ditulis oleh : Sity Maida
Twitter
:@meeda_yameda
|
Gambar
1. Salah satu pemandangan pegunungan dilihat dari sawah di desa Sokokembang.
©maida
|
Sudah
lama, saya tak bertualang lagi. Terakhir kali bertualang, ke daerah Curug
nangka-Bogor, bersama beberapa teman, “sekalian” kuliah lapangan salah satu
matakuliah yang saya ikuti, yaitu primatologi. Petualangan kali ini, cukup jauh
memang dan “tak berteman”. Ya... saya berangkat sendiri ke Sokokembang, yaitu sebuah desa didaerah
pekalongan, Jawa Tengah. Kenapa ke daerah sana? Memang ada apa?. Baru-baru ini,
saya mendapat kesempatan untuk ikut dalam pengamatan primata yang diadakan oleh
Kelompok Study dan Pemerhati Primata Yogyakarta yang dipimpin oleh Mas Arif
Setiawan (Mas wawan) dalam sebuah project mengenai “Konservasi Owa Jawa dan
Kopi”. Saat mendengar kata tersebut, saya masih belum terbayang. “Bagaimana
melestarikan habitat primata jika habitat tersebut beralih fungsi menjadi kebun
kopi ?.” Ternyata pertanyaan saya terjawab setelah ikut menjadi Volunteer
project tersebut bulan November 2014 lalu.
Gambar 2.
Pengamatan kehadiran salah satu primata, yaitu Rekrekan (Presbytis fredericae).
Hutan
Sokokembang merupakan hutan sekunder yang menjadi habitat dari primata Owa
jawa. Tidak hanya Owa jawa (Hylobates
moloch), juga terdapat primata lain yang hidup ditengah rimba Sokokembang
yaitu Lutung budeng (Trachypithecus
auratus), monyet ekor panjang atau kethek (Macaca fascicularis), dan Rekrekan (Presbytis fredericae). Mereka berperan menjadi penyebar biji dan
penyeimbang ekosistem disana. Adanya keberadaan mereka sangatlah penting,
mengingat fungsi ekologis mereka dalam suatu ekosistem. Hutan yang mereka
tempati, bersandingan dengan desa Sokokembang yang mayoritas penduduknya
menjadikan kopi sebagai komoditas utama dalam mengangkat perekonomian keluarga.
Beberapa warga memiliki beberapa hektar lahan kopi liar dihutan. Kopi tersebut
tumbuh liar dihutan dan diolah secara tradisional untuk kemudian dipasarkan. Pentingnya
pengetahuan mengenai teknik dalam produksi kopi liar dengan memanfaatkan pohon
alam sebagai peneduh menjadi sangat bernilai dalam upaya konservasi Owa jawa dan primata lainnya.
Gambar 3. Saya (maida) sedang ikut membantu
dalam menempel stiker kemasan kopi Owa untuk dipasarkan.
Sebelumnya saya tidak begitu memahami
mengenai salah satu tumbuhan ini (kopi), yang saya tahu, tinggal saya “seduh-aduk-minum”,
tanpa pernah saya peduli bagaimana kopi ini ditumbuhkan, dipanen, diolah, lalu
dipasarkan. Cukup menarik setelah saya ikut kegiatan tersebut. Ternyata terdapat
sisi dimana kita bisa “campur tangan” berkontribusi dalam konservasi primata
melalui kopi. Disamping saya sangat
tertarik dengan penelitian-penelitian primata, mungkin ini menjadi salah satu
tantangan bagi saya untuk turut berkontribusi dalam konservasi primata melalui
penelitian-penelitian yang mungkin bisa saya lakukan.
Gambar 4.
Perbedaan kopi lanang (kiri) dan kopi yang normal (kanan).
Gambar 5.
Biji kopi yang telah dijemur menunggu untuk disortir.
Mendapatkan
kesempatan berjumpa dengan beberapa kelompok Owa jawa, lutung, monyet ekor
panjang dan rekrekan, menjadi pengalaman luar biasa. Setiap pagi berkesempatan
untuk mendengarkan morning call Owa
jawa, menjadi nyanyian pagi dalam menyambut hari yang semangat untuk ambil data
:D
Selain
itu, mata dimanjakan dengan pemandangan alam yang masih asri dan udara yang
masih sangat segar di desa Sokokembang, Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah.
Gambar 6. Salah satu kopi Owa kemasan.