Monday, March 17, 2025

Perlindungan ikan, burung, dan primata di Dusun Sawahan: tonggak baru upaya pelestarian satwa liar Desa Mendolo

 Oleh : Imam Taufiqurrahman


Musyawarah warga Dukuh Sawahan yang dihadiri segenap warga, 15 Maret 2025

Sebuah tonggak baru dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati Desa Mendolo, Lebakbarang, dihasilkan lewat musyawarah warga Dukuh Sawahan, Sabtu, 15 Maret 2025. Berlangsung di kediaman Pak Kaliri, kepala desa Mendolo, musyawarah berhasil menyepakati aturan mengenai perlindungan ikan, burung, dan primata wilayah mereka.

Musyawarah dihadiri oleh total 31 orang, 22 di antaranya warga setempat. Terdapat kepala dusun, RT, RW, dan tokoh masyarakat, termasuk perwakilan dari pedukuhan lain. Dalam sambutannya, kepala desa menyambut baik dan mendukung upaya perlindungan yang lahir dari warga Dusun Sawahan tersebut. Hasil kesepakatan diharapkan dapat menjadi contoh dan diikuti oleh dusun-dusun lain, sehingga cita-cita perlindungan yang lebih luas di lingkup desa dapat terwujud.

Berpijak pada perlindungan ikan

Gagasan perlindungan satwa liar ini lahir dari para pemuda Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo. Yayasan Swaraowa mendukung inisiatif tersebut, yang menjadi bentuk dari keresahan atas mulai menghilangnya satwa-satwa di lingkungan mereka, adanya perburuan dari orang-orang luar yang dengan leluasa membawa senapan mencari satwa.

Sebenarnya bagi masyarakat pedukuhan Sawahan, upaya perlindungan satwa liar bukan hal baru. Mereka telah lama memiliki aturan bersama, berupa larangan mengambil ikan di Kedung Kali Bengang, Kali Wisnu. Lokasi tersebut berada persis di bawah jembatan masuk ke Dusun Sawahan.

papan larangan menangkap ikan di Kali Wisnu

Larangan yang dibuat oleh pemuda dusun tersebut mampu berjalan dengan efektif. Tidak ada forum kesepakatan tertulis yang disusun. Baru setidaknya semenjak 2017, mereka secara swadaya memasang papan larangan berbunyi ‘dilarang menangkap ikan dengan cara apa pun di Kali Wisnu’. Berkat itu, tidak ada pengambilan ikan di sungai yang menjadi habitat raja-udang kalung-biru tersebut. Padahal, memancing menjadi hobi atau kesenangan hampir semua orang.

Bagaimana praktik baik ini bisa berjalan dengan efektif?

Semua bermula dari keresahan yang timbul akibat hilangnya ikan-ikan di Kali Wisnu. Hilangnya ikan bahkan mungkin sudah terasa semenjak era 1980-an. Tidak ada lagi ikan, hanya cerita dari orang-orang tua, macam keberadaan ikan tombro sebesar meja. Pengambilan berlebihan, dengan segala cara, membuat ikan-ikan tersebut menghilang.

Inisiatif lahir untuk mulai membibit ikan-ikan lokal pada 2012. Adalah dua pemuda Sawahan, Rohim dan Siswoyo, yang mengawali menabur ikan di sungai. Bibit ikan mereka ambil dari kali di sekitar, seperti Kali Sengkarang.

Hasilnya menggembirakan. Ikan-ikan mulai terlihat lagi dan berkembang biak.

Ikan tombro di sungai Wisnu Sawahan

Awalnya hanya ragalan atau tombro yang dilepas. Setelah banyak orang mengetahui, praktik ini mendapat sambutan dari pihak luar. Dinas Pertanian setempat, misalnya, yang memberi sekitar 20 ribu bibit mélem pada sekitar 2021. Terdapat pula jenis lain yang pernah dilepas, macam ikan mas dan lele.

Alih-alih berhasil, praktik pengambilan ikan kembali terjadi. Bahkan mulai meresahkan karena ikan kembali menghilang, memicu para pemuda yang berpikir bahwa ancaman kehilangan ikan di sungai mereka dapat terulang kembali.

