oleh Sidiq Harjanto ( SwaraOwa) dan Alex Rifa’i (PPM Mendolo)
![]() |
kelompok owa yang di monitor di Sawahan ( foto PPM Mendolo) |
Owa jawa (Hylobates moloch) adalah satu di antara sembilan jenis owa (gibbon) yang ada di Indonesia. Sebaran kera kecil dengan warna rambut abu-abu ini endemik Pulau Jawa dan terbatas di bagian tengah dan barat pulau. Owa jawa dijumpai di habitat hutan tropis dataran rendah dengan spesifikasi tertentu. Mereka hidup arboreal (pada kanopi hutan) sehingga membutuhkan konektivitas kanopi hutan yang baik. Saat ini, owa jawa masuk dalam daftar spesies terancam punah (endangered) dalam daftar merah IUCN.
Fragmentasi
habitat menjadi ancaman yang mempercepat kepunahan spesies karismatik ini.
Kondisi fragmentasi habitat yang dimaksud adalah saat area hutan tidak lagi
menyediakan konektivitas tajuk atau kanopi yang baik. Sederhananya, satu
hamparan hutan terpecah menjadi blok-blok yang lebih kecil. Karena kebutuhan
akan tajuk hutan yang terkoneksi, sedikit saja gangguan pada habitat owa
semisal pembukaan jalan bisa memberikan fragmentasi habitat bagi jenis-jenis
owa, termasuk owa jawa.
Ketika satu
kelompok atau keluarga owa terpisah dari populasi, meningkatkan peluang
terjadinya perkawinan sedarah yang berujung pada hanyutan genetik. Perkawinan antar anggota keluarga yang masih
berkerabat dekat secara dramatis mengurangi keanekaragaman gen. Hal ini
berakibat pada masalah-masalah kesehatan maupun kemampuan adaptasi dan
meningkatkan risiko kepunahan. Semakin masif isolasi populasi, maka laju kepunahan suatu spesies juga
semakin meningkat.
Monitoring kelompok owa di habitat
terfragmentasipeta hutan terfragmentasi di Sawahan
Butuh
kejelian untuk memastikan adanya fragmentasi habitat bagi owa jawa. Secara
sekilas, tak jarang tutupan lahan tampak relatif baik. Namun, jika kita mengacu
pada kebutuhan spesifik spesies kera kecil dari suku Hylobatidae ini yang
membutuhkan hutan heterogen, ternyata tidak semua area cocok dengan kebutuhan populasi
owa. Tercacat beberapa kantong hutan habitat owa jawa dikelilingi area kebun,
seperti durian dan kopi, atau tutupan vegetasi homogen lain yang tidak
kompatibel dengan kebutuhan habitat.
Paguyuban
Petani Muda (PPM) Mendolo bekerja sama dengan Swaraowa, telah melakukan
monitoring terhadap kelompok-kelompok owa jawa yang berada pada blok hutan kecil
yang terpisah dari blok hutan utama. Kelompok-kelompok owa tersebut umumnya berbagi
ruang pada area berhutan yang jauh di bawah luas teritori ideal. Dari data
monitoring inilah, ke depannya upaya-upaya pelestarian bisa dirumuskan.
![]() |
Kegiatan monitoring Owa jawa ( foto PPM Mendolo) |
Beberapa
kali kelompok owa terpantau menyeberang ke area kebun kopi yang rata-rata
ketinggian pohonnya tidak lebih dari lima meter. Bahkan, sempat ada beberapa
orang warga yang melaporkan bahwa mereka pernah melihat owa jawa berjalan di
atas tanah. Fenomena owa berjalan di tanah ini sekilas tampak lucu, tetapi temuan
ini mengkhawatirkan karena menyimpang dari perilaku alaminya. Owa jawa adalah
hewan yang sepenuhnya arboreal, jika sampai turun ke tanah untuk menyeberang
dari satu pohon ke pohon yang lain, hal ini mengindikasikan habitatnya sudah
tidak ideal.
penanaman pohon pakan Owa ( foto PPM Mendolo)
Koridor hutan untuk koneksi habitat
Saat ini kita
berpacu dengan waktu. Data-data mengenai fragmentasi habitat bagi owa jawa di Kawasan
Dieng Utara masih sangat terbatas. Namun, mulai ada temuan-temuan yang
mengindikasikan kondisi itu. Hal ini menuntut respon yang sigap untuk
menghindari risiko percepatan kepunahan. Berangkat dari data yang masih sangat
terbatas, upaya-upaya meskipun dalam skala yang kecil telah dilakukan. Salah
satu upaya yang ditempuh adalah melalui pembuatan koridor habitat dan pengayaan
pohon pakan.
