Monday, April 28, 2025

"Menyelamatkan Warisan Sungai untuk Masa Depan Desa Mendolo"

Oleh : Imam Taufiqurrahman

Sesi diskusi di hari pertama sarasehan, 19 April 2025

Mengupayakan konservasi raja-udang kalung-biru tak bisa lepas dari mengupayakan kelestarian sungai sebagai habitatnya. Atas dasar itulah, Yayasan SwaraOwa bersama Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo mengadakan Sarasehan dan Workshop Sungai di Dusun Sawahan, Desa Mendolo, Kecamatan Lebakbarang, 19-20 April 2025.

Sarasehan dan workshop dua hari tersebut merupakan bagian dari program yang didukung oleh Asian Species Action Partnership (ASAP) dan Oriental Bird Club (OBC). Kegiatan diikuti oleh total 13 orang anggota PPM Mendolo.

Bertema “Mengamati Ikan, Menjaga Habitat Raja-udang Kalung-biru”, kegiatan ini menghadirkan Susilo Irwanjasmoro. Pak Irwan, demikian beliau akrab disapa, merupakan seorang peneliti ikan lokal sekaligus pemerhati sungai. Salah satu penggagas komunitas Wild Water Indonesia ini mengawali sarasehan dengan berbagi aktivitasnya. Upaya pelestarikan sungai dan ikan air tawar lokal aktif dilakukannya lewat gerakan melawan illegal fishing dan penyelamatan jenis ikan lokal.

Pak Irwan saat mengisi diskusi hari pertama

Bersama para peserta, Pak Irwan mencoba mengurai praktik-praktik terkait sungai dan ikan yang telah berjalan di Dusun Sawahan. Apa yang dilakukan warga Sawahan untuk Kali Wisnu terasa dekat dan senafas dengan tema gerakan yang diusung Pak Irwan selama ini.

Warga Sawahan memiliki sejarah yang tak ingin mereka ulang karena membawa dampak pada hilangnya ikan-ikan di Kali Wisnu. Dulu, ada semacam ‘tradisi’ meracun ikan atau yang biasa disebut ngobat. Semacam perayaan, warga beramai-ramai turun ke sungai memanen ikan dan udang.

Bahkan, “Sekolah pun sampai bolos,” kenang Rohim disambut tawa peserta lain.

Kegiatan yang telah dilarang itu rutin dilakukan saat musim kemarau, ketika debit air sungai surut. Hingga kemudian warga menyadari bahwa praktik itu merusak, mengakibatkan hilangnya ragalan atau tombro. Hilangnya ragalan kemudian mendorong mereka untuk melakukan re-stocking, yang bibitnya diambil dari Kali Sengkarang.

Keberhasilan mengembalikan populasi ragalan, membuat praktik pengambilan tanpa kendali kembali terjadi. Ragalan nyaris menghilang untuk kedua kalinya. Dari itu, mereka, khusunya para pemuda, kemudian bersepakat untuk membuat larangan pengambilan di Kedung Kali Bengang. Larangan informal tersebut kini bahkan telah menjadi kesepakatan dalam musyawarah warga, yang tertuang dalam Peraturan Dukuh tentang perlindungan ikan (baca: Perlindungan ikan, burung, dan primata di Dusun Sawahan: tonggak baru upaya pelestarian satwa liar Desa Mendolo https://swaraowa.blogspot.com/2025/03/perlindungan-ikan-burung-dan-primata-di.html).

Adapun sejenis udang besar air tawar, dikenal warga sebagai urang sempu, telah benar-benar tak kembali. Pak Irwan menduga jenisnya sebagai udang galah (Macrobrachium rosenbergii).

Namun, hilangnya jenis udang besar ini harus juga dilihat dalam lingkup yang lebih luas, mengingat siklus hidupnya yang unik. Ruang hidupnya merentang luas, dari muara hingga hulu sungai. Ia akan memijah di air payau dan akan bergerak ke hulu untuk tumbuh hingga dewasa. Begitu terus sebagai siklus sepanjang hidupnya.

Suasana diskusi di hari ke-2, 20 April 2025

Sehingga, ketika keberadaannya hilang dari Kali Wisnu akibat praktik ngobat, sebenarnya ada kemungkinan secara alami si urang sempu datang kembali. Namun, ketika melihat bentang Kali Wisnu, ada terentang aliran sepanjang lebih dari 24 km hingga ke muaranya di Laut Jawa. Telah ada begitu banyak rintangan atau penghalang yang mampu memutus siklus migrasi udang ini, baik dalam bentuk fisik atau kimia.

