Wednesday, October 29, 2025

“Rhinopithecus brelichi dan Diplomasi Primata: Catatan Perjalanan dari Guizhou”

 oleh : Arif Setiawan

foto bersama dengan peneliti peneliti dari Guizhou Academy of Science

6 Agustus 2025 Guiyang, ibukota Provinsi Guizhou—sebuah kota yang menantang stereotip tentang wilayah pegunungan China. Di sini, gedung-gedung pencakar langit menjulang seolah ingin menyentuh awan, membentuk siluet modern yang kontras dengan lanskap lembah dan bukit yang mengelilinginya. Jalanan padat oleh arus kendaraan dan manusia, denyut ekonomi terasa nyata di setiap sudut: dari pusat perbelanjaan yang gemerlap hingga warung kecil yang tak pernah sepi.

Saya berkunjung ke kota ini karena undangan dari Kefeng Niu, salah satu primatologist yang telah lama saya kenal sejak tahun 2011, dari sebuah kursus di Singapura. Kefeng adalah peneliti Guizhou Snub Nosed monkey - Rhinopithecus brelichi, monyet endemik Gunung Fanjing.

Beberapa hari sebelum saya sampai di  Guiyang, telah mengunjungi breeding center monyet Guizhou yang terletak di kaki gunung Fanjing.  Ada 3 species snub nosed monkey di China, dan Guizhou snub nosed monkey adalah yang paling sedikit, Populasinya ada sekitar 400-700 individu, bahkan IUCN redlist sudah Critically Endangered, ada 200 individu populasi dewasa . oleh karena itu saat ini sudah di bangun breeding center pusat penangkaran, untuk mascot Guizhou ini. Pusat penelitian dan  penangkaran ini didirikan pada tahun 1993, dimulai dengan tujuh individu liar yang ditangkap sebagai pendiri koloni. Langkah ini diambil karena populasi liar sangat kecil dan terfragmentasi, sehingga diperlukan strategi konservasi eks-situ untuk mencegah kepunahan. Sejak 1995, program ini mulai menunjukkan keberhasilan dengan kelahiran individu baru setiap tahun, menandai awal dari pengelolaan populasi captive yang lebih sistematis.

monyet hidung pesek Guizhou- Rhinopithecus brelichi

Perjalanan kurang lebih 1.5 jam, dari hotel di kota Jiangkou, menuju lokasi penangkaran, tepat berada di Lembah yang di kelilingi gunung, yang berhutan cukup rapat, dan mengalir air yang sangat jernih,  di pintu gerbang penangkaran sudah menunggu teman-teman Kefeng yang dulu membantu penelitiannya, dan kini menjadi staff di penangkaran ini. Kami langsung melihat ke dalam lokasi, meskipun di penangkaran karena ini pertama kali melihatnya, impressi ya sekilas nampak lebih besar dari pada lutung paling besar di jawa yang pernah saya lihat, warna wajah biru pucat dengan rona merah muda, dan hidung peseknya sangat unik. Proporsi kaki nampak lebih besar dan panjang disbanding ukuran tubuhnya, dan ekornya yang panjang dan bulat panjang menjuntai sepertinya lebih panjang daripada ukuran kakinya. ranbut putih di kedua ujung telinga dan memiliki kuncir rambut warna cream keputihan, unik sekali. !

telinga putih dan kuncir rambut monyet Guizhou
monyet guizhou remaja

 Nampak ada 1 individu jantan yang terlihat pertama kali ketika sampai di breeding ceter dengan pendamping dari staf penangkaran ,  2 betina, serta 1 anak usia remaja, menurut Kefeng ada 7 individu total di penangkaran ini. Fasilitas ini tidak terbuka untuk wisata pada umumnya, namun untuk kepentingan konservasi, dan peneliti dapat berkunjung ke lokasi penangkaran.

Snub nosed, kalau di terjemahkan hidung pesek,  monyet ini masih satu keluarga dengan lutung dan rekrekan kalau di jawa, ya itulah monyet guizhou yang nampak  terlihat lubang  tanpa batang hidung di wajah, terlihat aneh. Tentu saja ini terkait dengan evolusi adaptasi terhadap udara dingin dan kering di pegunungan. Bulu yang panjang dan tebal juga menunjukkan adaptasi terhadap suhu dingin.

