Thursday, May 15, 2025

Urgensi koridor habitat bagi owa jawa: dua tahun program penanaman partisipatif

 oleh Sidiq Harjanto ( SwaraOwa) dan  Alex Rifa’i (PPM Mendolo)

kelompok owa yang di monitor di Sawahan ( foto PPM Mendolo)

Owa jawa (Hylobates moloch) adalah satu di antara sembilan jenis owa (gibbon) yang ada di Indonesia. Sebaran kera kecil dengan warna rambut abu-abu ini endemik Pulau Jawa dan terbatas di bagian tengah dan barat pulau. Owa jawa dijumpai di habitat hutan tropis dataran rendah dengan spesifikasi tertentu. Mereka hidup arboreal (pada kanopi hutan) sehingga membutuhkan konektivitas kanopi hutan yang baik. Saat ini, owa jawa masuk dalam daftar spesies terancam punah (endangered) dalam daftar merah IUCN.

Fragmentasi habitat menjadi ancaman yang mempercepat kepunahan spesies karismatik ini. Kondisi fragmentasi habitat yang dimaksud adalah saat area hutan tidak lagi menyediakan konektivitas tajuk atau kanopi yang baik. Sederhananya, satu hamparan hutan terpecah menjadi blok-blok yang lebih kecil. Karena kebutuhan akan tajuk hutan yang terkoneksi, sedikit saja gangguan pada habitat owa semisal pembukaan jalan bisa memberikan fragmentasi habitat bagi jenis-jenis owa, termasuk owa jawa.

Ketika satu kelompok atau keluarga owa terpisah dari populasi, meningkatkan peluang terjadinya perkawinan sedarah yang berujung pada hanyutan genetik. Perkawinan antar anggota keluarga yang masih berkerabat dekat secara dramatis mengurangi keanekaragaman gen. Hal ini berakibat pada masalah-masalah kesehatan maupun kemampuan adaptasi dan meningkatkan risiko kepunahan. Semakin masif isolasi populasi, maka laju kepunahan suatu spesies juga semakin meningkat.

peta hutan terfragmentasi di Sawahan
Monitoring kelompok owa di habitat terfragmentasi

Butuh kejelian untuk memastikan adanya fragmentasi habitat bagi owa jawa. Secara sekilas, tak jarang tutupan lahan tampak relatif baik. Namun, jika kita mengacu pada kebutuhan spesifik spesies kera kecil dari suku Hylobatidae ini yang membutuhkan hutan heterogen, ternyata tidak semua area cocok dengan kebutuhan populasi owa. Tercacat beberapa kantong hutan habitat owa jawa dikelilingi area kebun, seperti durian dan kopi, atau tutupan vegetasi homogen lain yang tidak kompatibel dengan kebutuhan habitat.

Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo bekerja sama dengan Swaraowa, telah melakukan monitoring terhadap kelompok-kelompok owa jawa yang berada pada blok hutan kecil yang terpisah dari blok hutan utama. Kelompok-kelompok owa tersebut umumnya berbagi ruang pada area berhutan yang jauh di bawah luas teritori ideal. Dari data monitoring inilah, ke depannya upaya-upaya pelestarian bisa dirumuskan.

Kegiatan monitoring Owa jawa ( foto PPM Mendolo)
Tim monitoring berjumlah dua atau tiga orang setiap harinya, berangkat di pagi hari sekitar pukul 05:30  WIB atau kadang jadwal berangkat bisa lebih pagi lagi. Setiba di lokasi monitoring, tim mulai mengamati aktivitas harian kelompok owa jawa, seperti aktivitas makan, bermain, istirahat, dan tidur. Selain itu, kami juga mencatat jenis-jenis pohon pakan, dan rata-rata ketinggian kanopi yang mereka gunakan untuk beraktivitas. Data-data ini penting mengingat area habitat mereka beririsan dengan lahan garapan masyarakat.  