Adanya pencemaran di hilir, misalnya. Itu menjadi penghalang secara kimiawi. Secara fisik, keberadaan bendungan yang tidak didesain memiliki fishway, akan menyebabkan pergerakan udang galah terhenti. Ia takkan mampu melewatinya, mengakibatkan si urang sempu tak kan pernah kembali.

Monitoring ikan

Pembentukan suaka ikan macam yang dilakukan warga Sawahan untuk Kali Wisnu, termasuk keberadaan peraturan perlindungannya, menjadi sebuah apreasiasi tersendiri. Namun demikian, proses tersebut harus kemudian diiringi dengan pemantauan secara rutin.

Kesadaran dan upaya menjaga atas kemungkinan adanya ancaman masuknya jenis asing perlu terus menjadi perhatian. Pertimbangan serta prinsip kehati-hatian atas kelestarian keberagaman ikan lokal harus jadi pertimbangan utama. Jangan sampai terjadi praktik pengayaan jenis ikan, namun menghabiskan ikan lokal.

Memonitoring keberadaan uceng di ruas Kali Wisnu, 20 April 2025

 

Dari diskusi, terungkap misalnya, perjumpaan ragalan di aliran yang lebih atas. Sebelumnya, ia tidak pernah dijumpai di sana. Para peserta menduga keberadaannya juga berasal dari pelepasan, bukan faktor alami.

Kekhawatiran pun muncul karena keberadaannya dapat berpotensi mengancam lunjar yang lebih kecil. Ketika lunjar yang menjadi pakan raja-udang kalung-biru hilang, keberadaan burung terancam punah itu pun berpotensi hilang.

“Apa yang harus dilakukan ketika praktik pelepasan ikan sudah dilakukan dan ada kemungkinan berdampak pada keberadaan ikan lain?” Tanya Cashudi ketua PPM Mendolo. Sebuah ungkapan kekhawatiran atas keberadaan ragalan di aliran atas tersebut.

Pak Irwan menyarankan upaya mengamati dan memonitoring ikan bisa difokuskan pada keberadaan ragalan dan lunjar. Pemantauan yang rutin dilakukan akan dapat mengantisipasi dampak buruk pada kelestarian lunjar. Bila perlu, mengendalikan bahkan mencegah populasinya berkembang lebih jauh.

Keberadaan jenis asing berdampak nyata. Renny Kurnia Hadiaty dalam “Diversitas dan kehilangan jenis ikan di danau-danau aliran Sungai Cisadane”, mengungkap hilangnya lebih dari 70% jenis ikan di berbagai danau aliran sungai besar itu. Makalah yang terbit pada 2011 di Jurnal Iktiologi Indonesia tersebut, menyebut total keberadaan 86 jenis ikan.

Jenis-jenis tersebut terkumpul dari berbagai penelitian sebelumnya dalam rentang 1920-2000. Di tiap 10 tahun sepanjang periode tersebut, terlihat laju kehilangan jenis yang ada. Terakhir dalam penelitian yang dilakukan Renny, hanya 24 jenis yang berhasil dijumpai. Itu pun, delapan di antaranya merupakan jenis asing.

Berkaca dari itu, termasuk dari nasib ikan lokal di berbagai sungai-sungai lain di Jawa, upaya monitoring menjadi mutlak dilakukan. Pemantauan pun dapat menyentuh banyak aspek, mulai dari fisik sungai, biotik, maupun abiotiknya. Sehingga, pencegahan dini dapat dilakukan sebelum kerusakan sungai maupun hilangnya ikan-ikan lokal terjadi.

Pendokumentasian jenis

Pendataan jenis ikan lokal menjadi salah satu hal mendasar untuk dilakukan dan harus dimiliki sebagai sebuah pijakan. Workshop pendokumentasian jenis-jenis ikan yang hidup di Kali Wisnu pun dilakukan usai sarasehan.

Menurut para peserta, setidaknya terdapat sembilan jenis ikan di Kali Wisnu. Tujuh di antaranya jenis lokal, yakni wader pari atau lunjar (Rasbora sp), tombro atau ragalan (Tor tambra), bokol (Barbodes binotatus), bogo atau kuthuk (Channa limbata), kékél (Glypthotorax platypogon), sili (Macrognathus maculatus), dan uceng (Nemacheilus sp).

