Monday, September 22, 2025

Bilou dan Warisan Hutan Adat Saeggek Oni, Matotonan

 Oleh Aloysius Yoyok

Bilou ( Hylobates klosii)

Persiapan untuk survey populasi Bilou di hutan adat Saeggek Oni dimulai dengan koordinasi melalui telepon dengan staf YCMM di Rokdog, perwakilan uma Saeggek Oni, dan pemerintah setempat untuk menyepakati jadwal kegiatan. Pada 9 September 2025, tim berangkat melalui jalur darat yang rusak parah akibat cuaca dan minimnya infrastruktur, sempat terjebak lumpur sebelum tiba di Dusun Ugai. Perjalanan dilanjutkan dengan pompong menyusuri sungai selama dua jam hingga tiba di Dusun Mabekbek, Desa Matotonan, tempat tim menginap di rumah panggung milik anggota uma Saeggek Oni yang berlokasi dekat dengan hutan adat, target utama survei.

Perjalanan ke  Matotonan

Pelaksanaan survei populasi bilou di hutan adat Saeggek Oni dimulai pada 9 September 2025 dengan koordinasi bersama Kepala Dusun Mabekbek dan briefing teknis oleh tim yang berjumlah enam orang. Penentuan titik LPS sempat terkendala oleh ketidakakuratan peta, namun berhasil disepakati tiga lokasi dan pembagian kelompok. Selama empat hari survei, cuaca mendung dan hujan ringan hingga deras memengaruhi hasil pengamatan. Suara bilou sempat terdengar pada hari pertama dan terakhir, namun berasal dari area seberang sungai Rereiket, bukan dari dalam hutan adat Saeggek Oni, menunjukkan kemungkinan keberadaan bilou di sekitar wilayah tersebut meski belum terdeteksi langsung di area target.

Kondisi hutan adat Saeggek Oni

Pemukiman Mabekbek, Matotonan di tepi hutan

Menurut Merius Saeggek Oni, tegakan pohon-pohon besar di sekitar hutan adat itu kini sudah jarang dijumpai pada umumnya karena telah ditebang oleh anggota masyarakat; untuk bahan perahu, untuk memanen rotan manau, untuk bahan konstruksi bangunan dan terutama ditebang saat pembukaan penambahan permukiman pada tahun 2010 dan 2012 yang kini menjadi permukiman dusun Matektek dan dusun Mabekbek. Sehingga selain karena perburuan tradisional, habitat untuk satwa dan primata liar di sekitar lahan yang dipetakan sebagai hutan adat Saeggek Oni itu kini sudah tidak terlalu mendukung. Lommok seorang anggota uma Saeggek Oni yang juga seorang sikerei menambahkan jika bilou termasuk juga ke 3 jenis primata yang lain meski secara umum masih terdapat di beberapa hutan di wilayah desa Matotonan, namun karena kawasan hutan adat Saeggek Oni yang menjadi target lokasi survei populasi bilou ini memang di dekat permukiman sehingga kondisi habitatnya sudah kurang mendukung . Kawasan hutan adat Saeggek Oni yang sudah dipetakan itu adalah kawasan perladangan tradisional yang memiliki lanskap dataran dimana secara tradisional lahan dengan tipikal seperti itu menjadi sasaran utama untuk lokasi perladangan.

Trimeresurus whitteni- Bo Paipai, ular hijau siberut

Di kawasan yang dipetakan sebagai Hutan Adat Saeggek Oni itu juga merupakan bekas tempat berdirinya bekas bangunan Uma milik Saeggek Oni. Sekitar 2 dekade lalu tempat itu merupakan salah satu destinasi wisata budaya dan wisata alam. Semenjak bangunan itu runtuh dan sikebukat uma orang yang dituakan yang menjaga rumah adat itu meninggal dunia, bangunan uma itu kemudian dibiarkan runtuh begitu saja. Lommok sebagai pewaris yang juga seorang sikerei memilih untuk membangun uma di tempat lain, sekaligus sebagai tempat untuk beternak babi secara tradisional.

Selama 5 hari tim survei berada di Matotonan, kami mendapatkan beberapa informasi yang terkait dengan pola-pola perburuan satwa dan primata di wilayah ini. Meski tidak “separah” di kawasan desa Madobak di mana beberapa pemuda pemburu sudah mempergunakan senapan tabung dengan peluru berukuran 6,5 mm, namun di Matotonan sudah banyak juga anggota masyarakat yang memiliki senapan angin untuk berburu jenis-jenis burung maupun primata. Menurut mereka jika primata ditembak dengan senapan angin tanpa mempergunakan peluru yang diberi racun omai andalan Siberut, seringkali primata itu tidak mati namun kemudian trauma dan menjadi sangat takut dengan kehadiran manusia. Desa Matotonan sudah beberapa tahun terakhir kembali terisolir dari kawasan pusat ekonomi kecamatan sesudah pernah mengalami sedikit nikmatnya akses darat, variasi kebutuhan protein alternatif yang bisa diperoleh dari pedagang yang sudah bisa menjangkau Matotonan untuk menjual ikan tangkapan nelayan dari laut.

