Oleh : Imam Taufiqurrahman
Foto bersama para peserta dan panitia Pelatihan Guru dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai ke-3 |
Pelatihan Guru dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai ke-3 telah
terlaksana sesuai agenda. Berlangsung pada 28-30 Maret 2023, ajang pengenalan
primata dan burung ini diadakan di Dusun Toloulaggo, Desa Katurai, Kecamatan
Siberut Baratdaya, sebagaimana penyelenggaraan tahun sebelumnya.
Sebanyak 16 orang peserta mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh
Malinggai Uma dan Siripok Bilou ini. Para peserta tersebut merupakan perwakilan
guru Biologi dan Budaya Mentawai (Bumen), baik tingkat SD, SMP, serta SMA, di
Siberut Selatan dan Siberut Baratdaya.
Selain guru, pelatihan juga diikuti oleh fasilitator Malinggai Uma.
Terdapat pula perwakilan dua lembaga di Siberut Selatan, yakni Yayasan
Pendidikan Kebudayaan Mentawai dan Tourism Information Center.
Kepala Desa Katurai, Karlo Saumanuk, hadir dan membuka acara secara
resmi. Dalam sambutannya, Karlo berterima
kasih atas penyelenggaraan kegiatan di desanya. Ia pun berpesan, “Semoga
pelatihan ini dapat menjadi momentum untuk menambah kapasitas dan ilmu para
guru,” ungkapnya, “untuk nantinya disampaikan kepada murid di sekolah.”
Kepada penyelenggara, Karlo berpesan agar kegiatan dapat lebih
berdampak pada masyarakat. “Mungkin ke depannya tidak hanya terfokus kepada
guru-guru saja, tetapi mungkin pada orang tua atau pihak-pihak yang beraktivitas
ke hutan,” pintanya. “Jadi, perlu ada keseimbangan.”
Pembukaan yang berlangsung di balai desa tersebut mengundang wakil dari
unsur-unsur pemerintahan setempat dan instansi terkait. Beberapa yang hadir,
misalnya Kepala Dusun Toloulaggo, Dinas Pendidikan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
dan Dinas Pariwisata. Para undangan turut pula memberikan pidato sambutan.
Acara pembukaan dimeriahkan oleh turuk laggai. Tarian khas Mentawai ini
menggambarkan perilaku satwa di hutan. Hentakan kaki para penari disertai
iringan tabuhan alat musik terdengar begitu rampak. Tarian yang dipertunjukkan
dalam dua sesi itu mampu menyedot perhatian banyak anak-anak dan masyarakat
sekitar.
Turuk uliat Bilou yang dipentaskan dalam acara pembukaan pelatihan. |
Sesi
materi ruang
Usai pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi materi ruang. Terdapat
tiga pematerian, dengan dua materi pertama terkait satwa. Kedua materi disampaikan
oleh perwakilan Yayasan SwaraOwa.
Materi pertama, yakni nilai konservasi dan budaya burung di Kepulauan
Mentawai dipaparkan oleh Imam Taufiqurrahman. Selanjutnya, Kurnia Ahmadin
memberikan pengantar teknik pengamatan primata. Materi terakhir berupa
seluk-beluk jurnalisme warga (citizen journalism)
yang disampaikan oleh jurnalis Tempo Febriyanti.
Sesi materi jurnalisme warga yang dibawakan oleh jurnalis Tempo, Febriyanti. |
Diskusi dan tanya jawab berjalan dengan menarik. Kebanyakan peserta
mengaku belum banyak mengetahui keragaman hayati yang ada di Kepulauan
Mentawai. Keberadaan satwa, khususnya primata dan burung, tidak disinggung
secara khusus dalam mata pelajaran Budaya Mentawai. Lebih-lebih keterkaitan
erat serta nilai filosofi antara satwa dan budaya Mentawai.
Benediktus Satoleuru, guru Budaya Mentawai SDN 19 Katurai, Siberut
Baratdaya, menyebut beberapa materi yang disampaikan dalam mata pelajaran
Budaya Mentawai. Ada pengenalan tentang panganan lokal gete sagu, rumah adat
uma, titi atau tato, juga alat-alat musik.
Materi-materi tersebut memungkinkan untuk dapat disisipkan dengan
pengenalan tentang satwa. Pada materi mengenai uma, misalnya. Boneka kayu
kailaba sebagai omat simagre atau
mainan para roh, sebenarnya memiliki wujud hidup, yakni kangkareng perut-putih.
Satu-satunya jenis burung rangkong di Kepulauan Mentawai tersebut memiliki
tempat khusus dalam kepercayaan Suku Mentawai.
Demikian pula tengkorak-tengkorak primata atau satwa lain hasil buruan
yang dipajang di uma. Keberadaannya dapat menjadi pengantar untuk
memperkenalkan keanekaragaman primata di Mentawai yang seluruhnya endemik.
Pada materi seluk-beluk jurnalisme warga, para peserta diperkenalkan
dengan kerja-kerja jurnalistik. Peserta didorong untuk bisa menuangkan
pengamatan mereka dalam tulisan dan mengemasnya sebagai berita atau informasi
menarik. Tulisan nantinya dapat dibagikan tanpa harus mengirim ke surat kabar,
namun cukup lewat akun sosial media pribadi.
Tulisan tersebut tentu mensyaratkan adanya unsur berita, juga informasi
dan pengetahuan. Tujuannya terutama untuk mempromosikan kekayaan budaya dan
keanekaragaman hayati di Kepulauan Mentawai. Selain itu, tulisan dari para
peserta pelatihan sebagai bagian dari warga Mentawai juga dapat berfungsi
sebagai suara, baik bagi budaya maupun satwa Mentawai, yang keberadaannya kian
terpinggirkan.
No comments:
Post a Comment