Saturday, May 31, 2025

Jejak Sunyi Owa Jawa: Cerita Perjalanan dari Hutan Mendolo, Pekalongan

 Oleh : Nur Azizah Firdaus

Hutan Mendolo
Langit pagi yang cerah dan sunyi. Angin berhembus kencang menggoyangkan pohon-pohon dengan lembut. Saya tidak menyangka, kaki ini melangkah di jalan setapak dan membawa lebih dari sekedar data. Hutan Mendolo bercerita – tentang hidup, kehilangan, dan harapan.

Halo! Saya Zizah, mahasiswi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seperti banyak mahasiswi tingkat akhir yang lain, saya melakukan penelitian lapangan untuk tugas akhir/skripsi dengan Beasiswa SwaraOwa. Topik penelitian saya adalah Wilayah Jelajah dan Preferensi Pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Hutan Mendolo. Hutan ini berlokasi di Dukuh Sawahan, Desa Mendolo, Pekalongan. Lalu mengapa owa jawa? Karena mereka primata endemik Indonesia yang berperan dalam menjaga ekosistem hutan tropis di Pulau Jawa. Namun, sayangnya mereka terancam punah. Mereka adalah pesan alam yang mungkin kita abaikan. Nyanyian mereka yang indah di pagi hari kini menjadi lagu terakhir dari kanopi hutan yang kian sepi. Jadi, ini bukan hanya tentang kewajiban akademik, tetapi perjalanan hidup yang tak terduga. 

Perjalanan menuju hutan, saya tidak sendirian tetapi bersama Nisa, Yessy, dan tim monitoring PPM Mendolo. Komunitas lokal anak muda yang menjaga dan menjadi pendengar setia nyanyian hutan. Saya terkagum pada tekad mereka yang melangkah dengan keberanian untuk ikut andil dalam konservasi. Dengan kamera, catatan lapangan, dan langkah yang ringan menyusuri jalur curam, mereka menjadikan hutan sebagai sahabat yang harus dijaga. Bagi saya, masa depan hutan di tangan mereka bukan sebagai cerita kehilangan, tetapi kisah yang terus hidup.

 

Pencarian owa jawa

Kegiatan monitoring owa jawa bukan hal yang mudah. Suara indah owa jawa yang dapat menjadi petunjuk utama tak selalu setiap hari terdengar. Pergerakan mereka yang cepat, brakiasi dari pohon ke pohon, dan terkadang menghilang begitu saja. Tenang, tim kami tetap ada semangat untuk mengejar karena bagi kami momen pertemuan dengan mereka adalah hadiah dari hutan. Kami mencari dengan melihat kanan, kiri, atas, dan akhirnya melihat mereka – sepasang owa jawa yang sedang beristirahat bersama di dahan pohon. Kami tersenyum karena ini lebih dari sekedar data aktivitas sosial, tetapi potret cinta sunyi dan nyata di tengah hutan.
Sepasang owa jawa beristirahat (doc. PPM Mendolo)

Sepasang owa jawa yang kami amati memiliki 3 anak. Anak pertama yang sudah memasuki usia dewasa karena sering terlihat sendiri atau agak sedikit berjarak dengan individu lainnya, anak kedua usia remaja, dan anak ketiga usia anakan yang aktif bermain dan terkadang digendong oleh induknya ketika mereka merasa waspada. Mereka adalah keluarga cemara, selalu bersama melakukan aktivitas hariannya dan menjaga satu sama lain. Kami mengamati lalu mencatat setiap aktivitas mereka dengan metode scan sampling dan GPS untuk menitikan posisi pohon yang mereka gunakan dalam melakukan aktivitasnya.

Saat aktivitas makan berlangsung, mereka melakukannya dengan tenang dan menikmatinya. Bagian dan jenis pakan yang dikonsumsi dicatat selama pengamatan. Ternyata, mereka memilih bagian pohon tertentu dan tidak sembarang petik, seolah tahu mana yang harus dimakan dan ditinggal. Mulai dari buah, bunga, dan daun muda mereka makan untuk menambah energi di pagi dan siang menjelang sore hari. Aktivitas makan bukan hanya tentang bertahan hidup, tetapi harmoni abadi antara makhluk dan alamnya.