 

Pendokumentasian jenis-jenis ikan saat malam dan siang hari, 19-20 April 2025

 

 

Sili (Macrognathus maculatus) dan kékél (Glypthotorax platypogon). Dokumentasi Alex Rifa’i, 19 April 2025.

Sementara guppy (Poecilioides reticulatus) dan mélem (Osteochilus vittatus) diketahui sebagai jenis asing yang sebelumnya tidak dijumpai di Kali Wisnu. Terdapat pula nila (Oreochromis niloticus) yang bersifat invasif, namun tidak dijumpai di aliran kali. Jenis itu tampak dalam kolam-kolam ikan dekat sungai dan harus diwaspadai agar tak memasuki Kali Wisnu.

Mélem (Osteochilus vittatus), salah satu jenis asing. Dokumentasi Restu Wijaya, 20 April 2025.

Pendokumentasian diawali dari pengambilan sampel. Tujuh jenis, yakni ragalan, sili, lunjar, didapat melalui teknik memancing pada siang hingga sore hari. Setelah mendapatkan izin dari Pak Kasnadi selaku Ketua RT, yang juga turut hadir dalam sarasehan, pada malam hari dilakukan nyénér dan mendapatkan kékél dari anakan sungai, termasuk pula jenis udang dan yuyu. Percobaan menangkap uceng dilakukan keesokan harinya, namun tidak berhasil didapatkan.

Ibnu menunjukkan sili yang didapat dengan dipancing, 19 April 2025

 

Nyénér di malam hari dan beberapa jenis yang didapat, 19 April 2025

Pak Irwan menyarankan upaya pendokumentasian tak hanya sebatas lewat fotografi. Kekayaan dalam istilah dan penamaan setempat juga penting untuk didokumentasi, yang sangat mungkin berbeda dari wilayah lain. Berbagai teknik mengambil ikan, ada nyénér misalnya untuk pengambilan menggunakan seser. Ada pula nggogoh, yang dilakukan tanpa menggunakan alat, hanya dengan merogoh di bagian kedung.

Pada ikan terdapat penamaan. Anakan kuthuk misalnya, saat masih sangat kecil disebut lenthis dan ketika sudah seukuran ibu jari disebut licing. Sementara anakan ragalan, dikenal sebagai kemprung. Demikian pula terkait cerita atau mitos yang banyak dimiliki warga Sawahan. Keberadaannya perlu pendokumentasian karena sifatnya yang masih berupa tuturan secara turun-temurun.

Fish watching

Adanya perlindungan atas ikan dan sungai yang telah berjalan di Kali Wisnu, ditambah kekayaan jenis ikan lokal menjadi potensi besar untuk mengembangkan fish watching. Bila biasanya melihat ikan di sungai hanya dari atas permukaan, fish watching menawarkan sensasi melihat ikan sembari berenang. Layaknya snorkling, namun dilakukan di sungai beraliran dangkal.

Ragalan di Kedung Kali Bengang, Kali Wisnu

Pak Irwan berbagi pengalamannya dalam mengembangkan wisata fish watching tersebut di Kali Oyo. Peserta dibekali modul aneka jenis ikan yang bisa diumpai, kemudian bersama-sama mencari dan mengamatinya berbekal kacamata snorkling. Sebuah cara yang berbeda dalam upaya mengenalkan keragaman jenis ikan lokal, sekaligus mengajak orang untuk lebih peduli terhadap kelestariannya.

Perencanaan yang matang sangat diperlukan dan harus menjadi perhatian utama dalam mengembangkan ekowisata minat khusus ini. Berbagai tahapan sebagai prasyarat perlu dikaji secara mendalam, diujicobakan. Mulai dari menyiapkan lokasi, jalur, yang harus mengedepankan keamanan serta keamanan. Keberadaan sarana dan prasarana pendukung, sistem kunjungan, Pertimbangan dalam manajemen pengelolaan, paket, standar pemandu, dan banyak lagi.

Sarasehan dan workshop sungai ini membuka wawasan akan keberadaan sungai sebagai sebuah sistem hidup yang kompleks. Bahkan dari satu bahasan tentang keberadaan ikan dan udang, pembicaraaan merentang luas dari hulu Kali Wisnu hingga alirannya di muara.

Keberadaan ikan maupun sungai tak terpisah dengan lingkungan sekitarnya. Terkait erat pula dengan aktivitas manusia yang hidup di sekitar. Sehingga, keberadaannya perlu terus dijaga, sebagai ruang yang banyak makhluk hidup, termasuk manusia, bergantung padanya.

No comments:

Post a Comment