Pemandangan habitat monyet Guizhou dari kereta gantung

Setelah melihat Guizhou snub nosed monkey di penangkaran, Kami menuju pintu masuk untuk trekking ke G.Fanjing. yang juga menjadi habitat alami Guizhou snub nosed monkey, kawasan ini merupakan nature reserve salah satu situs UNESCO heritage site, dan menjadi tujuan wisata paling populer di provinsi Guizhou,   dengan menggunakan Kereta Gantung. Dibangun dengan teknologi ramah lingkungan dan desain yang menyatu dengan kontur alam, infrastruktur ini membuka akses ke kawasan konservasi yang sebelumnya hanya bisa dijangkau oleh peneliti dan pendaki. Kereta gantung ini menjadi simbol harmoni antara pembangunan dan pelestarian, bagian dari strategi ekowisata Tiongkok yang menggabungkan konservasi spesies langka dengan pengalaman wisata berkelas dunia. Di stasiun akhir, pengunjung dapat mengakses pusat edukasi, jalur interpretatif, dan observatorium primata yang dirancang untuk mempertemukan sains alam,  sejarah geologi, budaya, dan rasa kagum.

dengan Kefeng di puncak gunung Fanjing di depan Mushroom rock yang melegenda
diplomasi kopi , dengan owner San Men Coffee-Guiyang

Di Kota Guiyang, sempat berkunjung ke beberapa kedai kopi, ada kurang lebih 3000 cafe shop di sini, menurut flyers yang saya temukan di salah satu cafe shop. Salah satu yang saya kunjungi adalah San Men coffee, saya temukan dari search online , dan beruntung sekali owner nya adalah baristanya. Kami ngobrol banyak tentang bisnis kopi di Guiyang, dan karakter peminum kopi disini, menurutnya, kalau cuaca panas seperti sekarang ini, sajian cold brew dan kopi susu banyak diminati, dan biasanya pesan antar atau online lebih banyak daripada yang minum di kedai. Kedai kecil ukuran 2x 5 meter, namun terlihat sangat ramai,beberapa koleksi biji kopi di pajang di depan, ada dari sumatera . Dan yang lainnya dari Amerika Selatan dan Afrika.sehari bisa mencapai 150-300 cups katanya.

pemberian buku Burung China oleh Prof. Zhonrong Wu

saya memberikan Kopi owa untuk Prof. Man Liu

Guiyang adalah kota yang sedang tumbuh, tapi tidak lupa akar. Ia membangun masa depan dengan tetap merawat warisan. Di kampus-kampus dan pusat inovasi, generasi muda merancang solusi berbasis lokal.

Di kawasan hijau yang masih luas, alam tetap menjadi guru dan pelindung. Saya mendapat undangan di salah satu pusat pengembangan ilmu pengetahuan di provinsi ini, Guiyang Academi of Science.  Kesempatan ini muncul karena Kefeng Niu, bekerja di Lembaga ini, Presentasi di Guiyang Academy Of Science, kesempatan memperkenalkan Owa jawa dan proyek konservasi ada disini, Kefeng telah mengatur semua dan kami selepas makan siang menuju Guiyang academy of Science, disana kami telah di tunggu oleh Profesor Man Liu, dan Profesor  Zhongrong beliau adalah ahli serangga, dan ahli burung. Ruangan presentasi telah disediakan dan peserta yang hadir adalah peneliti-peneliti di lembaga ini adalah sperti BRIN kalau di Indonesia. Saya mempresentasikan proyek KOPI dan Konservasi Primata dalam Bahasa inggris, dan Kefeng saya harus berterimakasih kepadanya, karena dia membantu menerjemahkan dalam Bahasa China. Presentasi berjalan lancar, dan mendapat apresiasi banyak pertanyaan dari yang hadir. Setelah presentasi saya di ajak ke ruangan Prof, Man Liu,  saya mendapat kenang kenangan awetan serangga, yang katanya ini jenis yang langka, dan mecapai kondisi dewasa sperti dalam bingkai ini dalam waktu 2 tahun, saya sempat memberikan Kopi Owa kepada beliau.