 

Pakan owa jawa. A. Kukuran, B. Bulu karet (Ficus elastica), C. Sempu (Dillenia sp.), D. Klepu (Nauclea sp.), E. Miosis (Maeopsis eminii), dan F. Rao (Dracontomelon dao)

Dari kejauhan, kanopi hutan agroforestri yang menjadi habitat owa jawa disini masih tampak hijau dan lebat. Nyatanya, dari jarak dekat banyak kanopi hutan yang hilang. Banyak hal yang menarik dan menantang saat di lapangan. Mulai dari cerita terdahulu, dimana masyarakat memburu owa jawa dengan senapan. Meskipun, kini suara tembakan hilang, tetapi luka memori mereka belum sepenuhnya pulih. Ketika melihat manusia, mereka sangat waspada dan bersiap untuk berpindah dengan cepat. Awalnya terasa menyakitkan, seolah kehadiran kami dari jarak jauh sudah mengusik mereka yang seharusnya tenang. Tapi, saya sadar itu bukan penolakan, itu naluri yang melindungi mereka sejak manusia pernah datang membawa ancaman. Terkadang, di sela pergerakan mereka yang waspada dan cepat, ada momen kecil dimana seekor owa jawa berhenti. Matanya menangkap keberadaan kami yang mungkin bukan seperti melihat ancaman, tetapi rasa ingin tahu dan mencoba mengerti: siapa kami dan apa yang kami cari disini.

 Tidak hanya owa jawa yang ditemukan saat pengamatan. Kami juga bertemu primata lutung jawa (Trachypithecus auratus), rek-rekan (Presbytis comata fredericae), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Keberadaan monyet ekor panjang ini terkadang membuat onar di kebun kopi warga. Monyet memetik buah kopi dan memakannya. Tak lama dari itu, pemilik kebun mengusir mereka dengan teriakan. Owa jawa yang sedang tenang tiba-tiba ketakutan dan  hilang tanpa jejak.

Rasanya masih belum puas, masih ada satu primata endemik Pulau Jawa, yaitu kukang jawa. Primata ini aktif pada malam hari dan tentunya kami mencoba untuk pengamatan malam di Dukuh Mendolo Kulon. Perkiraan setengah jam kami melakukan pencarian dengan headlamp, mencari mata yang bersinar. Akhirnya ketemu, kukangnya berada di balik ranting pohon sengon. Saya mengira pergerakannya lambat, tetapi ternyata tidak. Keheningan malam terasa penuh makna.

 Penuh harapan dan dukungan untuk menjaga keberadaan fauna di hutan ini. Mulai dari peran masyarakat lokal, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat seperti SwaraOwa yang terus akan menjadi garda terdepan dan penjaga setia owa jawa dan habitatnya. Dengan langkah kecil tapi penuh arti. Kesadaran akan tindakan nyata seperti monitoring rutin, penanaman pohon, dan edukasi konservasi. Mari kita dukung untuk kegiatan konservasi masyarakat lokal. Harapan bersama alam semakin lestari, hutan tidak tinggal nama, owa jawa tidak sekedar jejak di peta tetapi nyawa yang harus terus dijaga. Menjaga hutan = menjaga owa jawa.

Kegiatan konservasi oleh PPM Mendolo. A. Penanaman pohon, B. Edukasi konservasi (bird watching for kids)
 Terima kasih untuk SwaraOwa, Desa Mendolo, dan PPM Mendolo atas kesempatan yang telah diberikan. Salam lestari!

Thursday, May 15, 2025

Urgensi koridor habitat bagi owa jawa: dua tahun program penanaman partisipatif

 oleh Sidiq Harjanto ( SwaraOwa) dan  Alex Rifa’i (PPM Mendolo)

kelompok owa yang di monitor di Sawahan ( foto PPM Mendolo)

Owa jawa (Hylobates moloch) adalah satu di antara sembilan jenis owa (gibbon) yang ada di Indonesia. Sebaran kera kecil dengan warna rambut abu-abu ini endemik Pulau Jawa dan terbatas di bagian tengah dan barat pulau. Owa jawa dijumpai di habitat hutan tropis dataran rendah dengan spesifikasi tertentu. Mereka hidup arboreal (pada kanopi hutan) sehingga membutuhkan konektivitas kanopi hutan yang baik. Saat ini, owa jawa masuk dalam daftar spesies terancam punah (endangered) dalam daftar merah IUCN.

Fragmentasi habitat menjadi ancaman yang mempercepat kepunahan spesies karismatik ini. Kondisi fragmentasi habitat yang dimaksud adalah saat area hutan tidak lagi menyediakan konektivitas tajuk atau kanopi yang baik. Sederhananya, satu hamparan hutan terpecah menjadi blok-blok yang lebih kecil. Karena kebutuhan akan tajuk hutan yang terkoneksi, sedikit saja gangguan pada habitat owa semisal pembukaan jalan bisa memberikan fragmentasi habitat bagi jenis-jenis owa, termasuk owa jawa.