perburuan masih terjadi 

Salah satu penyedia kebutuhan protein bagi sebagian penduduk desa Matotonan adalah dari hasil perburuan satwa dan primata. Beberapa kali penduduk Matotonan dalam kelompok 2-3 orang yang baru pulang dari hutan untuk berburu burung terlihat melintas di depan rumah di mana kami menginap. Demikian juga kegiatan perburuan yang dilakukan secara tradisional tetap dilakukan oleh penduduk Matotonan. Menurut Merius Saeggek Oni, beberapa pemburu di desa Matotonan bahkan biasa berangkat sendirian saat malam atau dini hari ke hutan di sekitar permukiman untuk berburu satwa dan primata dengan mempergunakan panah beracun. Saat kami dalam perjalanan menuju titik LPS 2, kami melihat tanda-tanda; rotan jenis alimama yang disayat, kemungkinan besar untuk pengikat hasil buruan dan daun poula  aren Siberut yang biasa dianyam untuk menggendong hasil buruan yang berukuran besar, tanda-tanda jika seseorang baru saja berhasil mendapatkan buruan berupa babi hutan, mungkin masih dalam hitungan 2-5 jam sebelum kami tiba di tempat itu.  Kami sempat menjumpai ular hijau endemik siberut Bo paipai, burung kadalan mentawai.

Kadalan mentawai- (Phaenicophaeus oeneicaudus)

Potensi Desa Matotonan

Sikerei, kehidupan tradisional dan wisata budaya

Di desa Matotonan yang terletak di posisi paling hulu di bantaran sungai Rereiket ini masih terdapat relatif banyak sikerei, sosok sentral dalam setiap penggelaran ritual adat di Siberut. Cara berpakaian dan aksesoris yang khas membuat mereka mudah dikenali oleh pendatang yang baru tiba. Sejak beberapa tahun terakhir sejak pemerintah daerah menggalakkan identitas lokal, kini Sikerei seolah mendapatkan ruang lagi untuk menunjukkan peran sentral mereka dalam kehidupan tradisional di Siberut. Kini setiap tahun pemerintah desa Matotonan memiliki agenda penggelaran pentas budaya dalam bingkai pesta hari jadi desa.

Tim survey bilou Saegek oni


Peternakan

Menurut informasi dari beberapa orang anggota uma Saeggek Oni, sudah lama sejak beberapa penduduk Matotonan memiliki ternak sapi bantuan dari program pemerintah Orba melalui program IDT, kini hampir semua rumah tangga sudah memiliki ternak sapi, dari yang hanya berjumlah 1 ekor sampai belasan ekor. Ada 2 jenis sapi yaitu sapi lokal dari Pesisir Selatan Sumatra Barat yaitu jenis sapi ratui dan jenis sapi Bali. Namun jenis sapi ratui dari Pesisir Selatan adalah jenis yang paling banyak di Matotonan. Menurut mereka sapi menjadi semacam tabungan tahunan bagi penduduk, terutama saat hari raya Idul Adha, Matotonan menjadi penyedia utama untuk memenuhi kebutuhan di kawasan Siberut bagian Selatan. Penduduk lebih menyukai menjual ternak sapi mereka saat menjelang perayaan hari raya Idul Adha karena memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan saat hari-hari biasa.

Berbatas langsung dengan zona inti Taman Nasional Siberut.

Meski banyak kalimat-kalimat resistensi dan ketidaksukaan masyarakat terhadap keberadaan Taman Nasional di lingkungan tanah adat mereka, namun dari sisi konservasi kayu-kayu di zona inti kawasan konservasi setidak-tidaknya tidak pernah diekploitasi oleh perusahaan logging meski di beberapa kawasan memang sudah dikelola oleh penduduk untuk kawasan peternakan tradisional, permukiman maupun perladangan tetapi sebagaian besar yang lain masih berupa hutan yang memiliki pokok-pokok kayu alam yang berukuran besar. Selama beberapa hari di dusun Mabekbek, hampir setiap hari kami melihat penduduk yang melintas dengan setumpuk ikatan rotan manau di bahu mereka. Dari warna kulit manau yang sudah hijau tua terlihat jika manau-manau itu sudah tua. Menurut mereka manau itu mereka panen dari dalam hutan di kawasan inti Taman Nasional.

