tiga hari lomba dan sarasehan konservasi Petungkriyono Bird Race 2022 telah usai. Berpusat di area wisata Black Canyon yang terletak di Dusun Tinalum, Desa Kayupuring, rangkaian acara ditutup dengan pengumuman pemenang, Minggu, 23 Oktober.

Di kategori Umum, tim MuLia yang beranggotakan Wahyudi dan Candra Setyawan Nurwijaya mampu merebut juara pertama. Delegasi dari Karang Taruna Desa Tlogoguwo, Purworejo, itu, berhasil mengalahkan tujuh dari sedianya delapan tim lain yang terdaftar.

Masih di kategori yang sama, juara ke-2 diraih tim Butuh Pendamping Hidup. Tim beranggotakan Muhammad Bilal Yogaswara dan Ainaya Nurfadila yang mewakili Simpul Indonesia. Juara ke-3 diraih tim Finding Burung Dulu dari Finding Orchid, terdiri dari Aditya Nurrahma Badri dan Niken Rahmawati. Kedua tim tersebut berasal dari Jakarta.

Juara-Juara Petungkriyono Birdrace


Kategori Umum diikuti beberapa organisasi sosial kemasyarakatan. Selain karang taruna, terdapat kelompok pemuda, kelompok tani hutan, juga Masyarakat Mitra Polhut. Mereka datang dari berbagai daerah di Jawa, meliputi Jakarta, Pekalongan, Purworejo, Klaten, dan Yogyakarta.

Sementara untuk kategori Mahasiswa, juara pertama direbut oleh tim Ngalor-Ngidul, wakil dari Paguyuban Pengamat Burung Jogja. Komunitas yang jadi wadah kelompok pengamat burung berbasis kampus di Yogyakarta itu mengirim Raden Nicosius Liontino Alieser dan Rio Syahrudin.

Posisi juara ke-2 diraih oleh Muhammad Nafis Ufsi dan Ridza Dewananta Subagyo dari tim Haliaster, Mapala Haliaster Universitas Diponegoro, Semarang. Sementara juara ke-3 diraih David Suharjanto dan Haqqul Fata dari tim Bionic, Kelompok Pengamat Burung Bionic Universitas Negeri Yogyakarta. Di pembukaan acara, David didapuk untuk membacakan Kode Etik Pengamat Burung Indonesia yang diikuti oleh peserta yang hadir.

Pengamatan burung oleh peserta

peserta menyelesaikan tantangan di salah satu pos lomba


Persaingan di kategori Mahasiswa menjadi yang paling ketat. Para juara mampu menyisihkan belasan tim lain yang mewakili berbagai organisasi kampus, seperti kelompok pengamat burung dan satwa liar, mahasiswa pencinta alam, maupun himpunan mahasiswa. Mereka berasal dari beragam universitas, sebut saja Universitas Negeri Jakarta, Universitas Nasional, IPB University, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Institut Pertanian Malang, Universitas Negeri Malang, serta Universitas Airlangga.

Seluruh pemenang berhak atas trofi juara dan hadiah senilai total 12 juta rupiah. Selain itu, terdapat penghargaan khusus sebagai Tim Terniat diberikan kepada Rangkong Racing Club dari Mapalipma (Mahasiswa Pencinta Alam Institut Pertanian Malang) yang beranggotakan Arrayaana Artaka dan Ahmad Nizar Zulmi Yahya.

Sarasehan Konservasi



Selain lomba, rangkaian acara diisi dengan sarasehan konservasi. Agenda terbagi dalam tiga sesi.

Sesi pertama menghadirkan Untoro Tri Pamungkas, Adm Perhutani KPH Pekalongan Timur dan Direktur  SwaraOwa Arif Setiawan sebagai pembicara. Sesi ini mengusung tema terkait konservasi di kawasan hutan Petungkriyono.

Sarasehan berikutnya menghadirkan pembicara utama Waskito Kukuh Wibowo dari Birdpacker, Malang, yang memberi paparan tentang ekowisata burung di Indonesia. Kuswoto ketua Welo Asri menjadi pembicara pembuka mewakili salah satu pengelola obyek wisata di Desa Kayupuring.

Pada sarasehan ke-3, Imam Taufiqurrahman dari SwaraOwa mengawali paparan tentang keterlibatan masyarakat tujuh desa dalam survei raja-udang kalung-biru. Sarasehan terakhir yang menyuguhkan tema kontribusi warga dalam konservasi burung itu lalu menghadirkan dua pembicara utama.