Ketika satu kelompok atau keluarga owa terpisah dari populasi, meningkatkan peluang terjadinya perkawinan sedarah yang berujung pada hanyutan genetik. Perkawinan antar anggota keluarga yang masih berkerabat dekat secara dramatis mengurangi keanekaragaman gen. Hal ini berakibat pada masalah-masalah kesehatan maupun kemampuan adaptasi dan meningkatkan risiko kepunahan. Semakin masif isolasi populasi, maka laju kepunahan suatu spesies juga semakin meningkat.

peta hutan terfragmentasi di Sawahan
Monitoring kelompok owa di habitat terfragmentasi

Butuh kejelian untuk memastikan adanya fragmentasi habitat bagi owa jawa. Secara sekilas, tak jarang tutupan lahan tampak relatif baik. Namun, jika kita mengacu pada kebutuhan spesifik spesies kera kecil dari suku Hylobatidae ini yang membutuhkan hutan heterogen, ternyata tidak semua area cocok dengan kebutuhan populasi owa. Tercacat beberapa kantong hutan habitat owa jawa dikelilingi area kebun, seperti durian dan kopi, atau tutupan vegetasi homogen lain yang tidak kompatibel dengan kebutuhan habitat.

Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo bekerja sama dengan Swaraowa, telah melakukan monitoring terhadap kelompok-kelompok owa jawa yang berada pada blok hutan kecil yang terpisah dari blok hutan utama. Kelompok-kelompok owa tersebut umumnya berbagi ruang pada area berhutan yang jauh di bawah luas teritori ideal. Dari data monitoring inilah, ke depannya upaya-upaya pelestarian bisa dirumuskan.

Kegiatan monitoring Owa jawa ( foto PPM Mendolo)
Tim monitoring berjumlah dua atau tiga orang setiap harinya, berangkat di pagi hari sekitar pukul 05:30  WIB atau kadang jadwal berangkat bisa lebih pagi lagi. Setiba di lokasi monitoring, tim mulai mengamati aktivitas harian kelompok owa jawa, seperti aktivitas makan, bermain, istirahat, dan tidur. Selain itu, kami juga mencatat jenis-jenis pohon pakan, dan rata-rata ketinggian kanopi yang mereka gunakan untuk beraktivitas. Data-data ini penting mengingat area habitat mereka beririsan dengan lahan garapan masyarakat.  

Beberapa kali kelompok owa terpantau menyeberang ke area kebun kopi yang rata-rata ketinggian pohonnya tidak lebih dari lima meter. Bahkan, sempat ada beberapa orang warga yang melaporkan bahwa mereka pernah melihat owa jawa berjalan di atas tanah. Fenomena owa berjalan di tanah ini sekilas tampak lucu, tetapi temuan ini mengkhawatirkan karena menyimpang dari perilaku alaminya. Owa jawa adalah hewan yang sepenuhnya arboreal, jika sampai turun ke tanah untuk menyeberang dari satu pohon ke pohon yang lain, hal ini mengindikasikan habitatnya sudah tidak ideal.

penanaman pohon pakan Owa ( foto PPM Mendolo)


Koridor hutan untuk koneksi habitat

Saat ini kita berpacu dengan waktu. Data-data mengenai fragmentasi habitat bagi owa jawa di Kawasan Dieng Utara masih sangat terbatas. Namun, mulai ada temuan-temuan yang mengindikasikan kondisi itu. Hal ini menuntut respon yang sigap untuk menghindari risiko percepatan kepunahan. Berangkat dari data yang masih sangat terbatas, upaya-upaya meskipun dalam skala yang kecil telah dilakukan. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pembuatan koridor habitat dan pengayaan pohon pakan.

Tahun ini, menjadi tahun kedua bagi warga Dukuh Sawahan, Desa Mendolo untuk menjalankan program penanaman koridor dan pengayaan jenis-jenis pohon hutan. Bibit yang ditanam tahun ini meliputi kayu babi (Crypteronia sp.), kayu sapi (Pometia pinnata), rau, sentul, nangkan. Total sekira 700 batang bibit. Sebagian bibit ditanam pada sempadan sungai-sungai kecil, atau alur menurut istilah lokal. Penanaman pada alur-alur ini diharapkan bisa menjadi koridor hutan di masa depan, sekaligus untuk konservasi air dan tanah.