Monday, September 8, 2025

Madagascar : pulau endemis dan Kongres Primata Dunia ke-30 ( bagian 3)

Ranomafana, tidak hanya lemur, namun karena musim ini musim dingin, perjumpaan dengan jenis-jenis yang “aneh” tidak seperti ketika cuaca sedang hangat, jenis-jenis burung pun tidak se’colourful’ ketika musim panas, Coquerel's Coua burung, cockoo, endemik madagaskar, dengan ukuran besar, ekor panjang dan ada warna mencolok di sekitar matanya, sempat melihatnya di Taman nasional Ranomafana, ketika menyusuri jalur trekking lemur. Ada insect yang sangat unik, dan ini adalah termasuk salah satu serangga yang harus di lihat kalau ke madagascar, yaitu Geraffe weevil, Kumbang jerapah  (Trachelophorus giraffa). Leaf tailed gecko, atau tokek ekor kipas,  si rajanya kamuflase. Diversifikasi hayati yang unik, tidak dijumpai di belahan bumi manapun,  terbentuk dari proses evolusi dan isolasi geografis 80-165 juta tahun yang lalu.

Giraffe weevil
Coquerel's Coua, (Coua coquereli)

tokek setan ekor kipas (Uroplatus phantasticus)

Menemukan kumbang jerapah, sebuah ketidak sengajaan, karena pada awalnya saya sedang berjalan menyusuri jalan hutan di sekitar CvB, dan kemudian saya menyapa beberapa bapak-bapak yang lagi duduk-duduk di tepi jalan, “Salama” , dan bapak itu membalas, isect, giraffe betle.., sambil menunjukkan sebuah wadah cotainer, bulat dan membukanya, pelan-pelan, dalam hati saya, wah ini serangga yang saya ingin lihat juga..., ): Kumbang yang benar-benar unik, Kumbang Jerapah dinamai demikian karena leher kumbang jantannya sangat panjang, yang lebih panjang dari tubuhnya dan digunakan untuk melawan saingan dan membangun sarang. Sesaat kemudian teman saya dari vietnam Hiep and Quyet datang, dan mereka berdua juga sangat excited, waw..wow…’ berteriak kegirangan. Bapak bapak ini sepertinya memang sudah terbiasa menawarkan serangga-serangga untuk di tawarkan di foto kepada pengunjung, meskipun tidak mengerti bahasanya, dari gesturnya, menujukkan serangga kemudian minta uang, Kami kemudian memfoto dengan puas serangga ini, hingga akhirnya berkumpul beberapa warga yang lain yang membawa serangga juga. Ternyata sama jantan geraffe weevil juga, Quyet men setting 2 serangga itu untuk di foto bersama setelah puas dengan memfoto serangga ini, kami mengasih tips kepada bapak2 itu, masing-masing kami memberi 20000 Ar.

 Tanggal 19 juli 2025, jam 5 pagi kami telah Bersiap di minibus yang telah disiapkan oleh Noel Rowe, dan Benzy driver kami juga telah siap. Kami meninggalkan Ranomafana, menuju Antananarivo. Untuk esok siang pembukaan kongress primata dimulai. Perjalanan kembali ke antanarivo, kami singgah di kota yang sangat ramai sekali, Antsirabe. Kota dengan ciri arsitektur eropa, menurut sejarahnya kota ini jadi tempat istirahat para misionaris di tahun 1800an, dan berkembang menjadi tempat wisata yang terkenal dengan adanya becak-becak yang di tarik manusia, dan kerajinan tangan yang di jual untuk tamu-tamu. Dari makanan, kain, kerajinan bambu, sampai batu akik dari berbagai jenis batu dijual di tawarkan ketika tamu-tamu wisatawan singgah di kota ini. 

Perjalanan kembali, ke Antanarivo ternyata lebih lama lebih dari 15 jam, karena kendaraan kami bermasalah, kami berhenti beberapa kali, sempat memanggil mekanik lokal, namun tidak bisa memperbaiki, kendaraan berasap tebal dan tidak ada tenaga, meskipun sampai juga di Antanarivo, namun minibus ini perlu masuk bengkel mungkin butuh waktu beberapa hari untuk memperbaiki. 

Acara Kongress Primata dan Symposium , 20-25 Juli,  Antananarivo

venue IPS congress Antanarivo

pembukaan IPS Congress ke 30 oleh Walikota Madagascar

Pembukaan acara pada tanggal 20 Juli 2025, sore hari ,  sangat atraktif dengan iringan musik perkusi malagasy, dan langit cerah menghangatkan suasana yang dingin, “tonga soa” selamat datang dalam Bahasa malagasy, ikon ringtailed lemur dan sifaka diletakkan di sudut-sudut taman, dan replika giant lemur  dengan ukuran yang sebenarnya, menyambut kedatangan peserta. Ya Giant lemur, lemur terbesar yang berukuran sebesar orangutan saat ini, pernah ada di madagascar hingga 700 tahun yang silam, dan kini telah punah.

