oleh : Sidiq Harjanto
Menumbuk kopi untuk mendapatkan bubuk kopi nan harum |
Pada Sabtu
– Minggu, 18 – 19 Maret 2023, Swaraowa, Owa Coffee bekerjasama dengan PPM Mendolo membuat sebuah kegiatan bertajuk Guyub Kopi
Mendolo. Kegiatan selama dua hari ini terdiri dari tiga agenda: nyangrai bareng (menyangrai kopi bersama),
sarasehan dengan tema nilai penting keanekaragaman hayati bagi wanatani kopi khusus untuk Ibu ibu desa Mendolo,
dan nginceng manuk (pengamatan
burung) sebagai bentuk edukasi bagi anak-anak.
Di hari
pertama, kami mengajak kaum perempuan untuk mengupas seluk beluk tradisi kopi di
Desa Mendolo, terutama keahlian menyangrai. Selain mengupas tentang tradisi
kopi, kami mengajak para ibu yang berasal dari beragam rentang usia, untuk
berdiskusi mengenai peran perempuan dalam rantai kelola wanatani kopi di desa
ini.
Ragam sangrai kopi
Praktek sangrai tradisional |
Kopi telah
menjadi tradisi atau bahkan budaya masyarakat Mendolo. Kopi mengisi hari-hari
warga, pada pagi sebelum berangkat ke kebun, dan malam saat berkumpul bersama
keluarga. Ada juga kopi yang hanya disajikan dalam momen khusus. Kopi jembawuk namanya, disajikan dalam
ritual-ritual tertentu. Kopi ini diseduh dengan air santan kelapa dan
pemanisnya gula aren.
Dalam hal
selera, sebagian warga Mendolo menyukai kopi murni, sementara sebagian lagi
memilih menambahkan bahan lain. Penambahan ini dilakukan pada saat proses
menyangrai. Bahan yang paling familiar adalah beras putih. Konon, menambahkan
beras ke dalam kopi bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dari biji kopi yang
disangrai sampai gelap (dark roast).
Ada pula
warga yang senang menambahkan irisan kelapa dalam sangrai kopinya. Penambahan
kelapa, menurut para penggemarnya, bisa memunculkan cita rasa gurih. Nglamir, istilah lokalnya. Namun, irisan
kelapa tak sepopuler beras. Alasannya, penambahan kelapa membuat bubuk kopi
menjadi kurang awet, aromanya cepat berubah tengik. Mencampur kelapa pada kopi
biasanya hanya pada momen-momen tertentu saja.
Alat-alat
yang digunakan untuk proses sangrai relatif sederhana, antara lain: wajan
tanah/logam, irus atau spatula, penampi
(tampah), dan alat pembakaran (tungku kayu atau kompor gas). Proses menyangrai
diawali dengan memanaskan wajan terlebih dulu sekira lima menit. Setelah dirasa
cukup panas, biji kopi mentah seberat kurang lebih 500 gram dimasukkan ke dalam
wajan, kemudian diaduk terus-menerus menggunakan irus atau spatula.
Sepanjang
proses, para ibu penyangrai mengamati dengan cermat setiap perubahan yang
dialami biji-biji kopi, baik itu perubahan warna, perubahan bentuk fisik,
hingga aromanya. Ketika biji-biji sudah pecah (first crack) dan warna berubah kecoklatan, api dikecilkan. Kopi
diaduk terus sampai benar-benar matang, sesuai selera masing-masing. Proses
menyangrai kira-kira membutuhkan waktu 20 menit. Kopi yang telah matang lalu
didinginkan di atas penampi.
Proses
selanjutnya adalah pembubukan. Untuk menghasilkan kopi bubuk, alat yang
digunakan adalah lumpang dan alu untuk menumbuk biji, serta ayakan untuk
mendapatkan ukuran serbuk yang ideal. Caranya dengan menumbuk biji-biji kopi yang
telah disangrai sampai terbentuk serbuk. Hasilnya lalu diayak hingga diperoleh
bubuk kopi yang relatif halus.
Belakangan,
kopi tidak saja sekadar menjadi konsumsi keluarga Mendolo, namun telah
berkembang menjadi komoditi yang dijual ke luar desa. Pada kesempatan ini, kami
juga memperkenalkan dan meyerahkan satu unit mesin roasting kopi modern. Mesin
modern diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kopi olahan
Mendolo untuk dijual ke luar sehingga desa ini semakin dikenal sebagai salah
satu penghasil kopi di wilayah Kabupaten Pekalongan.