Selain area-area sempadan sungai, aneka bibit buah hutan juga ditanam di lahan-lahan garapan guna meningkatkan populasi pohon pakan bagi owa jawa. Jenis-jenis pohon pakan kesukaan owa misalnya rau (Drancontomelon dao), bendo (Artocarpus elasticus), nangkan (Artocarpus rigidus), dan sentul (Sandoricum koetjape). Dengan model agroforestri yang diperkaya, diharapkan kelompok-kelompok owa jawa masih dapat bertahan, setidaknya dari sisi koneksi tajuk dan ketersediaan pakan.

Konsep koridor habitat di Mendolo ini mirip dengan program community baboon sanctuary yang telah berhasil menjaga populasi monyet howler di Belize, Amerika Tengah. Sifatnya jangka panjang dan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Secara prinsip, program ini berusaha mencari ekuilibrium antara kebutuhan ideal habitat owa jawa dengan kepentingan ekonomi masyarakat dari pengelolaan lahan.

Konservasi berbasis masyarakat

Tak bisa dimungkiri bahwa banyak permasalahan lingkungan hidup bersifat global, seperti perubahan iklim, kepunahan massal, dan deforestasi –termasuk fragmentasi habitat. Namun, cara-cara penanganannya bisa kita mulai dari skala kecil. Aksi-aksi konservasi perlu disesuikan dengan konteks lokal. Skalanya bisa berbasis ekoregion, bioregion, lansekap, atau bahkan pada lingkup administratif yang kecil, misalnya desa. Pada konteks desa, konservasi berbasis masyarakat menjadi paradigma sekaligus strategi yang menjanjikan.

Di Dukuh Sawahan telah ada inisiasi Peraturan Dukuh (Perduk) yang mengatur perlindungan satwa liar. Perduk ini berlaku untuk beberapa kelompok satwa, yaitu: ikan, burung, dan primata. Bergulirnya kesepakatan warga ini membawa angin segar bagi upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Desa Mendolo. Pelestarian satwa liar tentu tidak bisa berhenti pada larangan perburuan saja, tetapi perlu semakin diperdalam menuju pelestarian habitat. Program koridor hutan ini menjadi salah satu ikhtiar jangka panjang menuju ke sana.

Program koridor habitat dan pengayaan pohon pakan ini berbasis masyarakat. Partisipasi warga menjadi kunci keberlangsungan. Kerelaan penggarap lahan (area-area sempadan sungai), konsistensi pengadaan bibit, penanaman, hingga komitmen perawatan-pemeliharaan pohon sangat tergantung peran aktif warga masyarakat. Saat ini peran-peran itu ada pada para petani sebagai penggarap lahan, kelompok wanita tani yang membantu penyediaan bibit, juga para anggotai PPM Mendolo yang secara bergantian melakukan monitoring kelompok-kelompok owa di wilayah Mendolo. Kami ucapkan terima kasih kepada mereka untuk kontribusi yang sangat berarti.

Sunday, May 11, 2025

Bilou Mentawai: Upaya Konservasi dan Monitoring di Hutan Adat Siberut

Oleh : Arif Setiawan

peserta pelatihan monitoring Bilou ds. Rokdok

Dua kegiatan di dua lokasi berbeda telah dan sedang dimulai di Siberut, yang pertama di kawasan hutan Toloulago dan yang kedua di wilayah hutan adat di desa Rokdok. Kegiatan di lokasi Toloulago merupakan lanjutan dari kegiatan dari tahun-tahun sebelumnya dengan Malinggai Uma diSiberut selatan. Dan kegiatan kedua adalah inisiasi baru untuk memperkuat pengelolaan hutan adat di Siberut.

Dari Kayu terbuang menjadi harapan : post pengamatan satwa

Tim Malinggai Uma membuat post pengamatan satwa di hutan Toloulagok. Pos pengamatan satwa ini bertujuan sebagai untuk mengembangan community based wildlife tourism yang telah dikembangkan di Toloulago oleh Uma Malinggai. Selain itu pos pengamatan ini juga dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan penebangan pohon illegal yang terus terjadi di kawasan ini.

Ismael saumanuk yang bersama tim telah membuat ukuran pos pengamatan ini  4x6 dengan dua lantai, Pembangunan yang telah berlangsung 2 bulan ini dan sampai saat ini sudah selesai kira kira 75%. Pembuatan pos ini juga di inisiasi dari maraknya penebangan pohon di hutan Touloulago, dan kayu-kayu besar itu tidak terpakai, di tinggal begitu saja di hutan, artinya penebang hanya mengambil sebagian yang di bagus atau yang perlu saja, sementara kayu-kayu itu di tinggal begitu saja di hutan. Ismael, Visen dan Damianus motor berinisiasi memanfaatkan kayu-kayu ini untuk digunakan sebagai pos pengamatan.

