Thursday, December 19, 2024

Terbaru ! Survey Owa jawa dan Avifauna di Desa Pacet , Kabupaten Batang.

 Oleh : Alek Rifa’i dan Iman Sofiana

Pemasangan alat rekam pasif untuk Owa Jawa

Kami tiba di Desa Pacet, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang sore hari pada tanggal 17 November 2024. Desa yang menurut kami cocok untuk healing karena sepanjang mata memandang penuh dengan kebun teh milik warga desa. Berbeda dengan desa kami (Mendolo, Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan) yang pemandangannya penuh dengan pohon durian. Suasana di desa Pacet sangat dingin dan hampir sepanjang hari diselimuti oleh kabut.

Malam hari kami berjalan disekitar desa untuk mencari mamalia ataupun burung yang ada disekitar desa. Namun cuaca kabut menyulitkan kami untuk melakukan survei pada malam hari sehingga kami memutuskan untuk kembali untuk menyiapkan tenaga guna pemasangan alat rekam pasif di esok harinya. Hari pertama survei kami berjalan menuju jalur gunung Kemulan yang ada di Selatan desa. Pada pukul 09.30 kami disambut dengan suara Great call Owa jawa yang terdengar cukup jauh di sebelah barat bukit yang kami telusuri. Hari pertama survei ini, kami juga melakukan pemasangan 2 alat perekam suara pasif setelah mengikuti pelatihan di Sokokembang bulan lalu untuk setting dan cara pemasangan alat perekam suara. Kami hanya mendengar suara Owa Jawa pada hari pertama survei ini untuk pendataan jenis primata. Selain primata kami juga mecatat 17 jenis burung meski pada awalnya agak kesulitan karena jenis ketinggian berbeda dengan jenis burung di tempat kami. Beberapa jenis yang menurut kami baru adalah Sikatan bodoh (Ficedula hyperythra) dan Takur Bututut (Psilopogon corvinus) karena kedua jenis ini merupakan burung khas ketinggian di pulau Jawa. Malam harinya kami kembali melakukan penulusuran tepat sebelum hujan kami bertemu dengan burung Paruh-kodok Jawa (Batrachostomus javensis).

Ciung Mungkal Jawa -Jantan

Dua hari berikutnya kami juga melakukan penelusuran pada Kawasan desa Pacet dan mencatat perjumpaan dengan Lutung jawa (Trachypithecus auratus) serta Rekrekan (Presbytis fredericae). Namun kami belum berhasil mendapatkan foto kedua jenis primata tersebut. Hal ini karena hampir sepanjang hari kami survei, cuaca gerimis dan kabut menemani perjalanan kami sehingga cukup menghambat perjalanan kami. Beruntungnya kami mendapatkan foto burung Ciung-mungkal Jawa (Cochoa azurea) yang merupakan jenis endemik Jawa. Beberapa burung endemik Jawa lain yang kami jumpai adalah Tesia jawa (Tesia superciliaris), Wergan jawa (Alcippe pyrrhoptera), Cikrak jawa (Phylloscopus grammiceps), Tepus dada-putih (Stachyris grammiceps) dan Takur tohtor (Psilopogon armillaris). 

salah satu sudut Desa Pacet

Berdasarkan informasi dari warga,  Owa jawa hanya dijumpai di sisibarat gunung Kemulan. Perburuan terutama jenis burung masih menjadi ancaman untuk kelestarian satwa liar di hutan tersebut. Namun yang mengesankan bagi kami adalah warga desa Pacet benar-benar menjaga hutan tidak berusaha untuk mengubahnya menjadi lahan pertanian. Kami sangat senang menjadi bagian dari tim survei bertemu dengan orang-orang dengan pemikiran lain. Dan yang utama mengeksplore wilayah lain untuk melihat dan memotret jenis-jenis satwa yang tidak ada di desa kami.


Wednesday, December 4, 2024

Inovasi Pangan setelah 70 Tahun, Desa Mendolo.

 Penulis: Alex Rifa’i1 & Sri Windriyah2; Penyunting: Sidiq Harjanto

1Koordinator Divisi Konservasi Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo

2Ketua Kelompok Brayan Urip, Desa Mendolo

 

Aneka olahan Umbi Gadung

"Dari hutan ke meja makan, setiap langkah punya cerita luar biasa. Ini cerita perjalanan panjang aneka bahan pangan bersama harapan semua orang yang terlibat di dalamnya". Begitulah kira-kira rangkuman rangkaian acara Hari Pangan Sedunia 2024 di Desa Mendolo pada tahun ini.

