Monday, April 10, 2023

Pelatihan Guru dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai ke-3: Pembukaan dan Materi Ruang

 Oleh : Imam Taufiqurrahman

Foto bersama para peserta dan panitia Pelatihan Guru dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai ke-3


Pelatihan Guru dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai ke-3 telah terlaksana sesuai agenda. Berlangsung pada 28-30 Maret 2023, ajang pengenalan primata dan burung ini diadakan di Dusun Toloulaggo, Desa Katurai, Kecamatan Siberut Baratdaya, sebagaimana penyelenggaraan tahun sebelumnya.

Sebanyak 16 orang peserta mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Malinggai Uma dan Siripok Bilou ini. Para peserta tersebut merupakan perwakilan guru Biologi dan Budaya Mentawai (Bumen), baik tingkat SD, SMP, serta SMA, di Siberut Selatan dan Siberut Baratdaya.

Selain guru, pelatihan juga diikuti oleh fasilitator Malinggai Uma. Terdapat pula perwakilan dua lembaga di Siberut Selatan, yakni Yayasan Pendidikan Kebudayaan Mentawai dan Tourism Information Center.

Kepala Desa Katurai, Karlo Saumanuk, hadir dan membuka acara secara resmi. Dalam sambutannya,  Karlo berterima kasih atas penyelenggaraan kegiatan di desanya. Ia pun berpesan, “Semoga pelatihan ini dapat menjadi momentum untuk menambah kapasitas dan ilmu para guru,” ungkapnya, “untuk nantinya disampaikan kepada murid di sekolah.”

Kepada penyelenggara, Karlo berpesan agar kegiatan dapat lebih berdampak pada masyarakat. “Mungkin ke depannya tidak hanya terfokus kepada guru-guru saja, tetapi mungkin pada orang tua atau pihak-pihak yang beraktivitas ke hutan,” pintanya. “Jadi, perlu ada keseimbangan.”

Pembukaan yang berlangsung di balai desa tersebut mengundang wakil dari unsur-unsur pemerintahan setempat dan instansi terkait. Beberapa yang hadir, misalnya Kepala Dusun Toloulaggo, Dinas Pendidikan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan Dinas Pariwisata. Para undangan turut pula memberikan pidato sambutan.

Acara pembukaan dimeriahkan oleh turuk laggai. Tarian khas Mentawai ini menggambarkan perilaku satwa di hutan. Hentakan kaki para penari disertai iringan tabuhan alat musik terdengar begitu rampak. Tarian yang dipertunjukkan dalam dua sesi itu mampu menyedot perhatian banyak anak-anak dan masyarakat sekitar.

Turuk  uliat Bilou yang dipentaskan dalam acara pembukaan pelatihan.


Sesi materi ruang

Usai pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi materi ruang. Terdapat tiga pematerian, dengan dua materi pertama terkait satwa. Kedua materi disampaikan oleh perwakilan Yayasan SwaraOwa.

Materi pertama, yakni nilai konservasi dan budaya burung di Kepulauan Mentawai dipaparkan oleh Imam Taufiqurrahman. Selanjutnya, Kurnia Ahmadin memberikan pengantar teknik pengamatan primata. Materi terakhir berupa seluk-beluk jurnalisme warga (citizen journalism) yang disampaikan oleh jurnalis Tempo Febriyanti.

 Sesi materi jurnalisme warga yang dibawakan oleh jurnalis Tempo, Febriyanti.


Diskusi dan tanya jawab berjalan dengan menarik. Kebanyakan peserta mengaku belum banyak mengetahui keragaman hayati yang ada di Kepulauan Mentawai. Keberadaan satwa, khususnya primata dan burung, tidak disinggung secara khusus dalam mata pelajaran Budaya Mentawai. Lebih-lebih keterkaitan erat serta nilai filosofi antara satwa dan budaya Mentawai.

Benediktus Satoleuru, guru Budaya Mentawai SDN 19 Katurai, Siberut Baratdaya, menyebut beberapa materi yang disampaikan dalam mata pelajaran Budaya Mentawai. Ada pengenalan tentang panganan lokal gete sagu, rumah adat uma, titi atau tato, juga alat-alat musik.

Materi-materi tersebut memungkinkan untuk dapat disisipkan dengan pengenalan tentang satwa. Pada materi mengenai uma, misalnya. Boneka kayu kailaba sebagai omat simagre atau mainan para roh, sebenarnya memiliki wujud hidup, yakni kangkareng perut-putih. Satu-satunya jenis burung rangkong di Kepulauan Mentawai tersebut memiliki tempat khusus dalam kepercayaan Suku Mentawai.

Demikian pula tengkorak-tengkorak primata atau satwa lain hasil buruan yang dipajang di uma. Keberadaannya dapat menjadi pengantar untuk memperkenalkan keanekaragaman primata di Mentawai yang seluruhnya endemik.

Pada materi seluk-beluk jurnalisme warga, para peserta diperkenalkan dengan kerja-kerja jurnalistik. Peserta didorong untuk bisa menuangkan pengamatan mereka dalam tulisan dan mengemasnya sebagai berita atau informasi menarik. Tulisan nantinya dapat dibagikan tanpa harus mengirim ke surat kabar, namun cukup lewat akun sosial media pribadi.

Tulisan tersebut tentu mensyaratkan adanya unsur berita, juga informasi dan pengetahuan. Tujuannya terutama untuk mempromosikan kekayaan budaya dan keanekaragaman hayati di Kepulauan Mentawai. Selain itu, tulisan dari para peserta pelatihan sebagai bagian dari warga Mentawai juga dapat berfungsi sebagai suara, baik bagi budaya maupun satwa Mentawai, yang keberadaannya kian terpinggirkan.


No comments:

Post a Comment