Setelah menyapa dan berjumpa dengan teman-teman peserta lain, acara pembukaan ini seakan menjadi acara reuni setiap dua tahun untuk peserta, dan juga peserta-peserta baru yang belum sama sekali pernah bertemu. Acara dibuka dengan pembukaan oleh ketua panita prof Jonah Ratzimbazafi menyambut dengan selamat datang kepada semua peserta, dan tarian-tarian dan musik khas Madagascar, ada salah satu penampilan artis difable, tidak mempunyai jari-jari tangan tapi mampu memainkan musik bambu sperti gitar.

suasan pembukaan IPS Madagascar dan foto bersama peserta dari India dan Singapura 

delegasi primata Indonesia, di IPS Madagascar

Kongress dan symposium secara resmi di buka pada pagi hari tanggal 21 Agustus 2025 oleh walikota Antananarivo, dalam sambutannya Wali Kota Antananarivo menyampaikan pentingnya acara tersebut bagi kota dan negara, sekaligus menekankan pentingnya konservasi lemur dan kolaborasi internasional. Jonah sebagai ketua acara menyampaikan bahwa acara ini dihadiri lebih dari 700 peserta dari 53 negara. 

Dari Indonesia, ada 9 orang yang mewakili project konservasi atau penelitian terkait species primata Indonesia, representasi yang sangat kecil apabila dibandingkan  dengan jumlah primata Indonesia saat ini, 62 species. Perwakilan indonesia, juga merepresentasikan region Jawa, Sumatera dan Kalimantan, tidak ada peserta yang mewakili primata dari Sulawesi, padahal ada setidaknya 20 jenis species primata dari Sulawesi.  Biaya transport yang mahal masih menjadi kendala untuk peserta dari Indonesia hadir di kongres tahunan International Primatological Society. Acara yang beralangsung selama 5 hari ini, setiap pagi di buka dengan keynote speaker dan simposium dan workshop di 8 tempat yang berbeda. Peserta bisa memilih sesuai dengan minat di masing-masing tema.

Presentasi SwaraOwa

presentasi swaraowa di IPS Madagascar

Mewakili swaraOwa, di Madagascar di hari pertama  saya bergabung dalam symposium “Flagship primates: Building national identity for biodiversity conservation”. Bersama Yunkawasi, dari Peru, symposium ini di gagas pertama kali setelah congress ips tahun 2023 di Kuching Malaysia. Fani Cornejo dan Gerson dari Yunkawasi Peru menjadi moderator, symposim ini bertujuan mengangkat jenis-jenis primate unggulan (flagship)  memainkan peran penting dalam konservasi dengan menjembatani hubungan ilmiah, budaya, dan emosional antara keanekaragaman hayati dan masyarakat dari berbagai latar belakang. Simposium ini akan menampilkan pengalaman global dalam memanfaatkan spesies primata ikonik untuk menumbuhkan kebanggaan, identitas, dan aksi konservasi, serta menyoroti peran ganda mereka sebagai spesies payung dan simbol budaya.

Simposium ini bertujuan untuk mengidentifikasi benang merah dalam memanfaatkan spesies unggulan untuk dampak maksimal, memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti kepada peserta untuk mereplikasi dan mengadaptasi strategi-strategi ini.  Mewakili swaraOwa dari Asia, saya mempresentasikan kegiatan swaraOwa  berjudul  “Preserving Gibbon Paradise : How to sustain conservation activities for gibbon in Java and Mentawai Island” . Pembicara dari Afrika,  Flagship Primate Species in Uganda: The Mountain Gorilla oleh Gladys Rhoda Kalema-Zikusoka , dari Madagascar , Flagship Species in Madagascar: The Indri, the ring-tailed lemur and the Golden Bamboo Lemur oleh Patricia Wright. Dari amerika Selatan ada dua  presentasi dari Peru, yaitu  The San Martín titi monkey: Driving conservation and pride in the San Martín region, oleh Jossy Claudia Luna Amancio dan  Achórate por el Mono Choro de Cola Amarilla: Mobilizing Conservation Action Through Pride and Identity in Peru, oleh Gerson Ferderer.   Simposium di tutup dengan presentasi review dari Russ Mittermier yang memberikan summary dari semua presentasi, bahwa berawal dari satu taxa primata, penelitian, dan edukasi konservasi sampai ke kebijakan suatu negara. Russ mencontohkan world lemur day, yang di peringati diseluruh dunia di awali dari Madagascar, inisiasi kawasan konservasi ranomafana juga salah satu keberhasilan pelestarian kawasan yang berawal dari species unggulan lemur.

