Showing posts with label MentawaiGibbon. Show all posts
Showing posts with label MentawaiGibbon. Show all posts

Tuesday, February 18, 2020

Mengenal Herpetofauna di Pulau Siberut


Oleh : Hastin Ambar Asti (hastin.ambar.asti@gmail.com)

Herpetofauna merupakan kelompok hewan yang terdiri atas taksa Amphibia dan Reptilia. Termasuk di dalamnya adalah katak, kodok, sesilia, salamander, ular, kadal, kura-kura, labi-labi, penyu, dan buaya. Kecuali salamander, anggota amfibi dan reptil lainnya dapat dijumpai di Indonesia. Katak, kodok, kadal, dan bahkan ular dapat dengan mudah dijumpai di sekitar permukiman. Sedangkan untuk kura-kura, labi-labi, penyu dan buaya, diperlukan sedikit usaha dan keberuntungan. Ini dikarenakan jenis-jenis reptil tersebut hidup di dalam hutan, di sungai, di pesisir, dan bahkan di lautan.

Menelisik keberadaan Herpetofauna di Pulau Siberut ternyata cukup mudah. Di Uma Malinggai setidaknya terdapat tiga ukiran biawak dan kura-kura yang menghiasi dinding dan pilar kayu uma. Dengan melihat ukiran satwa yang ada di uma, kita dapat mengetahui berbagai jenis satwa yang hidup di Pulau Siberut. Ukiran tersebut ternyata menjadi sarana untuk memperkenalkan tentang satwa kepada anak-anak Suku Mentawai.
 
Ukiran kura-kura dan biawak di pilar dan dinding uma

Ukiran kura-kura dan biawak menceritakan kisah kura-kura dan biawak yang sedang mencari makan di hutan. Setelah jauh berjalan memasuki hutan, kura-kura dan biawak akhirnya menemukan pohon yang berbuah. Biawak dapat dengan mudah memanjat pohon dan memakan buah yang ada. Namun tidak demikian halnya dengan kura-kura. Melihat kura-kura yang tidak dapat memanjat, biawak menawarkan diri untuk membantu kura-kura. Namun, ternyata biawak punya pikiran yang licik karena dia ingin memakan sendiri buah-buah yang ada.

Biawak berkata, “Kura-kura, gigitlah ekorku dan aku akan membawamu ke atas pohon. Tapi dengan syarat ketika nanti sampai di tengah pohon, kamu harus bersorak sebagai tanda hampir sampai ke puncak pohon”. Kura-kura pun setuju dan segera menggigit ekor biawak. Biawak kemudian memanjat pohon dan membawa kura-kura bersamanya. Sampai di tengah pohon, biawak menyuruh kura-kura untuk bersorak. Kura-kura membuka mulutnya untuk bersorak, namun seketika itu kura-kura jatuh terlentang di tanah. Kura-kura menangis sedih, dia kecewa karena ternyata biawak mempermainkannya.

Selain mengenal kura-kura dan biawak, masyarakat Mentawai juga mengenal berbagai jenis katak untuk dikonsumsi dan penyu yang digunakan dalam ritual upacara adat. Masyarakat Mentawai sebenarnya memiliki pengetahuan dalam membedakan jenis atau spesies Herpetofauna berdasar ukuran dan corak warnanya. Walaupun identifikasi tersebut masih umum dan kadang rancu, namun bisa cukup membantu untuk memperkirakan jenis-jenis Herpetofauna yang ada di Pulau Siberut.

Masyarakat Mentawai menyebut semua jenis katak dengan taratad. Kemudian penyebutan taratad diikuti dengan ciri lain, misalnya taratad sikad kad untuk menyebut katak berukuran kecil seperti Hylarana parvacola dan taratad paili untuk menyebut katak berukuran besar seperti Limnonectes blythii. Beberapa kata ganti untuk menyebut amfibi dan reptil dalam Bahasa Mentawai:
·         Taratad = katak
·         Teilek = kodok
·         Pikkot = kadal
·         Ular = ulou
·         Kura-kura = lokkipad dan toulu

Duttaphrynus melanostictus atau Teilek Padang

Ada sebuah cerita menarik mengenai keberadaan “Teilek Padang” atau Duttaphrynus melanostictus. Menurut masyarakat Mentawai, “Teilek Padang” bukan merupakan spesies asli di Pulau Siberut. Kodok tersebut diduga berasal dari Padang yang kemudian terbawa oleh kapal-kapal yang singgah di Pulau Siberut. Sehingga masyarakat Mentawai kemudian menyebutnya dengan “Teilek Padang” yang berarti kodok yang berasal dari Padang.
 