Peran perempuan dalam tradisi kopi
Kontribusi gender dalam rantai kelola kopi |
Melalui FGD,
terungkap bahwa kontribusi kaum laki-laki dan perempuan dalam rantai
pengelolaan komoditi kopi di Mendolo relatif seimbang. Namun, perbedaan
perannya lumayan tampak jelas. Sebagai gambaran sederhana, laki-laki lebih banyak
berperan dalam pengelolaan kebun, sedangkan perempuan lebih banyak berperan dalam
pekerjaan-pekerjaan pascapanen yang umumnya dilakukan di lingkungan sekitar
tempat tinggal.
Ada
beberapa pekerjaan yang spesifik gender, misalnya dalam hal pruning (pemangkasan tanaman) dan
sambung pucuk selama ini hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Sementara itu,
menyangrai kopi sepenuhnya merupakan keahlian kaum perempuan. Para perempuan
menyangrai untuk kebutuhan keluarga sendiri, atau terkadang memenuhi permintaan
tetangga.
Persis
seperti kata Illich, perbedaan tugas berimplikasi pada perbedaan alat-alat.
Begitu pula peran masing-masing gender dalam rantai budaya kopi tentu
membedakan alat-alat yang akrab digunakan oleh masing-masing gender. Alat-alat
yang spesifik gender. Pisau sambung pucuk adalah alat yang hanya dipegang kaum
lelaki. Di sisi lain, lumpang dan alu identik dengan kaum perempuan.
Karena
menyangrai kopi menjadi keahlian spesifik kaum perempuan, hal ini membuat kami
tertarik untuk mengulik lebih dalam. Dari dua puluhan peserta yang hadir,
rata-rata yang memiliki keterampilan menyangrai kopi hanya mereka yang usianya
sudah di atas 40 tahun. Sedangkan yang muda-muda sudah tidak lagi punya
keahlian ini.
Tradisi
menyangrai ini bisa saja hilang dalam waktu dekat. Salah satu dari ibu-ibu itu
bisa saja the last traditional coffee roaster
di Mendolo. Apalagi jika seiring perkembangan jaman, orang-orang lebih memilih
membeli kopi kemasan pabrik. Melestarikan keahlian menyangrai bagi perempuan Mendolo
kiranya perlu dilakukan.
Kembali
kepada perspektif Illich, masing-masing gender memainkan peran yang berbeda
yang sifatnya saling melengkapi. Kelangsungan hidup bergantung pada timbal
balik. Keseimbangan peran ini mesti dipertahankan sehingga perempuan tidak
mengalami perlakuan diskriminatif.
Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional menunjukkan bahwa isu mengenai gender dan upaya menjunjung
harkat perempuan telah menjadi agenda nasional. Keseimbangan dan kesetaraan
peran antara laki-laki dalam segala hal mesti menjadi keniscayaan.
Isu gender
mesti diimplementasikan dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian pula dalam bidang konservasi alam, penguatan peran perempuan perlu
dilakukan. Keterlibatan perempuan, berdasarkan banyak penelitian, terbukti meningkatkan
tingkat keberhasilan upaya-upaya pelestarian alam.
Memperkenalkan satwa liar Mendolo kepada kaum perempuan |
peserta Guyub Kopi Mendolo 18-19 Maret 2023 |
Bagaimana mencari benang merah antara peran aktif perempuan dengan konservasi owa jawa, aneka satwa liar, dan hutan sebagai habitat? Di Mendolo, Swaraowa mencoba masuk ke komunitas perempuan melalui program pangan lokal dan program beekeeping budidaya lebah klanceng bagi perempuan. Ketika perempuan mampu mengelola sumber-sumber pangan lokal, dan memiliki alternatif sumber ekonomi, maka tekanan terhadap hutan sebagai habitat hidupan liar bisa berkurang. Memberi ruang untuk berkembang dan meningkatkan kapasitas dan pengetahuan kaum perempuan di sekitar hutan mempunyai potensi yang tinggi untuk keberhasilan kegiatan konservasi.
No comments:
Post a Comment