Di hari yang lain, salah satu yang menarik dan memberikan inspirasi adalah presentasi tentang penggunaan thermal drone, oleh Fabiano dari Brazil. Penggunaan teknologi ini memang mahal di awalnya, karena  harga komersial  drone dengan thermal sensor saat ini bisa lebih dari Rp50,000,000, tapi menurut Fabino ini akan lebih menghemat biaya survey lapangan dengan metode transect convensional yang bisa dilakukan dalam waktu enam bulan dengan luasan lokasi yang sama. Teknologi drone yang dilengkapi dengan sensor panas dan camera resolusi tinggi dapat digunakan sekaligus dalam waktu bersamaan.

slide presentasi di symposium "direct cash tranfer for improved nature outcomes"

Ada yang menarik di salah satu symposium tanggal 22 July, berjudul “ Direct cash transfers for Improved nature outcomes: can they work for the apes and other primates?” dalam symposium ini membahasa contoh-contoh ataupun mengulas tentang teori pembiayaan konservasi dalam konteks primate. Strategi pembiayaan  ini berpusat pada pencairan dana atau uang tunai kepada entitas atau masyarakat lokal. Hal ini terus berkembang , dan contohnya saat ini adalah  pembayaran untuk jasa ekosistem, REDD+, obligasi konservasi, program bagi hasil, dan pendapatan dasar konservasi , pembiayaan ini ada yang bersyarat dan tidak bersyarat. Program transfer tunai konservasi juga semakin dibantu oleh teknologi yang ada dan yang sedang berkembang di sektor keuangan (mata uang digital dan uang seluler), salah satu presenter mempresentasikan TAHANU, sebuah platform digital yang, menggunakan uang digital dan AI  untuk konservasi gorilla di Rwanda. Program transfer tunai konservasi berupaya untuk memungkinkan koeksistensi manusia-satwa liar dengan memberikan insentif moneter atau kompensasi langsung kepada orang-orang yang terlibat dalam perilaku pro-alam.

peserta workshop "primatology from the global south"

Di tanggal 24 Juli 2024, sebuah lokakarya berjudul “Primatology from the Global South: Promoting Practices and Collaborations to Strengthen the Discipline in Primate Habitat Countries” menjadi sesi yang paling aktif, karena saya ikut berkontribusi dalam workshop ini dari awal penyusunan konsep, dan pelaksanaan. Workshop ini didasari oleh permasalah primata dan primatology di belahan bumi bagian Selatan, yang merupakan habitat asli dari primata-primata dunia. Tantangan pengembangan ilmu primatology dan praktek konservasi berkembang tidak seimbang karena muncul dari belahan bumi utara, atau negara-negara maju. Workshop selama kurang lebih 3 jam ini berlangsung sangat aktif, dengan inisiasi awal tentang survey singkat yang di lakukan tentang Kekuatan, Kelemahan, ,Peluang, dan Ancaman dari primatology di belahan bumi Selatan. Diskusi berfokus pada identifikasi praktik kolaboratif, promosi kemitraan yang adil, dan pembangunan jaringan untuk mendukung kemajuan primatologi di negara-negara habitat di belahan bumi selatan.

 Post Congress Field Trip

Andasibe

26 agustus 2025, kami berangkat 11 orang menuju Andasibe, salah satu kawasan konservasi yang paling dekat dengan ibukota Madagascar. Pagi itu sangat cerah, seperti biasa suhu udara pagi itu berkisar antara 10-12 derajat Celsius. Perjalanan ke Andasibe, akan memakan waktu kuranglebih 4 jam, dan jalan lebih bagus daripada ke Ranomafana. Melewati kampung-kampung di tepi Sungai dengan jemuran pakaian sepanjang kanan kiri sungai,dan pemukiman di kanan kirinya. Ada tambang batu granit yang memotong sebuah bukit, dan tumpukan batu granit deng ukuran persegi , sangat rapi, seperti potongan menggunakan mesin, padahal hanya menggunakan palu saja,  Batu-batu ini adalah untuk bahan bangunan rumah. Rumah-rumah sepanjang hampir 25 km dari kota, masih rapi, dan bagus.

 Coqurel’s Sifaka

Kami singgah di taman reptile, Reserve Peyrieras,  katanya disini ada sifaka juga, yang sudah terhabituasi, nampak dari luar, sepertinya taman ini juga menjadi salah satu opsi kunjungan wisata, terlihat dari adanya tempat parkir dan beberapa orang nampak menjual souvenir. Kami turun dan masuk, membeli tiket seharga ..dengan di temani oleh  2 orang guide. Guide itu nampak membawa wortel, dan guide menceritakan bahwa kita bisa melihat sifaka, dan beberapa setidaknya 5 jenis camelleon, dan leaf tailed gecko, ular dan kodok.

taman reptile, Reserve Peyrieras

Madagascar tomato frog (Dyscophus antongilii)