Beberapa jenis Herpetofauna yang dijumpai di Desa Tololago


Jenis-jenis Herpetofauna lainnya yang dijumpai di Pulau Siberut antara lain Trimeresurus popeorum (ulou bopai pai), Cyclemys dentata (lokkipad), Hylarana parvacola dan Amnirana nicobariensis (taratad sikad kad), serta Eutropis multifasciata (pikkot). Beberapa diantaranya dijumpai di permukiman dan kebun. Beberapa lainnya dijumpai di sungai kecil yang letaknya cukup jauh dari permukiman. Anggota Uma Malinggai yang ikut dalam praktek pengamatan Herpetofauna ini berjalan sangat cepat, sehingga seringkali melewatkan beberapa jenis Herpetofauna yang berukuran kecil. Namun tak jarang mereka justru menemukan jenis-jenis unik yang berukuran besar.
Dua anak pemberani yang turut serta dalam sesi praktek pengamatan Herpetofauna



Thursday, July 6, 2017

Kera kecil Mentawai : Bilou

Bilou jantan 

Dari kepulauan Mentawai, kali ini beruntung bisa mendokumentasikan si kera kecil Mentawai,  Bilou (Hylobates klossii),  yang juga lebih populer dikenal dengan nama Siamang kerdil, meskipun ukurannya juga tidak kerdil  sama sekali, ukuran Bilou sama dengan jenis  kera kecil lainnya, seperti Owa di Jawa atau di Kalimantan. Owa berambut hitam ini hanya di temukan di Kep.Mentawai, Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan.  

hutan rawa habitat Bilou

Dari catatan kami, bilou ini mulai aktif ketika hari masih gelap, dinihari sekitar jam 2 pagi, dengan khas suaranya sepertinya inilah panggilan Owa yang menurut beberapa ahli primata, merupakan panggilan yang paling sahdu di antara semua jenis Owa. Kami mulai mencatat informasi dari warga sekitar siberut selatan di mana bisa mengamati Bilou, dengan pertimbangan aksesibilitas dan biaya transportasi, maka kami pergi ke hutan di sekitar muara siberut, kurang lebih 30 menit menyusuri rawa gambut.
sedang mencoba alat perekam suara

Kami mulai pengamatan sekitar jam 4.30,hari pertama mencoba mengamati dari arah mana saja suara yang terdengar, dan kira-kira ada berapa kelompok yang bersuara, mencatat jam berapa mereka mulau bersuara hingga jam berapa mereka berhenti besuara. Kompas dan jam menjadi acuan untuk hari selanjutnya kita mendekati kelompok yang terdekat, karena tujuan kami adalah mencoba merekam video si bilou ini. Hari kedua di waktu yang sama kita mencoba mendatangi arah suara bilou yang terdekat, dengan membuat jalur di hutan rawa.
teramati 2 individu 
Setelah hampir kira-kira cukup dekat dengan posisi kelompok yang bersuara tadi, kita menyiapkan Listening post disini, dan ini akan kita gunakan untuk pengamatan selanjutnya, dan juga kalau memungkinkan merekam dan mengambil dokumentasi. 
Selama 4 hari berturut turut kami dapat mencatat di satu listening point ini ada 6 kelompok yang bersuara, dan ada satu kelompok yang cukup dekat dengan titik kita ini.

Kiranya cerita lapangan ini akan terus bertambah, dan ikuti terus laporan kami dari bumi sikerei, dan akhirnya kita ketemu langsung dengan induk dan anak bilou.
panggilan Bilou betina