Pertama, Kelik Suparno ketua Divisi Konservasi KTH Wanapaksi, Jatimulyo. Ia berbagi mengenai aktivitas kelompoknya dalam menggagas Jatimulyo sebagai Desa Ramah Burung. Per Oktober 2022, program adopsi sarang yang digulirkan kelompoknya semenjak 2017, mampu menjaga 61 sarang dari 15 jenis burung, termasuk burung-burung kicau yang semakin langka, macam sulingan atau sikatan cacing (Cyornis banyumas) dan empuloh janggut (Alophoixus bres).

Tercatat 93 anakan berhasil keluar dari sarang. Program unggulan KTH Wanapaksi tersebut melibatkan 45 pengadopsi, baik individu maupun lembaga dan berkontribusi pada 29 orang pemilik lahan. Dari program, lebih dari 45 juta rupiah dana adopsi terkumpul dan tersalurkan pada beberapa pihak, mencakup RT/RW yang menjadi lokasi sarang adopsi, pemilik lahan, serta KTH Wanapaksi sebagai pengelola.

Sarasehan dipungkasi oleh Swiss Winnasis, penggagas aplikasi Burungnesia. Berbeda dari narasumber lain, Swiss memilih untuk merangkum paparan demi paparan narasumber sebelumnya. Ia berupaya untuk memantik diskusi dengan para peserta guna merumuskan hal-hal yang bisa menjadi kontribusi para pengamat burung bagi konservasi burung.

Swiss mengungkap fakta miris mengenai silent forest, saat satwa menghilang dari habitatnya. Betapa perburuan dan perdagangan burung begitu mengeksploitasi tak terkendali, menghilangkan peran dan fungsi mereka di alam. Hutan hijau lebat Petungkriyono disebutnya sebagai contoh sempurna dari silent forest.

Pria Batu tersebut memberi bukti fenomena hutan Petungkriyono yang sunyi lewat catatan pengamatan yang dihasilkan para peserta sepanjang lomba. Terungkap tak lebih dari 32 jenis burung yang dijumpai para peserta dalam setengah hari pengamatan. Bahkan, umumnya peserta hanya mencatat kehadiran 8-10 jenis saja.

Diskusi berlanjut pada sesi perkenalan dan aktivitas yang dilakukan wakil-wakil peserta. Bahasan mengenai Pertemuan Pengamat Burung Indonesia ke-10 jadi salah satu yang mengemuka. Rencana, forum tersebut akan berlangsung di Jakarta.

Usai tertunda dua tahun akibat Covid, agenda pertemuan itu belum lagi ada kejelasan pelaksanaan. Dalam diskusi, wakil-wakil peserta dari Jakarta kemudian diminta untuk membawa bahasan agenda pertemuan agar disampaikan pada para pengamat burung Jakarta.

Secara keseluruhan, penyelenggaraan Petungkriyono Bird Race 2022 ini mendapat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Asian Species Action Partenrship (ASAP), Oriental Bird Club (OBC), Fort Wayne Children's Zoo, Zoo Ostrava, dan Chances for Nature hadir sebagai sponsor utama. Perhutani menjadi sponsor pendukung dengan menyediakan lokasi transit saat kedatangan dan kepulangan peserta, dana, dan doorprize.

SwaraOwa sebagai penyelenggara acara mendapat bantuan tak ternilai dari berbagai unsur masyarakat warga Desa Kayupuring yang terlibat, terutama warga Dusun Tinalum dan Sokokembang. Selain itu, bantuan dalam kepanitiaan juga diberikan oleh anggota Paguyuban Petani Muda Mendolo, perwakilan mahasiswa Universitas Pekalongan, serta warga dari desa Doro, yang lokasinya berberbatasan langsung dengan hutan Petungkriyono.

Kegiatan lomba dan sarasehan konservasi ini menjalin kerjasama obyek wisata Black Canyon dan Welo Asri yang memfasilitasi tempat penyelenggaraan. Burungnesia dan Birdpacker menyediakan aplikasi untuk digunakan dalam lomba dan juga berbagai doorprize.

Ticket to the Moon menyediakan doorprize utama untuk para peserta. Doorprize menarik lainnya disediakan oleh Owa Coffee, Perhutani serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Sementara, Tower Bersama Group memberi layanan kesehatan gratis selama sehari bagi para peserta dan panitia.

No comments:

Post a Comment