Sesi diskusi di hari pertama sarasehan, 19 April 2025 |
Sarasehan
dan workshop dua hari tersebut merupakan bagian dari program yang didukung oleh
Asian Species Action Partnership (ASAP) dan Oriental Bird Club (OBC). Kegiatan diikuti
oleh total 13 orang anggota PPM Mendolo.
Bertema
“Mengamati Ikan, Menjaga Habitat Raja-udang Kalung-biru”, kegiatan ini menghadirkan
Susilo Irwanjasmoro. Pak Irwan, demikian beliau akrab disapa, merupakan seorang
peneliti ikan lokal sekaligus pemerhati sungai. Salah satu penggagas komunitas
Wild Water Indonesia ini mengawali sarasehan dengan berbagi aktivitasnya. Upaya
pelestarikan sungai dan ikan air tawar lokal aktif dilakukannya lewat gerakan
melawan illegal fishing dan penyelamatan
jenis ikan lokal.
Pak Irwan saat mengisi diskusi hari pertama
Bersama
para peserta, Pak Irwan mencoba mengurai praktik-praktik terkait sungai dan
ikan yang telah berjalan di Dusun Sawahan. Apa yang dilakukan warga Sawahan
untuk Kali Wisnu terasa dekat dan senafas dengan tema gerakan yang diusung Pak
Irwan selama ini.
Warga
Sawahan memiliki sejarah yang tak ingin mereka ulang karena membawa dampak pada
hilangnya ikan-ikan di Kali Wisnu. Dulu, ada semacam ‘tradisi’ meracun ikan
atau yang biasa disebut ngobat. Semacam
perayaan, warga beramai-ramai turun ke sungai memanen ikan dan udang.
Bahkan,
“Sekolah pun sampai bolos,” kenang Rohim disambut tawa peserta lain.
Kegiatan
yang telah dilarang itu rutin dilakukan saat musim kemarau, ketika debit air
sungai surut. Hingga kemudian warga menyadari bahwa praktik itu merusak,
mengakibatkan hilangnya ragalan atau
tombro. Hilangnya ragalan kemudian mendorong
mereka untuk melakukan re-stocking, yang
bibitnya diambil dari Kali Sengkarang.
Keberhasilan
mengembalikan populasi ragalan,
membuat praktik pengambilan tanpa kendali kembali terjadi. Ragalan nyaris menghilang untuk kedua kalinya. Dari itu, mereka,
khusunya para pemuda, kemudian bersepakat untuk membuat larangan pengambilan di
Kedung Kali Bengang. Larangan informal tersebut kini bahkan telah menjadi
kesepakatan dalam musyawarah warga, yang tertuang dalam Peraturan Dukuh tentang
perlindungan ikan (baca: Perlindungan ikan, burung, dan primata di Dusun
Sawahan: tonggak baru upaya pelestarian satwa liar Desa Mendolo https://swaraowa.blogspot.com/2025/03/perlindungan-ikan-burung-dan-primata-di.html).
Adapun
sejenis udang besar air tawar, dikenal warga sebagai urang sempu, telah benar-benar tak kembali. Pak Irwan menduga jenisnya
sebagai udang galah (Macrobrachium
rosenbergii).
Namun,
hilangnya jenis udang besar ini harus juga dilihat dalam lingkup yang lebih
luas, mengingat siklus hidupnya yang unik. Ruang hidupnya merentang luas, dari
muara hingga hulu sungai. Ia akan memijah di air payau dan akan bergerak ke
hulu untuk tumbuh hingga dewasa. Begitu terus sebagai siklus sepanjang
hidupnya.
Suasana diskusi di hari ke-2, 20 April 2025
Sehingga,
ketika keberadaannya hilang dari Kali Wisnu akibat praktik ngobat, sebenarnya ada kemungkinan secara alami si urang sempu datang kembali. Namun,
ketika melihat bentang Kali Wisnu, ada terentang aliran sepanjang lebih dari 24
km hingga ke muaranya di Laut Jawa. Telah ada begitu banyak rintangan atau penghalang yang mampu memutus
siklus migrasi udang ini, baik dalam bentuk fisik atau kimia.
Adanya
pencemaran di hilir, misalnya. Itu menjadi penghalang secara kimiawi. Secara
fisik, keberadaan bendungan yang tidak didesain memiliki fishway, akan menyebabkan
pergerakan udang galah terhenti. Ia takkan mampu melewatinya, mengakibatkan si urang sempu tak kan pernah kembali.