Di Andasibe, kami menginap di, yang terletak di samping kawasan tamanasional Andasibe Mantadia,  di sekitar taman nasional ini, ada komunity reserve, hutan yang dikelola wargas sekitar, untuk wisata minat khusus pengamatan lemur. Daftar jenis primata Madagascar bertambah lagi, mengunjungi lokasi penelitian dan konservasi lemur Madagascar, Maromizaha-GERP dalam bahasa prancis Groupe d’Étude et de Recherche sur les Primates de Madagascar,  yang berarti Kelompok Studi dan Penelitian Primata Madagaskar.  Organisasi ini bermarkas di universitas Antananarivo, salah satu research station yang saya kunjungi adalah Maromizaha, yang di kelola berkolaborasi dengan universitas Turino dari Itali dan warga sekitar. Untuk masuk ke Hutan Maromizaha, harus membayar dan di temani guide. Kami mengambil tiket untuk pengamatan siang dan malam hari, karena ada beberapa jenis lemur malam yang kami ingin lihat. Untuk persiapan tentusaja air minum dan makan siang sudah kami pack, dan kami mengambil rute panjang kuranglebih 7 -12 jam trekking. 

Maromizaha research station

Masuk ke jalur trekking, ternyata sudah tersedia jalur-jalur pengamatan dan banyak camera trap juga terpasang, karena ini adalah lokasi penelitian, banyak mahasiswa atua peneliti sedang melakukan penelitian di lokasi ini. Baru masuk jalur, guide menunjuk salah satu pangkal batang pohon kecil, tidak melihat apapun kecuali kulit batang  coklat keputihan. Namun setelah di amati dengan teliti, ternyata ada seekor leaf taile gecko disan, mengkamuflase dengan sempurna. Setelah foto-foto mengamati lebih detail mulai ada perubahan warna, sepertinya tokek ini merespon ancaman atau kehadiran kita dengan merubah warna kulitnya, sehingga nampak lebih jelas sekarang.

Kami melanjutkan perjalanan dan baru beberapa meter, burung raja udang kerdil Madagascar bertengger, langsung saja foto-foto, salah satu jenis raja udang yang berhabitat di dalam hutan.  Guide juga memberitahu kalau ada brown lemur juga,namun tidak dalam posisi yang bagus untuk memfoto. Kemudian kami melanjutkan perjalanan sampai di post istirahat, lokasi yang berada di puncak bukit dan bisa melihat pemandangan hutan Maromizaha, di tempat ini juga disediakan toilet, karena memang lokasi ini selain untuk penelitian juga untuk wisata, jadi fasilitas papan petunjuk, dan toilet menjadi standar kenyamanan pengunjung.

The Madagascar pygmy kingfisher (Corythornis madagascariensis)

Indri (Indri indri)

The greater vasa parrot (Coracopsis vasa)

Setelah istirahat kami sangat beruntung bisa melihat Indri, lemur terbesar madgascar, dan kali ini kami melihat mereka sedang kawin, moment yang sangat langka bisa menyaksikan langsung. Kami sempat singgah di stasiun penelitian Maromizaha, bertemu dengan para peneliti yang sedang penelitian perilaku suara Indri, dan dibelakang stasiun penelitian kami menjumpai 3 individu diademed sifaka, sifaka yang paling indah warnanya disbanding jenis-jenis sifaka yang sebelumnya kami jumpai di Ranomafana dan Andasibe. Warna dominan rambut putih dengan warana orange kemerahan di bagian lengan dan kaki, dan gelap di bagian punggung. Ada bayi juga teramati di kelompok ini masih di gendong di depan, artinya umurnya kemungkinan dibawah 3 bulan. Kami kembali ke ketika hari sudah gelap, untuk pengamatan malam, dari Maromizaha field station jam 6.30 sudah gelap, dan berjalan kembali menyusuri jalur trekking tadi waktu berangkat. Headlamp dengan filter kuning sudah saya siapkan, dan ada headlamp warna putih kecil di pinjamkan oleh Noel rowe, untuk berjalan, dan karena headlamp kuning saya terlalu kuat cahayanya.


Diademed Sifaka (Propithecus diadema)


eastern woolly lemur (Avahi laniger)

Red ruffed lemur 

Eastern Wooly lemur, menjadi catatan terbanyak dijumpai, malam itu, Saya,  Noel Rowe, dan Monica dari Columbia berhasil melihat sampai 9 individu. Kami juga melihat katak pohon, chamelleon dan burung malam malagasy nightjars.  

