Thursday, May 20, 2021
Sunday, May 2, 2021
Semangat baru dari Sipora, Menjaga alam dan Budaya
Oleh : Damianus Tateburuk ( Malinggai Uma Mentawai)
Seni Kebudayaan Dan Konservasi
Keanekaragam Hayati yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal di Sumatra
Barat, khususnya di
Kepulauan Mentawai dikembangakan dalam satu wadah atau perkumpulan dengan
menejemen yang sederhana, Wadah atau tempat berkumpulnya pelaku seni kebudayaan
dan konservasi keanekaragam hayati biasanya dinamakan perkumpulan, Dari sekian
banyaknya organisasi, yayasan, lembaga, pemerintahan dan organisasi ini yang
berada di Sumatra Barat, salah satunya adalah Malinggai Uma Tradisional
Mentawai.
Malinggai Uma Tradisional Mentawai pusat
bersekretariat di Dusun Puro II Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten
Kepulauan Mentawai–Sumatra Barat. Malinggai Uma Tradisional Mentawai ini
merupakan sarana bagi berkembangnya dan pelestarian kebudayaan
dan konservasi keanekaragam hayati khususnya, Malinggai Uma Tradisional
Mentawai dibentuk pada tanggal 05 September 2014 dan untuk memberikan
fasilitasi kepada masyarakat umum dalam hal di bidang seni kebudayaan Konservasi keanekaragam hayati dan satwa liar
dan primata mentawai, Adat Istiadat Mentawai, semoga Malinggai Uma Tradisional
Mentawai dapat menjadi tempat / wadah untuk menggali tentang Kebudayaan dan
keanekaragam hayati, yang mulai memudar khususnya dikalangan remaja dikarenakan
ketidak pedulian masyarakat itu sendiri untuk memperkenalkan kebudayaan dan
keanekaragam hayati mentawai tersebut kepada generasi penerus mereka dan
pengaruh budaya asing serta kurangnya wadah bagi mereka untuk mengetahui budaya
asli mereka sendiri dan ini sangat memprihatinkan sekali, bagi kami sehingga
organisasi atas nama Malinggai Uma Tradisional Mentawai sangat berharap dan
berkeinginan penuh dengan berdirinya
organisasi ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui, menggali serta memahami
tentang nilai-nilai seni dan kebudayaan dan serta keanekaragam hayati mentawai
dan serta perlindungan satwa dari
jenis-jenis primata (Bilou, Simakobu,
Simakubu
simabulau,
Joja, Bokkoi, herpetofouna dan burung-burung mentawai dan sebagainya) yang sekarang
ini sudah mulai dilupakan. Malinggai Uma Tradisional Mentawai juga tidak menutup bagi masyarakat
diluar mentawai ataupun dari mancanegara untuk mendapatkan informasi tentang
kebudayaan dan keanekaragam hayati yang ada di mentawai. Selain itu Malinggai
Uma Tradisional Mentawai juga akan terus mengadakan kegiatan seminar-seminar
dan pelatihan tentang Kebudayaan dan keanekaragam hayati kedepannya, kegiatan yang
telah kami lakukan sebelumnya yaitu “Seminar Pangureijat” (Pernikahan Adat
Mentawai), (Pergelaran Seni Budaya Mentawai) (dan Turuk Laggai di Padang),
(Pelatihan Guru Dan Fasilitator Sekolah Budaya Mentawai).
Bulan
April tanggal 7-8, 2021 yang lalu kami juga telah berhasil melaksanakan sebuah
acara pelatihan untuk anak-anak sekolah usia sekolah menengah atas di Dusun Goisooinan,
Sipora. Berjudul “ Pelatihan Pengamatan Satwaliar dan Penggunaan Smartphone
untuk Promosi Konservasi”. Kegiatan yang
didukung oleh SWARAOWA dari Yogyakarta dan Fortwayne Children’s Zoo dari Indiana
Amerika Serikat. Latar belakang acara ini adalah semakin susahnya kita
menjumpai satwa-satwa asli mentawai dan generasi muda semakin jauh dari rasa
memiliki kekayaan alam mentawai, beberapa daerah khususnya di Mentawai juga sudah
bagus sinyal telekomunikasi, dan anak-anak ini hampir setiap hari menggunakan
gawai. Oleh karena itu potensi generasi muda mentawai ini perlu di dorong
dengan pengalaman-pengalaman lapangan yang memang tidak dapat di sekolah, bagaimana
mendokumentasikan alam sekitar mereka dan membuat cerita untuk oranglain supaya
lebih tertarik, ataupun mengenalkan diri mereka dan budaya mentawai.
Peserta
acara ini adalah 15 orang anak-anak usia
SMA, 10 Orang darai Sipora dan 5 orang dari Siberut, terdiri dari 7 anak perempuan
dan 8 anak laki-laki. Acara dilaksanakan 2 hari, dengan susunan acara 1 hari
materi kelas dan 1 hari ke hutan. Pemateri yang di undang dalam acara ini
adalah dari Birdpacker indonesia, organisasi konservasi burung dari Malang Jawa
timur, ada mas Waskito Kukuh dan mbak Devi Ayumandasari, yang akan menyampaikan
materi tentang pengamatan burung dan penggunaan smarphone untuk fotografi dan
promosi konservasi melalui sosial media. dan tentang primata disampaikan oleh
mbak Eka Cahayningrum dari SwaraOwa organisasi konservasi primata dari
Yogyakarta yang berkerja untuk konservasi Owa Indonesia.
Hari
pertama acara kelas di buka oleh Ketua Malinggai atau yang mewakili ( Bapak Vincent) dan
sambutan-sambutan dari dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.KepMentawai, dari
dinas Pariwisata, dan dari Desa Goisooinan.
Acara
hari pertama setelah pembukaan oleh tarian-tarian adat dari sanggar malinggai Uma dari Siberut Selatan, dilanjutkan dengan pengenalan dasar-dasar teknik pengamatan alam khususnya untuk
satwaliar burung dan primata, dan menggunakan nya sebagai bahan publikasi di
media sosial, sperti instagram, facebook, dan whatsapp.
Hari
kedua acara dilakukan di hutan yang di bagi menjadi 3 kelompok, pengamatan-pengamatan
di dokumentasikan di selesai pengamatan di lalukan presentasi hasil dari
masing-masing kelompok. Dalam menyampaikan
presentasi ini peserta juga di perkenalkan oleh para pemateri tetang bagaimana
menyajikan data dalam presentasi menggunakan power point yang sederhana dan
menarik.
Antusias
peserta yang juga di dampingi para pendamping
dari Malinggai Uma, telah berhasil mendokumentasikan foto-foto yang di jumpai
selama pengamatan dan beberapa diantaranya juga sudah di upload di sosial
media.
Harapannya
kegiatan ini dapat memberikan wawasan baru dan pengalaman untuk generasi muda
mentawai untuk lebih mengenal apa yang ada di sekitar mereka dan melestarikan identitas
budaya asli mentawai.