Tahun ini,
menjadi tahun kedua bagi warga Dukuh Sawahan, Desa Mendolo untuk menjalankan
program penanaman koridor dan pengayaan jenis-jenis pohon hutan. Bibit yang
ditanam tahun ini meliputi kayu babi (Crypteronia
sp.), kayu sapi (Pometia pinnata),
rau, sentul, nangkan. Total
sekira 700 batang bibit. Sebagian bibit ditanam pada sempadan sungai-sungai
kecil, atau alur menurut istilah
lokal. Penanaman pada alur-alur ini diharapkan bisa menjadi koridor hutan di
masa depan, sekaligus untuk konservasi air dan tanah.
Selain
area-area sempadan sungai, aneka bibit buah hutan juga ditanam di lahan-lahan
garapan guna meningkatkan populasi pohon pakan bagi owa jawa. Jenis-jenis pohon
pakan kesukaan owa misalnya rau (Drancontomelon
dao), bendo (Artocarpus elasticus),
nangkan (Artocarpus rigidus), dan
sentul (Sandoricum koetjape). Dengan
model agroforestri yang diperkaya, diharapkan kelompok-kelompok owa jawa masih
dapat bertahan, setidaknya dari sisi koneksi tajuk dan ketersediaan pakan.
Konsep
koridor habitat di Mendolo ini mirip dengan program community baboon sanctuary yang telah berhasil menjaga populasi
monyet howler di Belize, Amerika Tengah. Sifatnya jangka panjang dan
membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Secara prinsip, program ini berusaha
mencari ekuilibrium antara kebutuhan ideal habitat owa jawa dengan kepentingan
ekonomi masyarakat dari pengelolaan lahan.
Konservasi berbasis masyarakat
Tak bisa
dimungkiri bahwa banyak permasalahan lingkungan hidup bersifat global, seperti
perubahan iklim, kepunahan massal, dan deforestasi –termasuk fragmentasi
habitat. Namun, cara-cara penanganannya bisa kita mulai dari skala kecil. Aksi-aksi
konservasi perlu disesuikan dengan konteks lokal. Skalanya bisa berbasis
ekoregion, bioregion, lansekap, atau bahkan pada lingkup administratif yang
kecil, misalnya desa. Pada
konteks desa, konservasi berbasis masyarakat menjadi paradigma sekaligus
strategi yang menjanjikan.
Di Dukuh
Sawahan telah ada inisiasi Peraturan Dukuh (Perduk) yang mengatur perlindungan
satwa liar. Perduk ini berlaku untuk beberapa kelompok satwa, yaitu: ikan,
burung, dan primata. Bergulirnya kesepakatan warga ini membawa angin segar bagi
upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Desa Mendolo. Pelestarian satwa liar
tentu tidak bisa berhenti pada larangan perburuan saja, tetapi perlu semakin
diperdalam menuju pelestarian habitat. Program koridor hutan ini menjadi salah
satu ikhtiar jangka panjang menuju ke sana.
Program koridor habitat dan pengayaan pohon pakan ini berbasis masyarakat. Partisipasi warga menjadi kunci keberlangsungan. Kerelaan penggarap lahan (area-area sempadan sungai), konsistensi pengadaan bibit, penanaman, hingga komitmen perawatan-pemeliharaan pohon sangat tergantung peran aktif warga masyarakat. Saat ini peran-peran itu ada pada para petani sebagai penggarap lahan, kelompok wanita tani yang membantu penyediaan bibit, juga para anggotai PPM Mendolo yang secara bergantian melakukan monitoring kelompok-kelompok owa di wilayah Mendolo. Kami ucapkan terima kasih kepada mereka untuk kontribusi yang sangat berarti.
No comments:
Post a Comment