Setidaknya ada 18 jenis lemur yang saya lihat dalam perjalanan kali ini, kirakira 10 % dari keragaman lemur madagascar. Berikut daftar lengkapnya :

Ranomafana National Park

1. Milne edwars sifaka (Propithecus edwardsi) ( 3 individu)

2. Sportive lemur ( 1 individu)

3. Red fronted brown lemur ( 3 individu

4. Red bellied brown lemur (  Eulemur rubriventer, 2 individu)

5. Golden Bamboo lemur 1 individu

6. Greater Bamboo lemur (Prolemur simus) 1 indvidu

7. Brown Mouse lemur ( Microcebus rufus) 4 individu

Anja Community  Nature

8. Ringtailed lemur (Lemur catta) (12 individu)

Andasibe- Reserve Peyrieras- Maromizaha-VOI MMA community forest

9. Common Brown lemur

10. Black and white ruffed lemur ( 3 indivdu)

11. Indri-Indri (7 individu)

12. Diademed lemur ( 4 individu, 1 infant)

13. Goodman’s mouse lemur ( 7 indivdu)

14. Eastern Wooly lemur ( 9 individu)

15. Coqurel’s Sifaka ( 4 individu)

Vakona lemur island

16  Red ruffed lemur ( 1 individu)

17 White fronted brown lemur ( 6 individu)

18.    Bamboo lemur ( 2 individu)

Kami mengakhiri kunjungan di Madagascar, dengan mengunjungi museum, dimusim inilah tersimpan fosil giant lemur dan elephant bird. Kedua species ini punah setelah gelombang migrasi pertama manusia ke Madagascar. Sayangya tidak di perkenankan mengambil foto-foto di museum. dan di hari terakhir saya dan dua orang teman dari vietnam, menjelajah kota antanarivo menggunakan taxi klasik, citroen cv2. Kendaraan klasik dan kendaraan 4wd tangguh banyak lalu lalang di jalan madagascar, mengingat kondisi jalan yang susah dan jarak antar kota yang cukup jauh. Menikmati madagascar di atas kendaraan roda empat ( overlanding) sangat menyenangkan, apabila anda seorang car enthusiast. 

Terimakasih untuk sponsor perjalanan menghadiri kongress IPS ke 30 di Madagascar untuk Primate Conservation Inc, Re-wild, Margoth Marsh Biodiversity Foundation.

baca bagian 1, bagian 2

Misaotra...Veloma Madagascar.






Monday, September 1, 2025

Madagascar : pulau endemis dan Kongres Primata Dunia ke-30 ( bagian 2)

 oleh Arif Setiawan

Dr. Patricia Write menjelaskan lemur di Taman Nasional Ranomafana

Bersama Dr. Patricia wright dan team, yang telah melakukan penelitian disini sudah lebih dari 20 tahun,dapat memantau  pergerakan dan lokasi-lokasi lemur ini dapat dengan cepat teridentifikasi. Penggunaan radio telemetri juga digunakan untuk penelitian jelajah lemur, dan sangat membantu menemukan kelompok lemur ketika ada tamu atau wisatawan datang. Dukungan fasilitas penelitian dan pembiayaan konservasi dari berbebagai universitas, dan melibatkan teknisi dan peneliti lokal, mendorong munculnya penelilti muda, CenterValbio dan lemur di Ranomafana adalah salah satu bentuk keberhasilan konservasi species lemur.

sportive lemur

Guide menjelaskan kalau sifaka ini monogamous, atau hidup berpasangan. Guide juga sangat menjelaskan bahwa berat sifaka hingga 6 kg, dengan masa kehamilan, sekitar 6 bulan, anak sifaka yang lahir akan di gendong di depan sampai umur 3 bulan, kemudian gendongan akan pindah ke punggung setelah lebih dari 3 bulan sampai umur 6 bulan dan mandiri. Guide juga menjelaskan kalau musim kelahiran sifaka biasanya bulan banyak hujan, kenapa? Mungkin banyak sumber pakan ketika musim hujan. Kemungkinan juga ketika musim kering, suhu di Ranomafana sangat dingin, sehingga sifaka hanya diam tidak banyak bergerak, untuk mencari makan mungkin lebih banyak energi yang dibutuhkan. Hal ini menurut penelitian juga merupakan strategi reproduksi adaptif, dimana kelahiran individu baru membutuhkan sumber pakan dan ketika masa penyapihan, masih banyak tersedia sumber pakan.

Red bellied brown lemur (Eulemur rubriventer

Kemudian kami berjalan lagi, guide yang telah berpencar dan berkomunikasi dengan handy talkie, mengabarkan ada sportive lemur, yang sedang makan, moment yang langka bisa menjumpai lemur ini, karena dia adalah nocturnal dan sedang makan di siang hari, guide membimbing saya, dimana saya bisa mengambil foto dengan bagus, dan setelah dapat posisi, terlihatlah lemur ke3, sportive lemur !! Lemur selanjutnya yang saya jumpai adalah brown lemur, jenis ini jantan dan betina dapat di bedakan, yang jantan ada warna putih di bawah matanya, seperti airmata berwarna putih, ya ini adalah lemur ke 4 saya . hingga Tengah hari jam 12 kami istirahat siang dan kembali ke CVB.