Kemudian Prof Zhongron Wu, yang peneliti burung, memberi saya buku hasil penelitiannya tentang jenis-jenis burung , buku setebal halaman itu menjadi Istimewa karena di berikan dan ditandatangani langsung oleh penulisnya.

Macaca mulata, monyet ekor sedang 

Monyet ekor pendek - Macaca thibetana

Setelah presentasi di Guizhou Academy of Science, Kefeng mengajak saya ke taman kota.., tapi suasana sangat penuh sesak, liburan musim panas ini membuat kota Guiyang penuh manusia !!, sebenarnya kami ingin melihat satu jenis monyet yang semi liar di sini, yaitu Rhesus Macaque ( Macaca mulata). Jenis ketiga monyet di china bagian selatan-barat. Ditengah padatnya pengunjung sangat susah mengamati sekitar, yang sbenarnya ini seperti taman, tapi sangat luas dan sperti hutan , kemudian ada kelompok monyet yang menimbulkan keributan karena mengambil makanan yang di bawa oleh pengunjung, ya itulah lifer saya juga Macaca mulata, cirinya hampir sama dengan macaca pada umumnya tapi ekornya tidak sepanjang monyet fascicularis, dan lebih panjang daripada ekornya Tibetan macaque. Itu saja foto-foto tidak banyak karena semakin banyak orang lalulalang lewat dan tidak bisa fokus untuk mengamati atau mengikuti pergerakan monyet. Kefeng mengajak kami keluar, dia bilang sebagai orang china juga baru melihat orang sebanyak ini di taman kota. 

Hari itu, bersama kefeng di akhiri dengan makan malam dengan kolega dan pejabat pemerintah , yang sendang merancang sebuah proyek penelitian dan konservasi bersama. Saya hanya ikut makan saja, tidak mengerti apa yang dibicarakan. Tapi pengalaman berbeda dengan kolega-kolega baru di china, social dinner yang menyenangkan dan mengenyangkan.

7 Agustus 2025, Petualangan di China selesai, saya berangkat kembali ke Jakarta, dan hampir saja pesawat ketinggalan, karena tiba-tiba jadwal di rubah,dibatalkan  dan mendadak saya harus ganti pesawat, dan untungnya masih ada kursi tersisa, karena saya harus transit di Sensen, jadi ada pesawat lanjutan yang harus ke jakarta, bisa juga saya ketinggalan karena perubahan ini. Sampai di Zensen pesawat sudah pas dengan jadwal peswat berikutnya, saya berlari-lari di imigrasi dan sangat terbantu di arahkan oleh petungas. Akhirnya jam saya sudah di dalam pesawat menuju Jakarta. Selamat tinggal Guizhou. Xie-Xie.





Monday, October 27, 2025

"Menelusuri Bat Kailolot: Survei Sehari di Hutan Adat Salaisek"

 Oleh :Aloysius Yoyok

Bilou ( Hylobates klossii)

Kegiatan kali ini hanya survey singkat ke hutan milik uma Salaisek, pada tangga 13 Oktober 2025. Kawasan hutan Bat Kailolot ini adalah milik uma Salaisek yang berbatas sepadan dengan hutan milik uma Salimu. Perbatasan hutan yang secara adat menjadi kekuasaan mereka itu terletak di sepanjang punggung perbukitan yang kebetulan menjadi lintasan jalan setapak Gotab-Salapak. 

Lahan milik uma Salaisek ini di beberapa spot sejak beberapa dekade lalu sudah dikelola sebagai areal perladangan tradisional; sebagian lahan rawa-rawa dikelola sebagai kebun sagu sementara lahan dataran kering dikelola sebagai tempat pengembangan perladangan tradisional (pumonean) yang berisi tanaman tua (jenis-jenis tanaman buah-buahan lokal). Lahan ini juga pernah dimanfaatkan oleh beberapa penduduk setempat untuk areal pengembangan peternakan babi tradisional (pusainakat) tetapi semenjak generasi tua pemilik pusainakat itu sudah tidak ada lagi dan generasi sekarang sekarang ini tidak lagi melanjutkan usaha itu, maka areal itu kini kembali ditumbuhi oleh vegetasi yang cukup rapat dengan jalur-jalur jalan setapak yang sudah tidak terlihat lagi, tertutup oleh tumbuhan hutan dan semak. Melakukan survei di kawasan ini harus dipandu oleh orang yang memang memahami kawasan karena jalur-jalur jalan setapak lama yang sudah hilang.