Pada tanggal 19-20 Oktober 2024 Paguyuban Petani Muda (PPM) Mendolo berkolaborasi dengan Kelompok Petani Perempuan Brayan Urip merayakan Hari Pangan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Adapun tujuan perayaan ini adalah untuk mengenalkan kepada semua orang yang ikut berpartisipasi dalam acara ini tentang keanekaragaman pangan lokal yang ada di sekitar hutan Desa Mendolo.

Mengusung tema Hari Pangan Sedunia tahun 2024 ini yaitu "Hak Atas Pangan untuk Kehidupan yang Lebih Baik dan Masa Depan yang Lebih Baik", kami sekaligus melaunching produk olahan umbi gadung dan memfasilitasi kelompok Brayan Urip untuk memaparkan segala tentang produk yang dihasilkan.

Agenda Perayaan Hari Pangan tahun ini tidak sepadat dan sekompleks perayaan hari pangan tahun kemarin. Rangkaian acara yang kami selenggarakan dimulai dari kegiatan meramban (mencari dan memanen sayur, jamur, dan buah di hutan) bersama-sama dengan kawan-kawan dari Indonesia Dragonfly Society (IDS), Green Community, dan para kaum muda-mudi Desa Mendolo. Acara meramban ini berlangsung pada tanggal 19 Oktober 2024 dari pagi sampai siang.

Ibu-Ibu pahlawan di belakang layar

Setelah hasil meramban dirasa cukup, pada siang sampai sore kami menyortir semua bahan pangan lokal dari hutan yang sudah terkumpul, mulai dari jenis sayur, jamur, buah-buahan kita kelompokkan masing-masing menurut jenisnya. Sayangnya, hasil meramban tahun ini sedikit kurang maksimal dikarenakan cuaca yang ekstrem sehingga banyak bahan pangan lokal yang tidak bisa kami temukan di hutan. Sorenya, para ibu sudah memulai mengolah bahan yang sekiranya akan memakan waktu lama.

Di hari kedua, para ibu disibukkan di bagian dapur mulai dari pagi-pagi sekali mengolah semua bahan makanan yang akan kita santap bersama di siang hari nanti. Seperti tahun lalu, kali ini panitia kembali mengadakan workshop ditujukan bagi anak-anak untuk mengisi kegiatan di pagi hari. Workshop ini berupa latihan bersama membuat bungkus makanan dari daun pisang. Kami menyebutnya "takir".

Setelah acara workshop selesai, semua panitia mulai membantu semua persiapan yang masih belum sempurna. Siangnya, kami merayakan Hari Pangan Sedunia 2024 dengan makan bersama dengan menu yang berasal dari hutan sekitar desa kami. Para warga desa membaur dengan tamu dari luar desa dengan antusias luar biasa bersama-sama menikmati hasil meramban semua sajian, seperti: jenis-jenis sayuran, jamur, bunga kecombrang, dan buah-buahan hutan.

pemotongan tumpeng nasi Gadung

Setelah makan bersama selesai, kami bersama-sama menuju lapangan untuk memulai segala rangkaian acara yaitu launching produk olahan umbi gadung hasil inovasi kelompok Brayan Urip. Rangkaian acara meliputi sambutan dari ketua PPM Mendolo, sambutan Bapak Kepala Desa Mendolo, disusul acara inti yaitu Launching Produk Olahan Gadung secara simbolis melalui pemotongan tumpeng nasi gadung.

Selanjutnya, Sri Windriyah selaku koordinator kelompok brayan urip sekaligus ketua panitia acara perayaan hari pangan sedunia pada tahun ini memaparkan produk-produk inovasi gadung yang telah dihasilkan kelompok Brayan Urip.  Acara ditutup dengan pertunjukan seni musik gamelan oleh Sanggar Seni Puspita Sari dan Sanggar Seni Chandra Laras.

antusias warga ke lokasi perayaan hari pangan yang guyur hujan

Bukan hanya menjadi superhero di bagian konsumsi selama acara hari pangan berlangsung, kali ini dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) kelompok Ibu-ibu Kebun Brayan Urip ingin menunjukkan keterampilanya dalam perayaan hari pangan sedunia kali ini.

Umbi Gadung kita bisa menyebutnya, atau dalam bahasa ilmiahnya Dioscorea hispida merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh subur di sekitar hutan di Desa Mendolo. Tanaman dengan batang berduri yang merambat di pohon-pohon hutan yang lebih tinggi di sekelilingnya.

Kelompok Brayan Urip yang beranggotakan para ibu rumah tangga berupaya untuk mewarisi skill dan keterampilan dari leluhur. Salah satunya dalam pengolahan umbi gadung ini. Melalui proses yang panjang dan sangat membutuhkan ketelatenan, umbi beracun sianida bisa diubah menjadi berbagai macam makanan yang sangat lezat dan aman.