Monitoring ikan
Pembentukan
suaka ikan macam yang dilakukan warga Sawahan untuk Kali Wisnu, termasuk keberadaan
peraturan perlindungannya, menjadi sebuah apreasiasi tersendiri. Namun
demikian, proses tersebut harus kemudian diiringi dengan pemantauan secara
rutin.
Kesadaran
dan upaya menjaga atas kemungkinan adanya ancaman masuknya jenis asing perlu
terus menjadi perhatian. Pertimbangan serta prinsip kehati-hatian atas
kelestarian keberagaman ikan lokal harus jadi pertimbangan utama. Jangan sampai
terjadi praktik pengayaan jenis ikan, namun menghabiskan ikan lokal.
Memonitoring keberadaan uceng
di ruas Kali Wisnu, 20 April 2025
Dari
diskusi, terungkap misalnya, perjumpaan ragalan
di aliran yang lebih atas. Sebelumnya, ia tidak pernah dijumpai di sana. Para
peserta menduga keberadaannya juga berasal dari pelepasan, bukan faktor alami.
Kekhawatiran
pun muncul karena keberadaannya dapat berpotensi mengancam lunjar yang lebih kecil. Ketika lunjar
yang menjadi pakan raja-udang kalung-biru hilang, keberadaan burung terancam
punah itu pun berpotensi hilang.
“Apa
yang harus dilakukan ketika praktik pelepasan ikan sudah dilakukan dan ada
kemungkinan berdampak pada keberadaan ikan lain?” Tanya Cashudi ketua PPM
Mendolo. Sebuah ungkapan kekhawatiran atas keberadaan ragalan di aliran atas tersebut.
Pak
Irwan menyarankan upaya mengamati dan memonitoring ikan bisa difokuskan pada keberadaan
ragalan dan lunjar. Pemantauan yang rutin dilakukan akan dapat mengantisipasi
dampak buruk pada kelestarian lunjar.
Bila perlu, mengendalikan bahkan mencegah populasinya berkembang lebih jauh.
Keberadaan
jenis asing berdampak nyata. Renny Kurnia Hadiaty dalam “Diversitas dan
kehilangan jenis ikan di danau-danau aliran Sungai Cisadane”, mengungkap
hilangnya lebih dari 70% jenis ikan di berbagai danau aliran sungai besar itu. Makalah
yang terbit pada 2011 di Jurnal Iktiologi Indonesia tersebut, menyebut total
keberadaan 86 jenis ikan.
Jenis-jenis
tersebut terkumpul dari berbagai penelitian sebelumnya dalam rentang 1920-2000.
Di tiap 10 tahun sepanjang periode tersebut, terlihat laju kehilangan jenis
yang ada. Terakhir dalam penelitian yang dilakukan Renny, hanya 24 jenis yang
berhasil dijumpai. Itu pun, delapan di antaranya merupakan jenis asing.
Berkaca
dari itu, termasuk dari nasib ikan lokal di berbagai sungai-sungai lain di
Jawa, upaya monitoring menjadi mutlak dilakukan. Pemantauan pun dapat menyentuh
banyak aspek, mulai dari fisik sungai, biotik, maupun abiotiknya. Sehingga,
pencegahan dini dapat dilakukan sebelum kerusakan sungai maupun hilangnya
ikan-ikan lokal terjadi.
Pendokumentasian jenis
Pendataan
jenis ikan lokal menjadi salah satu hal mendasar untuk dilakukan dan harus
dimiliki sebagai sebuah pijakan. Workshop pendokumentasian jenis-jenis ikan
yang hidup di Kali Wisnu pun dilakukan usai sarasehan.
Menurut
para peserta, setidaknya terdapat sembilan jenis ikan di Kali Wisnu. Tujuh di
antaranya jenis lokal, yakni wader pari atau lunjar (Rasbora sp), tombro
atau ragalan (Tor tambra), bokol (Barbodes binotatus), bogo atau kuthuk (Channa limbata), kékél (Glypthotorax platypogon), sili (Macrognathus maculatus), dan uceng
(Nemacheilus sp).
Pendokumentasian jenis-jenis ikan saat malam
dan siang hari, 19-20 April 2025
Sili (Macrognathus maculatus) dan kékél
(Glypthotorax platypogon).
Dokumentasi Alex Rifa’i, 19 April 2025.
