Oleh : Imam Taufiqurrahman
foto bersama peserta dan panitia |
Gelaran tiga hari lomba dan sarasehan
konservasi Petungkriyono Bird Race 2022 telah usai. Berpusat di area wisata
Black Canyon yang terletak di Dusun Tinalum, Desa Kayupuring, rangkaian acara
ditutup dengan pengumuman pemenang, Minggu, 23 Oktober.
Di kategori Umum, tim MuLia yang beranggotakan
Wahyudi dan Candra Setyawan Nurwijaya mampu merebut juara pertama. Delegasi
dari Karang Taruna Desa Tlogoguwo, Purworejo, itu, berhasil mengalahkan tujuh
dari sedianya delapan tim lain yang terdaftar.
Masih di kategori yang sama, juara ke-2 diraih
tim Butuh Pendamping Hidup. Tim beranggotakan Muhammad Bilal Yogaswara dan
Ainaya Nurfadila yang mewakili Simpul Indonesia. Juara ke-3 diraih tim Finding
Burung Dulu dari Finding Orchid, terdiri dari Aditya Nurrahma Badri dan Niken
Rahmawati. Kedua tim tersebut berasal dari Jakarta.
Juara-Juara Petungkriyono Birdrace |
Kategori Umum diikuti beberapa organisasi
sosial kemasyarakatan. Selain karang taruna, terdapat kelompok pemuda, kelompok
tani hutan, juga Masyarakat Mitra Polhut. Mereka datang dari berbagai daerah di
Jawa, meliputi Jakarta, Pekalongan, Purworejo, Klaten, dan Yogyakarta.
Sementara untuk kategori Mahasiswa, juara
pertama direbut oleh tim Ngalor-Ngidul, wakil dari Paguyuban Pengamat Burung
Jogja. Komunitas yang jadi wadah kelompok pengamat burung berbasis kampus di
Yogyakarta itu mengirim Raden Nicosius Liontino Alieser dan Rio Syahrudin.
Posisi juara ke-2 diraih oleh Muhammad Nafis
Ufsi dan Ridza Dewananta Subagyo dari tim Haliaster, Mapala Haliaster
Universitas Diponegoro, Semarang. Sementara juara ke-3 diraih David Suharjanto
dan Haqqul Fata dari tim Bionic, Kelompok Pengamat Burung Bionic Universitas
Negeri Yogyakarta. Di pembukaan acara, David didapuk untuk membacakan Kode Etik
Pengamat Burung Indonesia yang diikuti oleh peserta yang hadir.
Pengamatan burung oleh peserta |
peserta menyelesaikan tantangan di salah satu pos lomba |
Persaingan di kategori Mahasiswa menjadi yang
paling ketat. Para juara mampu menyisihkan belasan tim lain yang mewakili
berbagai organisasi kampus, seperti kelompok pengamat burung dan satwa liar,
mahasiswa pencinta alam, maupun himpunan mahasiswa. Mereka berasal dari beragam
universitas, sebut saja Universitas Negeri Jakarta, Universitas Nasional, IPB
University, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Institut Pertanian Malang,
Universitas Negeri Malang, serta Universitas Airlangga.
Seluruh pemenang berhak atas trofi juara dan
hadiah senilai total 12 juta rupiah. Selain itu, terdapat penghargaan khusus
sebagai Tim Terniat diberikan kepada Rangkong Racing Club dari Mapalipma (Mahasiswa
Pencinta Alam Institut Pertanian Malang) yang beranggotakan Arrayaana Artaka
dan Ahmad Nizar Zulmi Yahya.
Sarasehan
Konservasi
Selain lomba, rangkaian acara diisi dengan
sarasehan konservasi. Agenda terbagi dalam tiga sesi.
Sesi pertama menghadirkan Untoro Tri
Pamungkas, Adm Perhutani KPH Pekalongan Timur dan Direktur SwaraOwa
Arif Setiawan sebagai pembicara. Sesi ini mengusung tema terkait konservasi di
kawasan hutan Petungkriyono.
Sarasehan berikutnya menghadirkan pembicara
utama Waskito Kukuh Wibowo dari Birdpacker, Malang, yang memberi paparan
tentang ekowisata burung di Indonesia. Kuswoto ketua Welo Asri menjadi pembicara
pembuka mewakili salah satu pengelola obyek wisata di Desa Kayupuring.
Pada sarasehan ke-3, Imam Taufiqurrahman dari SwaraOwa mengawali paparan tentang keterlibatan masyarakat tujuh desa
dalam survei raja-udang kalung-biru. Sarasehan terakhir yang menyuguhkan tema
kontribusi warga dalam konservasi burung itu lalu menghadirkan dua pembicara
utama.