 

post pengamatan bilou dibangun dari kayu limbah

Tim Monitoring Bilou

Mulai bulan ini tim siripok bilou akan di perkuat lagi dengan tim monitoring , Aman Tara, dari Mailepet sebargai warga lokal akan memimpin kegiatan survey dan monitoring bilou di wilayah hutan adat. Kegiatan ini merupakan bagian dari konsorsium untuk pelestarian owa Mentawai- Bilou antara Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Swaraowa dan Green Justice Indonesia. Proyek kolaborasi ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan hutan adat yang ada saat ini dan telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Swaraowa dalam hal ini akan berkontribusi untuk memberikan dukungan teknis untuk monitoring Bilou sebagai salah satu species flagship di hutan adat ini.

Tim monitoring Bilou

Survey akan dilakukan selama 6 bulan kedepan, wilayah hutan adat di desa Madobag dan matotonan. Persiapan untuk survey ini adalah pengenalan teknik monitoring bilou berdasarkan suara dan tanggal 24 April hingga 1 Mei 2025 kami melatih tim khusus dari dusun Rokdok , teknik ini telah di pakai di survey sebelumnya di siberut ( Setiawan et al 2020). Tim malinggai uma yang telah mengenal teknik survey ini menjadi mentor, Aman Andei dan Aman Tebai ikut bersama-sama mendampingi melatih tim yang akan di terjunkan nanti. Sosialisasi awal tentang kegiatan ini di fasilitasi oleh tim YCM pada malam hari tanggal 25 April 2025 dengan di hadiri oleh kurang lebih 30 orang warga dusun Rokdok. Kemudian dari sebagian yang hadir malam itu terpilih untuk ikut tim monitoring, selanjutnya meneruskan dengan pengenalan teknik survey bilou berdasar, dibimbing oleh Adin dan Wawan dari SwaraOwa.

peserta pelatihan teknik monitoring di hutan rokdok

Malam itu pengetahuan dasar tentang bilou tentang owa di Indonesia dan teknik monitoringnya di sampaikan oleh Wawan, dan esok paginya tim dibagi menjadi 3 untuk praktek pengambilan data.Adin mengenalkan applikasi yang kita gunakan untuk menunjang pengambilan data kobocollect dan avenza map. Sistem triangulasi di praktekan langsung selama 4 hari berturut turut. Pengalaman pertama untuk tim sehingga banyak hal yang perlu di diskusikan bersama, kondisi lapangan yang diluar dugaan kita juga memberikan informasi tambahan untuk lokasi-lokasi selanjutnya. Salah satu yang menarik dari selama 4 hari pengamatan ini, 2 tim tidak mendengar sama-sekali suara Bilou, hanya tim ke 3 yang mendengar suara bilou, itu pun hanya 1 kelompok dan jaraknya sangat jauh. Untuk sementara memang ada kesulitan bagi tim yang tidak mendengar suara dan dari hasil 4 hari ini kemungkinan juga bilou disekitar kawasan hutan adat ini juga sudah sangat jarang populasinya. Hal ini akan kita perdalam lagi dalam survey survey selanjutnya.

bilou -Owa mentawai (Hylobates klossii)

Peningkatan kapasitas dan pengembangan program yang berkelanjutan dan bermanfaat secara ekonomi sangat diharapkan oleh semua peserta pelatihan, manfaat bilou secara ekonomi apa? Itu salah satu hal yang banyak di pertanyakan dan untuk menjawabnya tidaklah singkat. Pak Ismael dan pak vinsen sangat membantu sekali kehadirannya di acara ini, artinya tanpa ada kendala Bahasa daripada tim swaraOwa yang menjelaskan pengalaman pak vinsen dan pak Ismael membangun Toloulago gibbon watching dengan swaraOwa sejak tahun 2016 dapat diceritakan kepada peserta. Kunjungan wisatawan dengan yang tertarik untuk melihat dan ikut program yang ditawarkan adalah salah satu manfaat bilou secara ekonomi, tinggal beberapa hari makan, menginap dan membutuhkan transportasi adalah beberapa dampak kegiatan ekonomi yang terjadi dengan adanya bilou di kawasan hutan di Toloulagok.

Kawasan hutan adat tentunya sangat potensial juga untuk dikembangkan manfaatnya, keberadaan jenis-jenis endemic yang tidak dapat di jumpai di belahan bumi lainnya ini akan menjadi asset ekonomi dan secara social budaya dapat memperkuat identitas global untuk keanekaragaman hayati dai Pulau Mentawai.