Pada 2017, muncul kesadaran dan inisiatif dari para pemuda untuk membuat larangan. Meskipun larangan tersebut tidak tertulis, namun setidaknya ada dua butir larangan yang berlaku ke siapa pun. Saat itu, semua orang, baik warga pedukuhan Sawahan maupun orang luar Sawahan, tidak diperbolehkan untuk memancing atau mengambil ikan dengan cara apa pun di Kedung Kali Bengang dan menyetrum (nyentér) atau meracun semua jenis ikan di sungai.

Kesepakatan yang hanya dihasilkan dari obrolan-obrolan keresahan tersebut menyebar dari mulut ke mulut. Getuk tular di antara warga, di antara para pemancing yang biasa datang ke Kali Wisnu. Ditambah sebuah plang hasil swadaya berdiri di jembatan, upaya-upaya tersebut berhasil membuat siapa pun tidak lagi memancing ikan di Kedung Kali Bengang, yang menjadi pusat pembibitan ikan di Kali Wisnu.

Kesepakatan larangan itu sebenarnya tidak disertai dengan sanksi. Namun, satu kejadian di sekitar 2021, para pemuda mendatangi orang yang dicurigai akan menyetrum ikan di sungai. Meskipun tidak terbukti, orang tersebut diberi arahan untuk tidak memancing di sungai.

Kesadaran bersama ini mendapat dukungan dari semua lapisan warga. Dari keresahan dan aksi para pemuda, para orang tua mengikuti, mengamini inisiatif perlindungan tersebut. Hingga saat ini, setidaknya terdapat tujuh jenis ikan yang ada di Kali Wisnu. Terdapat gabus atau kutuk, wader atau unjar, sili, kékél, ragalan, uceng, dan mélem. Hanya sejenis udang lobster air tawar, dikenal warga sebagai urang sempu, yang benar-benar menghilang dari Kali Wisnu.

Kesepakatan baru

Sejarah panjang itulah yang kemudian menjadi pijakan dalam musyawarah. Terkait ikan, bila sebelumnya bentuk perlindungan hanya berupa pelarangan, dalam musyawarah terdapat penambahan beberapa poin kesepakatan. Dari delapan poin yang dilahirkan, terdapat kesepakatan berupa tidak diperbolehkannya melepaskan jenis-jenis ikan asing serta komitmen untuk menjaga hutan di sepanjang hingga hulu sungai.

Berita Acara kesepakatan musyawarah tentang
 perlindungan ikan,
 burung, dan primata

Dalam musyawarah, aturan perlindungan satwa liar menghasilkan kesepakatan baru berupa perlindungan burung dan primata. Setiap jenis burung maupun primata, misalnya, dilarang untuk diambil. Praktik yang memang sudah dijalankan oleh warga, namun belum tertuang dan terdokumentasikan dalam kesepakatan bersama.

Aturan itu berlaku bagi semua orang, siapa pun, baik warga Sawahan maupun bukan. Adapun emprit dan monyet ekor-panjang yang dianggap sebagai gangguan, hasil musyawarah dengan bijak hanya memberlakukan pengusiran.

Guna mencegah hilangnya berbagai jenis pohon pakan primata, musyawarah menyepakati adanya larangan untuk menebang atau merusak pohon-pohon pakan alami primata. Adapun guna mencegah perubahan perilaku primata, dihasilkan kesepakatan untuk melarang adanya pemberian pakan secara langsung.

Hasil kesepakatan musyawarah ini sejalan dengan program konservasi raja-udang kalung-biru yang tengah dijalankan SwaraOwa. Keberadaan burung berstatus Kritis itu amat bergantung pada sungai berhutan sebagaimana Kali Wisnu. Kesepakatan yang dihasilkan lewat program yang didanai oleh ASAP dan OBC ini tidak hanya menjamin perlindungannya, namun juga sungai sebagai habitatnya. Termasuk pula ikan-ikan yang berpotensi sebagai sumber pakan burung yang populasi globalnya hanya kurang dari 250 ekor itu.

No comments:

Post a Comment