Pertama, Kelik Suparno ketua Divisi Konservasi
KTH Wanapaksi, Jatimulyo. Ia berbagi mengenai aktivitas kelompoknya dalam
menggagas Jatimulyo sebagai Desa Ramah Burung. Per Oktober 2022, program adopsi
sarang yang digulirkan kelompoknya semenjak 2017, mampu menjaga 61 sarang dari
15 jenis burung, termasuk burung-burung kicau yang semakin langka, macam
sulingan atau sikatan cacing (Cyornis
banyumas) dan empuloh janggut (Alophoixus
bres).
Tercatat 93 anakan berhasil keluar dari
sarang. Program unggulan KTH Wanapaksi tersebut melibatkan 45 pengadopsi, baik
individu maupun lembaga dan berkontribusi pada 29 orang pemilik lahan. Dari
program, lebih dari 45 juta rupiah dana adopsi terkumpul dan tersalurkan pada
beberapa pihak, mencakup RT/RW yang menjadi lokasi sarang adopsi, pemilik
lahan, serta KTH Wanapaksi sebagai pengelola.
Sarasehan dipungkasi oleh Swiss Winnasis,
penggagas aplikasi Burungnesia. Berbeda dari narasumber lain, Swiss memilih
untuk merangkum paparan demi paparan narasumber sebelumnya. Ia berupaya untuk
memantik diskusi dengan para peserta guna merumuskan hal-hal yang bisa menjadi
kontribusi para pengamat burung bagi konservasi burung.
Swiss mengungkap fakta miris mengenai silent
forest, saat satwa menghilang dari habitatnya. Betapa perburuan dan perdagangan
burung begitu mengeksploitasi tak terkendali, menghilangkan peran dan fungsi
mereka di alam. Hutan hijau lebat Petungkriyono disebutnya sebagai contoh
sempurna dari silent forest.
Pria Batu tersebut memberi bukti fenomena
hutan Petungkriyono yang sunyi lewat catatan pengamatan yang dihasilkan para
peserta sepanjang lomba. Terungkap tak lebih dari 32 jenis burung yang dijumpai
para peserta dalam setengah hari pengamatan. Bahkan, umumnya peserta hanya
mencatat kehadiran 8-10 jenis saja.
Diskusi berlanjut pada sesi perkenalan dan
aktivitas yang dilakukan wakil-wakil peserta. Bahasan mengenai Pertemuan
Pengamat Burung Indonesia ke-10 jadi salah satu yang mengemuka. Rencana, forum
tersebut akan berlangsung di Jakarta.
Usai tertunda dua tahun akibat Covid, agenda
pertemuan itu belum lagi ada kejelasan pelaksanaan. Dalam diskusi, wakil-wakil
peserta dari Jakarta kemudian diminta untuk membawa bahasan agenda pertemuan
agar disampaikan pada para pengamat burung Jakarta.
Secara keseluruhan, penyelenggaraan
Petungkriyono Bird Race 2022 ini mendapat dukungan dan bantuan dari banyak
pihak. Asian Species Action Partenrship (ASAP), Oriental Bird Club (OBC), Fort
Wayne Children's Zoo, Zoo Ostrava, dan Chances for Nature hadir sebagai sponsor
utama. Perhutani menjadi sponsor pendukung dengan menyediakan lokasi transit
saat kedatangan dan kepulangan peserta, dana, dan doorprize.
SwaraOwa sebagai penyelenggara acara
mendapat bantuan tak ternilai dari berbagai unsur masyarakat warga Desa Kayupuring
yang terlibat, terutama warga Dusun Tinalum dan Sokokembang. Selain itu, bantuan
dalam kepanitiaan juga diberikan oleh anggota Paguyuban Petani Muda Mendolo, perwakilan
mahasiswa Universitas Pekalongan, serta warga dari desa Doro, yang lokasinya berberbatasan langsung dengan hutan Petungkriyono.
Kegiatan lomba dan sarasehan konservasi ini
menjalin kerjasama obyek wisata Black Canyon dan Welo Asri yang memfasilitasi
tempat penyelenggaraan. Burungnesia dan Birdpacker menyediakan aplikasi untuk
digunakan dalam lomba dan juga berbagai doorprize.
Ticket to the Moon menyediakan doorprize utama
untuk para peserta. Doorprize menarik lainnya disediakan oleh Owa Coffee,
Perhutani serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.
Sementara, Tower Bersama Group memberi layanan kesehatan gratis selama sehari bagi
para peserta dan panitia.
No comments:
Post a Comment