Sementara
guppy (Poecilioides reticulatus) dan mélem
(Osteochilus vittatus) diketahui
sebagai jenis asing yang sebelumnya tidak dijumpai di Kali Wisnu. Terdapat pula
nila (Oreochromis niloticus) yang
bersifat invasif, namun tidak dijumpai di aliran kali. Jenis itu tampak dalam
kolam-kolam ikan dekat sungai dan harus diwaspadai agar tak memasuki Kali Wisnu.
Mélem (Osteochilus
vittatus), salah satu jenis asing. Dokumentasi Restu Wijaya, 20 April 2025.
Pendokumentasian
diawali dari pengambilan sampel. Tujuh jenis, yakni ragalan, sili, lunjar, didapat melalui teknik memancing
pada siang hingga sore hari. Setelah mendapatkan izin dari Pak Kasnadi selaku Ketua
RT, yang juga turut hadir dalam sarasehan, pada malam hari dilakukan nyénér dan mendapatkan kékél dari anakan sungai, termasuk pula
jenis udang dan yuyu. Percobaan menangkap uceng
dilakukan keesokan harinya, namun tidak berhasil didapatkan.
Ibnu menunjukkan sili yang didapat dengan dipancing, 19 April 2025
Nyénér di malam hari dan beberapa jenis yang didapat,
19 April 2025
Pak
Irwan menyarankan upaya pendokumentasian tak hanya sebatas lewat fotografi. Kekayaan
dalam istilah dan penamaan setempat juga penting untuk didokumentasi, yang sangat
mungkin berbeda dari wilayah lain. Berbagai teknik mengambil ikan, ada nyénér misalnya untuk pengambilan
menggunakan seser. Ada pula nggogoh,
yang dilakukan tanpa menggunakan alat, hanya dengan merogoh di bagian kedung.
Pada
ikan terdapat penamaan. Anakan kuthuk misalnya,
saat masih sangat kecil disebut lenthis
dan ketika sudah seukuran ibu jari disebut licing.
Sementara anakan ragalan, dikenal
sebagai kemprung. Demikian pula terkait
cerita atau mitos yang banyak dimiliki warga Sawahan. Keberadaannya perlu
pendokumentasian karena sifatnya yang masih berupa tuturan secara turun-temurun.
Fish
watching
Adanya
perlindungan atas ikan dan sungai yang telah berjalan di Kali Wisnu, ditambah
kekayaan jenis ikan lokal menjadi potensi besar untuk mengembangkan fish watching. Bila biasanya melihat
ikan di sungai hanya dari atas permukaan, fish
watching menawarkan sensasi melihat ikan sembari berenang. Layaknya
snorkling, namun dilakukan di sungai beraliran dangkal.
Ragalan di Kedung Kali Bengang, Kali Wisnu
Pak
Irwan berbagi pengalamannya dalam mengembangkan wisata fish watching tersebut di Kali Oyo. Peserta dibekali modul aneka
jenis ikan yang bisa diumpai, kemudian bersama-sama mencari dan mengamatinya
berbekal kacamata snorkling. Sebuah cara yang berbeda dalam upaya mengenalkan
keragaman jenis ikan lokal, sekaligus mengajak orang untuk lebih peduli
terhadap kelestariannya.
Perencanaan
yang matang sangat diperlukan dan harus menjadi perhatian utama dalam
mengembangkan ekowisata minat khusus ini. Berbagai tahapan sebagai prasyarat
perlu dikaji secara mendalam, diujicobakan. Mulai dari menyiapkan lokasi,
jalur, yang harus mengedepankan keamanan serta keamanan. Keberadaan sarana dan
prasarana pendukung, sistem kunjungan, Pertimbangan dalam manajemen
pengelolaan, paket, standar pemandu, dan banyak lagi.
Sarasehan
dan workshop sungai ini membuka wawasan akan keberadaan sungai sebagai sebuah
sistem hidup yang kompleks. Bahkan dari satu bahasan tentang keberadaan ikan
dan udang, pembicaraaan merentang luas dari hulu Kali Wisnu hingga alirannya di
muara.
Keberadaan ikan maupun sungai tak
terpisah dengan lingkungan sekitarnya. Terkait erat pula dengan aktivitas
manusia yang hidup di sekitar. Sehingga, keberadaannya perlu terus dijaga,
sebagai ruang yang banyak makhluk hidup, termasuk manusia, bergantung padanya.
No comments:
Post a Comment