Beberapa kali kelompok owa terpantau menyeberang ke area kebun kopi yang rata-rata ketinggian pohonnya tidak lebih dari lima meter. Bahkan, sempat ada beberapa orang warga yang melaporkan bahwa mereka pernah melihat owa jawa berjalan di atas tanah. Fenomena owa berjalan di tanah ini sekilas tampak lucu, tetapi temuan ini mengkhawatirkan karena menyimpang dari perilaku alaminya. Owa jawa adalah hewan yang sepenuhnya arboreal, jika sampai turun ke tanah untuk menyeberang dari satu pohon ke pohon yang lain, hal ini mengindikasikan habitatnya sudah tidak ideal.

penanaman pohon pakan Owa ( foto PPM Mendolo)


Koridor hutan untuk koneksi habitat

Saat ini kita berpacu dengan waktu. Data-data mengenai fragmentasi habitat bagi owa jawa di Kawasan Dieng Utara masih sangat terbatas. Namun, mulai ada temuan-temuan yang mengindikasikan kondisi itu. Hal ini menuntut respon yang sigap untuk menghindari risiko percepatan kepunahan. Berangkat dari data yang masih sangat terbatas, upaya-upaya meskipun dalam skala yang kecil telah dilakukan. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pembuatan koridor habitat dan pengayaan pohon pakan.

Tahun ini, menjadi tahun kedua bagi warga Dukuh Sawahan, Desa Mendolo untuk menjalankan program penanaman koridor dan pengayaan jenis-jenis pohon hutan. Bibit yang ditanam tahun ini meliputi kayu babi (Crypteronia sp.), kayu sapi (Pometia pinnata), rau, sentul, nangkan. Total sekira 700 batang bibit. Sebagian bibit ditanam pada sempadan sungai-sungai kecil, atau alur menurut istilah lokal. Penanaman pada alur-alur ini diharapkan bisa menjadi koridor hutan di masa depan, sekaligus untuk konservasi air dan tanah.

Selain area-area sempadan sungai, aneka bibit buah hutan juga ditanam di lahan-lahan garapan guna meningkatkan populasi pohon pakan bagi owa jawa. Jenis-jenis pohon pakan kesukaan owa misalnya rau (Drancontomelon dao), bendo (Artocarpus elasticus), nangkan (Artocarpus rigidus), dan sentul (Sandoricum koetjape). Dengan model agroforestri yang diperkaya, diharapkan kelompok-kelompok owa jawa masih dapat bertahan, setidaknya dari sisi koneksi tajuk dan ketersediaan pakan.

Konsep koridor habitat di Mendolo ini mirip dengan program community baboon sanctuary yang telah berhasil menjaga populasi monyet howler di Belize, Amerika Tengah. Sifatnya jangka panjang dan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Secara prinsip, program ini berusaha mencari ekuilibrium antara kebutuhan ideal habitat owa jawa dengan kepentingan ekonomi masyarakat dari pengelolaan lahan.

Konservasi berbasis masyarakat

Tak bisa dimungkiri bahwa banyak permasalahan lingkungan hidup bersifat global, seperti perubahan iklim, kepunahan massal, dan deforestasi –termasuk fragmentasi habitat. Namun, cara-cara penanganannya bisa kita mulai dari skala kecil. Aksi-aksi konservasi perlu disesuikan dengan konteks lokal. Skalanya bisa berbasis ekoregion, bioregion, lansekap, atau bahkan pada lingkup administratif yang kecil, misalnya desa. Pada konteks desa, konservasi berbasis masyarakat menjadi paradigma sekaligus strategi yang menjanjikan.

Di Dukuh Sawahan telah ada inisiasi Peraturan Dukuh (Perduk) yang mengatur perlindungan satwa liar. Perduk ini berlaku untuk beberapa kelompok satwa, yaitu: ikan, burung, dan primata. Bergulirnya kesepakatan warga ini membawa angin segar bagi upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Desa Mendolo. Pelestarian satwa liar tentu tidak bisa berhenti pada larangan perburuan saja, tetapi perlu semakin diperdalam menuju pelestarian habitat. Program koridor hutan ini menjadi salah satu ikhtiar jangka panjang menuju ke sana.

Program koridor habitat dan pengayaan pohon pakan ini berbasis masyarakat. Partisipasi warga menjadi kunci keberlangsungan. Kerelaan penggarap lahan (area-area sempadan sungai), konsistensi pengadaan bibit, penanaman, hingga komitmen perawatan-pemeliharaan pohon sangat tergantung peran aktif warga masyarakat. Saat ini peran-peran itu ada pada para petani sebagai penggarap lahan, kelompok wanita tani yang membantu penyediaan bibit, juga para anggotai PPM Mendolo yang secara bergantian melakukan monitoring kelompok-kelompok owa di wilayah Mendolo. Kami ucapkan terima kasih kepada mereka untuk kontribusi yang sangat berarti.

No comments:

Post a Comment