oleh : Elna Novitasari Br.Ginting dan Arif Setiawan
Salah satu yang menggerakkan ekonomi warga di Pekalongan
adalah konfeksi (industri pakaian), dan hal ini hampir merata di semua wilayah, dari kota hingga ke
pelosok desa-desa sekitar hutan pun juga ada rantai ekonomi usaha konfeksi ini.
Mulai dari memotong bahan baku kain, menjahit, memasang kancing,resleteing,
sablon, mewarnai, dan juga yang sudah turun temurun dilakukan adalah membatik.
Kami melihat rantai ekonomi konfeksi ini di Sokokembang, salah
satu dusun paling dekat dengan habitat Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pekalongan, primata langka yang hampir punah dan sudah ada sejak
pertama kali kami singgah di dusun di Tengah hutan habitat Owa ini, tahun 2006.
Beberapa warga terlibat langsung dan mendapatkan penghasilan utama dari
kegiatan konveksi, menjahit bagian dari pakaian yang merupakan bagian kecil
dari sbuah rangkaian proses produksi pakaian jadi. Warga yang bekerja di sektor
ini bisa di bilang 45% dari total keluarga yang ada di Sokokembang, yang
bekerja di sektor lain seperti bertani, beternak, di kebun dan hutan. Tahun-tahun awal kami memulai
kegiatan di sokokembang hingga tahun 2014, warga yang bekerja menjahit,
melakukan pekerjaannya ini di tempat bos atau juragan yang mempunyai
mesin-mesin jahit dan bahan kain, tidak melakukan pekerjaan ini di rumah.
Setiap hari dari Senin-Kamis, Sabtu, Minggu, dan libur di hari Jumat.
Sudah tentu pekerja-pekerja konfeksi ini relasi dengan hutan sebagai habitat Owa Jawa tidak sedekat warga yang bekerja dirumah, bertani, kehutan, mengolah kopi dan lain sebagainya. Namun mereka mempunyai peran penting juga dalam memutar roda ekonomi pada umumnya kehidupan di sekitar hutan. Nama-nama pohon hutan, pengetahuan tentang binatang-binatang hutan, tentu berbeda dengan warga yang sering masuk hutan. Menceritakan dan menggambarkan Owa saja kadang masih salah dengan menyebut ekor ada di Owa, karena sanggat jarang sekali melihat Owa. Yang sudah benar mereka ceritakan adalah mengenai suaranya, karena suara-suara owa terdengar cukup jelas di pagi hari.
Tim Wildgibbon Indonesia- Swaraowa beberapa waktu lalu dalam suasana pandemi, mencoba mencari solusi untuk menyambungkan permasalahan owa ini ke bidang yang menjadi mayoritas pekerjaan dan yang ada di Pekalongan, konfeksi. Melihat kain-kain perca sisa potongan, ada dimana-mana, meskipun juga sudah ada yang memanfaatkan, namun tim mencoba membuat berbeda dengan tujuan untuk mengenalkan dusun Sokokembang .
Tas kain 'tote bag' menjadi pilihan, memanfaatkan limbah kain potongan,
bagi warga yang pekerjaannya memang menjahit, mulai membuat pola, menyambung kain-kain dan membentuk sebuah tas yang siap dan
layak pakai adalah hal mudah yang dapat di kerjakan di sela-sela menjahit menyelesaikan
pekerjaan harian. Namun, hal ini juga coba diperkenalkan kepada generasi muda
yang aktif di Sokokembang. Pelatihan singkat diberikan oleh warga yang sudah
mahir dalam menjahit, dan tim Wildgibbon memberikan sentuhan tambahan untuk kain
perca yang di manfaatkan ulan untuk tas. Hasil akhir dari kain perca tersebut jadi sebuah "tote bag", dengan logo utama Owa Coffee dan Sokokembang.
Dari program ini, salah satu hal lagi yang menjadi contoh dan sekaligus tantangan adalah memunculkan kegiatan konservasi sekaligus memupuk jiwa entrepreneur atau wirausaha. Keberadaan tim konservasi sudah seharusnya dapat menambah nilai dari apapun yang terkait langsung atau tidak langsung dengan misi konservasi yang di angkatnya. Menjual produk dengan strategi pemasaran, tidak akan jadi apabila hanya dalam tataran rencana dan wacana, namun hal ini sudah menjadi bagian dari kegiatan wirausaha itu sendiri, yang juga dapat mendatangkan keuntungan ekonomi, dan harapnnya memang mendorong kegiatan konservasi selanjutnya.