Bilou , Owa endemik Mentawai |
Sebuah kehormatan berada di antara warga asli Pulau Siberut
yang merayakan upacara adat. Tentu saja ini pengalaman yang sangat berharga. Suku-suku
Mentawai adalah yang salah satu komunitas tertua di Indonesia tercatat sejak
2000-500 tahun sebelum masehi sudah ada catatan mengenai keberadaan manusia di
kepulauan yang terpisah dari daratan Sumatera itu. Banyak hal yang menarik
tentang interaksi manusia-alam khususnya di Mentawai, hingga sekarang meskipun
arus budaya modern tiada henti menggerus budaya asli Mentawai, namun adat
istiadat masyarakat Mentawai sejak ribuan tahun silam masih dapat kita jumpai.
sikerei sedang melakukan ritual |
Salah satu acara adat yang minggu ini kita ikuti adalah
Punen Panunggru, upacara untuk “mendamaikan” roh-roh orang yang telah meninggal
dunia. Kepercayaan terhadap roh atau jiwa dalam setiap benda masih melekat erat
di masyarakat Mentawai khususnya di Siberut. Kepercayaan akan tentang roh dapat
di katakan bahwa nyaris setiap tempat, setiap hewan, setiap tumbuhan, dan setiap
fenomena alam memiliki kesadaran dan perasaan, dan dapat berkomunikasi dengan
manusia secara langsung. Sebenarnya hubungan yang relatif kompleks, namun dapat
di mengerti dan ada yang dapat membantu komunikasi antar entitas-entitas non
material ini yaitu para “Sikerei”. Mereka semua dapat berkomunikasi melalui
perantara tarian, nyanyian, binatang yang di kurbankan, atau upacara.
Karena berangkat dari ketertarikan terhadap primata, dalam
upacara adat punen panunggru, yang telah di selenggarakan selama beberapa hari
ada kalanya para sikerei ini berkomunikasi dengan para roh ini dengan tarian.
Salah satu tarian yang di lakukan oleh para sikerei ini adalah tarian Bilou, Owa Mentawai (Hylobates klossii), ‘turuk uliat bilou’ yang menceritakan 3 individu yang sedang bergembira di hari yang cerah. Dengan iringan tetabuhan hentakan kaki sikerei juga menambah harmonisasi antara penabuh, penari dan pesan yang disampaikan. Simak video berikut ini :
Teulaka, salah satu Sikeri yang memimpin acara punen panunggru |
Salah satu tarian yang di lakukan oleh para sikerei ini adalah tarian Bilou, Owa Mentawai (Hylobates klossii), ‘turuk uliat bilou’ yang menceritakan 3 individu yang sedang bergembira di hari yang cerah. Dengan iringan tetabuhan hentakan kaki sikerei juga menambah harmonisasi antara penabuh, penari dan pesan yang disampaikan. Simak video berikut ini :
Tentu saja hal seperti ini banyak mengundang ketertarikan
banyak orang, dan tentunya sudah ratusan orang menulis tentang adat, budaya dan alam mentawa ini. Upaya melestarikan pengetahuan alam,
memperkaya budaya dan isinya khususnya di Mentawai, menjadi tantangan tersendiri, identitas ini bisa jadi ini sebuah romantisme belaka,
keunikan alam dan budaya ini hanya indah dalam laporan dan tulisan sementara itu kepunahan-kepunahan akan akan terus terjadi dalam sekala micro. Pesan-pesan yang tersirat dalam upacara ini harusnya menjadi renungan untuk terus di sampaikan kepada generasi sekarang,bahwa sejarah alam sangatlah tergantung kepada manusia, kita bisa membuat sakit, rusak, punah alam budaya kita, namun kita juga di bekali akal, tenaga, dan kemampuan berkomunikasi yang sempurna untuk mengelola alam dengan bijaksana.
Referensi:
Reeves, G., 1999. History
and ‘Mentawai’: Colonialism, Scholarship and Identity in the Rereiket, West
Indonesia. The Australian journal of anthropology, 10(1),
pp.34-55.
Whittaker, D. & Geissmann,
T. 2008. Hylobates klossii. The IUCN Red List of Threatened Species
2008: e.T10547A3199263. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T10547A3199263.en. Downloaded
on 16 March 2018.
No comments:
Post a Comment