jalur berlumpur di rawa-rawa 

Kawasan lahan hutan Bat Kailolot ini selain berbatas sepadan dengan hutan milik Salimu di sepanjang punggung perbukitan di sebelah selatan, di sebelah timur dan utara lahan mereka ini berbatas dengan punggung perbukitan dimana jalan trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma yang dibuka dengan memanfaatkan bekas jalan perusahaan kayu log di tahun 80 an. Sampai beberapa tahun lalu sebelum jalan trans Siberut itu dibuka pada tahun 2017 lalu, kelimpahan satwa dan primata di kawasan itu masih terlihat bagus. Jika berkunjung di kawasan itu, jika di pagi hari buta maka nyanyian morning call dari kelompok-kelompok bilou akan terdengar di sekitar pondok, demikian juga dengan ke 3 jenis primata yang lain termasuk juga ragam satwanya. 

Rute Perjalanan

Rute yang dipilih untuk mencapai lokasi survei itu adalah dengan menempuh jalur laut dari Maileppet-Gotab, kemudian dari Gotab menuju Bat Kailolot dengan jalan kaki, bisa juga dengan menempuh dengan perjalanan jalur darati melalui jalur jalan sekunder yang menghubungkan permukiman Gotab-Jalan Trans, tetapi kami memilih melalui jalur jalan setapak yang menghubungkan permukiman Gotab-Pondok Dami  ( Dami ini sahabat saya dari Gotab) di Bat Kailolot tepi jalur jalan trans ruas Maileppet-Saliguma juga.

Perjalanan laut dari Maileppet-Gotab kami tempuh dengan pompong sekitar 1 jam dan perjalanan darat yang kami tempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalur jalan setapak kami tempuh juga selama kira-kira 1 jam. 

Kebetulan perjalanan kami tempuh di sore hari, di tengah hujan yang turun semenjak pagi. Sesudah beristirahat sejenak di Gotab, saat matahari tenggelam kami berangkat dengan berjalan kaki menuju pondok ladang Dami yang terletak di Bat Kailolot. 

Sebenarnya jika cuaca cenderung kering perjalanan menuju lokasi itu bisa ditempuh melalui jalur jalan trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma mempergunakan sepeda motor, sekitar 40 menit saja. Tetapi jika cuaca cenderung hujan, pilihan jalur jalan ini bisa memiliki risiko besar karena jalur jalan ini belum ada pengerasan masih berupa tanah lempungan di sepanjang punggung perbukitan yang merupakan bekas jalan logging di masa lalu, jalanan akan menjadi lengket dan berlumpur saat hujan turun. Jika situasi menjadi seperti itu maka kendaraan bermotor biasa akan terjebak dan harus menunggu cuaca cerah untuk membuat jalur jalan tanah itu kering kembali.

Kotkot -Kadalan siberut (Phaenicophaeus curvirostris)


Situasi Hutan Bat Kailolot 

Semenjak jalur trans Siberut ruas Maileppet-Saliguma ini dibuka, maka hutan di sepanjang kanan dan kiri jalur jalan trans itu dari arah Maileppet dari Km 0 – Km 9 rata-rata sudah beralih kepemilikan menjadi milik masyarakat migran atau pendatang dari etnis di luar Mentawai. Lokasi hutan Bat Kailolot milik Salaisek ini terletak di sekitar Km 13. Pada umumnya lahan di sepanjang jalur jalan itu belum diperjualbelikan tetapi kini di tepian jalur jalan itu pengusahaan penduduk lokal adalah dengan kembali membabatnya untuk lokasi perladangan.