Fakta luar biasanya, tepung gadung ini menjadi terobosan baru dari kelompok ibu-ibu brayan urip,  setelah puluhan tahun lamanya umbi gadung hanya diproses sederhana untuk dijadikan makanan pengganti beras pada krisis pangan karena perang, dan di tahun 50-an ada orang dari luar desa mengajari pengolahan umbi gadung menjadi keripik.

workshop pembuatan Takir untuk anak-anak
Pada jaman dahulu, para tetua desa kami mengolah umbi gadung dengan cara direndam untuk menetralkan racun, lalu dibakar/dikukus dan langsung bisa disantap. Lazimnya metode memasak orang dulu adalah dibakar dalam bentuk gumpalan, tanpa melalui proses penjemuran lagi untuk dijadikan tepung, karena fungsi gadung kala itu adalah untuk sumber karbohidrat pengganti beras.

Kira-kira tujuh puluh tahun lamanya untuk sampai di tahun 2024, munculah ide dan inovasi-inovasi baru dari olahan umbi gadung, dan salah satu inovasi yang ditawarkan kali ini adalah pembuatan tepung dari umbi gadung.

Secara garis besar, proses pembuatan tepung menggunakan proses penetralan racun yang sama dengan apa yang telah diwariskan oleh para leluhur. Produk akhirnya saja yang berbeda. Gadung iris dilumuri abu dapur di hari pertama untuk untuk selanjutnya ke proses penjemuran. Setelah kering, umbi gadung direndam di air yang mengalir minimal selama 3 hari 2 malam, dan dicuci sehari 2 kali pagi dan sore agar sisa-sisa racun dan abu hilang.

pentas seni sanggar Seni Puspita Sari dan Sanggar Seni Chandra Laras.


Setelah proses perendaman selesai, umbi gadung masih melalui proses penjemuran kembali hingga kering. Pengeringan gadung sangat terbantu dengan adanya dome pengering yang difasilitasi Swaraowa beberapa waktu lalu. Sesudah kering pasca penjemuran ini, barulah umbi gadung bisa diproses untuk dijadikan tepung. Dengan cara ditumbuk hingga halus, lalu diayak.

Tepung gadung yang dihasilkan memiliki aroma dan rasa khas, dan teksturnya sedikit kasar. Tepung gadung bisa digunakan untuk membuat berbagai olahan berbahan dasar tepung pada umumnya, seperti: kerupuk, brownies, kue lapis, bahkan menjadi nasi tiwul gadung seperti yang kami sajikan pada saat pemotongan tumpeng sebagai penanda launching produk.

Bukan tidak mungkin akan muncul inovasi-inovasi olahan umbi gadung lain yang akan muncul di masa yang akan datang. Atau bahkan akan muncul olahan keanekaragaman hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari hutan Desa Mendolo yang lain lagi. Hutan Mendolo kaya dengan potensi.

Selain keanekaragaman hayati pangan lokal, masih ada juga fauna yang banyak jenisnya. Satwa-satwa penghuni hutan Desa Mendolo sangat menarik untuk diperbincangkan, dan keunikan hutan Desa Mendolo adalah menjadi tempat hidup bagi lima satwa primata jawa, yaitu: Owa jawa (Hylobates moloch), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis), Rek-rekan (Prebytis comata fredericae), Kukang jawa (Nycticebus javanicus).

Tentunya, perayaan Hari Pangan Sedunia ini bisa menjadi salah satu langkah awal bagi kami para warga Desa Mendolo untuk tetap menjaga kelestarian hutan dan hidup berdampingan dengan semua makhluk hidup yang ada di dalamnya. Harapan kami adalah tetap terjaganya kelestarian hutan Desa Mendolo yang selama ini menjadi sumber penghidupan kami serta warga desa lain yang juga ikut mendapatkan manfaatnya. Dengan terjaganya kelestarian dan keanekaragaman hayati hutan, alam akan memberikan kita banyak manfaat untuk kehidupan sekarang dan masa depan.

Ucapan terimakasih kepada Pemerintah Desa Mendolo, SwaraOwa, Indonesia Dragonfly Society, dan Green Community yang sudah ikut berkolaborasi dalam acara perayaan Hari Pangan Sedunia tahun 2024. Tak lupa kepada seluruh warga Desa Mendolo, Sanggar Seni Puspita Sari, dan Sanggar Seni Chandra Laras yang sudah ikut meramaikan acara ini.