Tuesday, September 25, 2018

Konservasi Owa di Perkebunan Kelapa Sawit, Mungkinkah?

Hylobates albibarbis, Owa di  Kalimantan Tengah

Mengawali bulan September 2018, SwaraOwa mendapatkan kesempatan untuk belajar, bertualang dan berbagi kisah seputar owa dan primata lainnya. Kegiatan kali ini terbilang istimewa. Jika biasanya SwaraOwa berkegiatan bersama rekan-rekan mahasiswa, peneliti, atau pegiat lingkungan lainnya, kali ini SwaraOwa berkumpul bersama perwakilan dari berbagai perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kok bisa? Bukankah perkebunan kelapa sawit merupakan tersangka utama dalam deforestasi hutan di Indonesia? Bukankan gara-gara perkebunan sawit ini juga keberadaan berbagai kehidupan liar turut terancam? Belum lagi berbagai permasalah sosial yang timbul karenanya.


Tulisan ini tidak akan membahas berbagai pro-kontra terkait perkebunan kelapa sawit, namun lebih pada salah satu upaya yang dilakukan pengelola perkebunan kelapa sawit untuk menuju perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Apa yang dimaksud dengan minyak sawit berkelanjutan? Silahkan langsung cek prinsip dan kriteria minyak sawit berkelanjutan di website RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) atau ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang kemudian dikenal dengan Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
 
Materi kelas, teori dan analisis data hasil survey 
Pada tanggal 4-6 September 2018, SwaraOwa bekerjasama dengan Goodhope Asia Holding mengadakan pelatihan Program Konservasi Primata di Areal HCV (High Conservation Value) atau NKT (Nilai Konservasi Tinggi) Perkebunan Kelapa Sawit. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai nilai penting primata dan upaya konservasinya, serta pengenalan metode survey primata dengan metode vocal count/ fixed point count-triangulation. Peserta pelatihan merupakan perwakilan dari perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah yakni Wilmar, KMA (KLK Group), Minamas Plantation,  Sawit Nabati Agro di Ketapang (IOI Group), serta Goodhope Asia Holdings yang bertindak sebagai tuan rumah. Narasumber dalam pelatihan ini adalah perwakilan dari RSPO, PT. SMART, tokoh adat Desa Tumbang Penyahuan, serta 3 orang dari SwaraOwa.
Aolia (swaraowa) memberikan pengantar tentang jenis primata di Kalimatan Tengah

Hari pertama pelatihan berpusat di training centre PT AICK. Acara dibuka dengan sambutan sekaligus pembukaan oleh General Manager PT AICK, yang dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh perwakilan dari RSPO, Bapak Djaka Riksanto. Beberapa point penting dalam materi dan diskusi pada sesi ini adalah prinsip dan kriteria sustainable palm oil yang terkait dengan konservasi primata, serta pentingnya pedoman pengelolaan dan pemantauan HCV yang hingga saat ini belum final. Berikutnya, perwakilan dari PT. SMART berbagi pengalaman mengenai praktik pengelolaan KBKT (Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi) dengan optimalisasi jasa lingkungan serta monitoring keanekaragaman hayati. Diskusipun berkembang, mencakup pengalaman restorasi/rehabilitasi riparian, potensi konflik dengan masyarakat berikut upaya pengelolaannya, serta kesulitan para pengelola perusahaan ketika harus menjelaskan payung hukum HCV kepada masyarakat.
Presentasi berikutnya disampaikan oleh Bapak Dante, tokoh adat dari Desa Penyahuan, yang menceritakan tentang inisiatif konservasi Bukit Santuai sebagai kawasan konservasi berbasis Adat dan Spiritual. Bukit Santuai merupakan salah satu areal HCV PT AWL. Bagi masyarakat setempat, Bukit Santuai dianggap keramat dan memiliki kisah tersendiri terait dengan nenek moyang mereka. Selain itu, untuk keperluan ritual adat, masyarakat memerlukan beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh di Bukit Santuai ini.

Praktek lapangan di HCV Bukit Santuai

Selepas makan siang, giliran SwaraOwa menyampaikan kisahnya tentang program konservasi primata berbasis masyarakat di Petungkriyono, Pekalongan dan di kep.Mentawai. Antusiasme peserta sangat terlihat pada saat sesi diskusi. Mereka berharap program yang sejenis bisa dilakukan di site mereka masing-masing, dengan pendekatan yang disesuaikan dengan potensi dan karakter daerah masing-masing. Sebelum lanjut ke pengenalan metode survey primata, Aolia membawakan materi tentang jenis-jenis primata di Kalimantang Tengah lengkap beserta ciri dan status konservasinya. Materi mengenai metode survey primata menjadi penutup materi ruang, dilanjutkan dengan briefing dan pembagian kelompok praktik, yakni menjadi 3 kelompok.
Lokasi praktek HCV Bukit Santuai

Hari kedua pelatihan berpusat di PT AWL, dengan agenda utama praktik lapangan metode vocal count untuk mengestimasi densitas owa-owa atau klempiau (Hylobates allbibarbis) di Bukit Santuai. Pagi hari menjelang subuh, suara owa-owa membangunkan kami. Tepat pukul 05.00 seluruh tim sudah siap berkumpul untuk selanjutnya bergerak menuju Pos Keramat. Setiap kelompok segera menuju listening post (LPS) masing-masing. Pukul 06.00 setiap kelompok telah tiba di LPS, langsung disambut great call owa-owa yang sahut-menyahut antar kelompok. Masing-masing tim segera bejibaku untuk pengambilan data, hingga pukul 07.30, kemudian dilanjutkan praktik analisis data untuk mendapatkan estimasi densitas owa-owa. Triangulasi untuk memperkirakan distribusi kelompok owa yang terdeteksi, dilakukan bersama-sama di guest house PT AWL. Menjelang sore, rombongan kembali ke training centre PT AICK untuk persiapan presentasi kelompok esok harinya.
foto bersama peserta dan pembicara

Di hari terakhir pelatihan, masing-masing kelompok diberikan waktu untuk presentasi hasil “penelitian” mereka, mencakup estimasi densitas serta hal-hal menarik dan kendala yang ditemui selama praktik. Tanya jawab berlangsung sangat seru, termasuk munculnya pertanyaan-pertanyaan “nyeleneh” namun berarti seperti, “jika great call merupakan komunikasi antar kelompok, apakah dari suara yang terdengar, bisa diketahui adanya betina yang berpasangan atau belum? 

Tiga hari pelatihan yang penuh keakraban disertai diskusi dan sharing pengalaman akhirnya berakhir. Tiga hari pelatihan yang membuat peserta mahir menirukan great call owa-owa. Tiga hari pelatihan yang diharapkan dapat menjadi inisiasi untuk program konservasi primata di areal HCV perkebunan kelapa sawit. Perkebunan sawit, kebutuhan akan minyak nabati adalah kenyataan dan kerusakan hutan telah terjadi, mepertahankan populasi yang ada yang tersisa saat ini adalah upaya yang harus terus di arusutamakan.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
di tulis oleh : Kasih Putri Handayani , email : kasihputri288@gmail.com

2 comments:

  1. Great write up mba Kasput....salam owa dari TC AICK.....

    ReplyDelete
  2. Great mas Wawan dan team, semoga acara ini bisa lebih dikembangkan lagi disemua lini dan areal HCV

    ReplyDelete