Dari hasil pengamatan selama sehari, dari total sebanyak 9 suara bilou yang terdengar dengan rincian 7 suara merupakan great call dan 2 suara hanya morning call saja. Dari 7 suara great call itu terdapat 4 kelompok bilou yang bersuara great call di dekat jalur jalan trans Siberut itu, 2 kelompok bersuara dari arah hutan milik Salaisek dan 2 suara great call yang lain dari arah hutan milik uma Sabbangan, di seberang jalan trans. Saat pengamatan suara sedang dilakukan dan kelompok-kelompok bilou itu sedang bersuara, kebetulan ada 3 titik sumber suara greatcall yang tiba-tiba berhenti bersuara dan berganti menjadi suara alarm call, kemungkinan besar karena di dekat tempat kelompok-kelompok bilou itu bersuara adalah memang jalur setapak yang menjadi lintasan penduduk lokal menuju ke perladangan mereka. Kebetulan pagi itu mereka melintas di bawah pohon tempat kelompok-kelompok bilou itu bersuara.

foto bersama keluarga bapak Nasril

Secara umum terlepas dari kemungkinan berkurangnya vegetasi hutan terutama di sepanjang tepian jalur jalan trans Siberut, tetapi kawasan hutan Bat Kailolot milik Salaisek ini merupakan bagian dari hamparan hutan yang masih luas. Hamparan hutan itu secara adat merupakan milik Salimu, Salaisek, Samaurau dan Satoinong. Kawasan ini terletak di antara permukiman Salappak dan Gotab-Siguluk-guluk kawasan yang masih memiliki vegetasi hutan yang bagus dan memiliki kelimpahan satwa maupun primata yang bagus juga. Di kawasan ini tidak banyak penduduk yang mengelola lahan hutan itu untuk perladangan tradisional karena lokasinya yang cukup jauh dari permukiman dan akses menuju areal itu yang sulit. Pada beberapa dekade lalu penduduk memanfaatkan beberapa spot lokasi hutan itu untuk peternakan babi tradisional tetapi kini sudah sekitar 15 tahun lalu ditinggalkan dan tidak lagi dikelola.


Tuesday, October 21, 2025

“Dari Pekalongan untuk Hutan Jawa: Batik Owa Rayakan Oktober Istimewa”

 

motif batik Sidoluhur-Owa

Bulan October adalah bulan Istimewa dimana tanggal 2 October diperingati sebagai hari batik nasional dan tanggal 24 october sebagai hari  owa sedunia, untuk merayakan hari-hari penting ini, swaraowa meluncurkan produk konservasi baru, berupa motif batik owa , dengan nama “ sido luhur -Owa”


๐Ÿงต Narasi Motif Batik Owa: “Sido Luhur - Owa”

Motif ini lahir dari perjumpaan antara warisan batik klasik dan semangat konservasi masa kini, kegiatan pelestarian owa jawa di Pekalongan, yang sudah terkenal dengan batiknya. Terinspirasi dari batik Sido Luhur—yang secara filosofis melambangkan harapan akan kehidupan yang bermartabat dan penuh kebijaksanaan—motif ini menghadirkan wajah owa Jawa (Hylobates moloch) sebagai simbol penjaga hutan dan harmoni alam.

Wajah owa digambarkan secara simetris dan berulang, membentuk pola yang menyerupai catur gatra dalam batik klasik, menandakan keseimbangan antara manusia, alam, budaya, dan spiritualitas. Ornamen daun-daun tropis dari hutan dan pegunungan Jawa mengalir di sekelilingnya, merepresentasikan lanskap asli tempat owa hidup dan berperan sebagai penebar benih hutan, membantu regenerasi hutan secara alami.

Setiap garis dan lengkung dalam motif ini bukan sekadar estetika, melainkan narasi: tentang spesies yang terancam, tentang hutan yang menyimpan banyak nilai penting dan manusia yang diajak untuk melestarikan alam. Motif batik ini, akan digunakan dalam berbagai produk dan media untuk menyebarluaskan pesan konservasi , penghubung antara nilai luhur dan tindakan nyata untuk menjaga bumi.

 

Ikuti kami di platform social media :

๐ŸŒ website : https://swaraowa.org

๐Ÿ“ Blogs : https://swaraowa.blogspot.com

๐Ÿ“ฑ X, Facebook, Youtube,  Instagram: @swaraowa