Scally ground roller ( Geobiastes squamiger) endemik madagascar

Botanical park Arboretum Ranomafana



Traveler's palm

Setelah makan siang, Dr Patricia mengarahkan kami untuk berkunjung ke Botanical park Arboretum Ranomafana yang di kelola oleh warga desa Ranomafana, disana kami bisa melihat koleksi tanaman asli Madagascar dan juga ada jenis-jenis chameleon yang di jaga tetap ada di dalam kawasan. Ada 11 orang yang ikut dalam tour ke botanica park ini, kami PCI grantee dan beberapa mahasiswa dan volunteer di CVB turut serta. Untuk tiket masuk masing-masing orang 20000 AR dan guide 10000 AR. Guide juga sangat informatif sekali menjelaskan apa saja yang bisa di jumpai disini, mulai dari jenis tanaman endemik madagascar, Traveler's palm, yang berdaun seperti pisang tapi batangnya seperti kelapa, dan jenis-jenis satwa terutama chamelleon,  guide lalu menjelaskan kalau disini ada ten rec!!, wah ini yang saya penasaran, mamalia asli Madagascar bukan tikus bukan landak, dan itu baru pertama kali saya dengan Namanya dan liat fotonya di kebun Binatang waktu di Antanarivo. 

lowland streaky Tenrec

Common Quail (Coturnix coturnix)

Baru berjalan beberapa puluh meter, ada guide lainya yang memberi tahu kalau baru saja melihat Tenrec ( Hemicentetes semispinosus). Langsung kami mencarinya, dan guide menjelakan ukurannya kecil seperti tikus, di tanah, wah...bisa-bisa ke injak ini. Kami menyibak semak-semak, dan tidak menyangka karena habitanya berada di taman yang sama sekali bukan hutan, kebun budidaya, yang sengat dekat dengan kegiatan manusia. Baru beberapa menit kami mencari, tiba-tiba guide memanggil, Ten rec..tenrec. 

Lifer lagi untuk mamalia kecil madagascar  !!, berduri seperti landak namun kecil dan moncongnya lebih mancung daripada tikus clurut, foto-foto sangat dekat dan Tenrec berjalann di rerumputan mencari tempat berlindung. Menurut guide, memang jenis ini sering djumpai di kebun-kebun di taman di sekitar rumah. Tenrec ini ternyata secara kekerabatan lebih dekat kepada gajah tidak lebih dekat kepada tikus atau landak. Nama tenrec sendiri sebenarnya dari Bahasa Malagasy ‘tandraka’ yang oleh orang eropa kemudian di ucapkan tenrec, tandraka sendiri dalam Bahasa Malagasy aktivitas yang terkait menggali tanah atau membuat galian.Tenrec ini mamalia kecil yang sering menggali tanah untuk bersembunyi atau bersarang, dan anaknya lebih dari 10.

Chameleon tidak kalah menariknya dengan lemur, jenis-jenis chameleon ini sering dijumpai meskipun untuk menemukannya kadang harus lebih jeli, karena chameleon dapat menyamar, kamuflase. Makanan mereka adalah serangga, lidah mereka sangat panjang, mungkin hampir sama dengan panjang tubuhnya, jika menjulur keluar. Pearson camelon adalah salah satu yang kami jumpai di arboretum ranomafana merupakan chameleon terbesar yang ada di madagascar, dan kami juga menjumpai chameleon terkecilnya, ukuran dewasanya hanya sekitar 5 cm.

Two-banded Chameleon, Furcifer balteatus
Mata bunglon di Madagaskar sangat unik karena dapat berputar secara independen hingga 360 derajat, memungkinkan mereka mengamati dua objek berbeda secara bersamaan, dan menggabungkan kedua gambar tersebut di otak untuk pandangan panoramik. Fitur ini didukung oleh kelopak mata yang menyatu dan lensa kornea yang menciptakan efek seperti teleskop untuk pandangan yang fokus.

Pearson's chamelleon menangkap serangga dengan lidahnya yang panjang
 
Chamelleon -chamelleon ini memang sengaja di rawat di tempat ini, jenis-jenis ini dibiarkan bebas dan ada juga yang di beri kandang dari kawat dan jaring, untuk menghindari dari predator, seperti ular, tikus dan burung elang. Keberadaan mereka ada yang memang untuk tujuan penangkaran, mengembang biakkan. Ada juga untuk edukasi  pendidikan lingkungan,dan ekowisata seperti disini adalah bertujuan untuk memberikan alternatif pendapatan selain perburuan satwaliar. 

Koperasi perempuan Famiova
Menenun, kegiatan di Koperasi perempuan Famiova, Ranomafana

Jam 5 sore, botanical park ini tutup, dan kami pun kembali ke CvB, kami singgah ke Desa Ranomafana, dimana ada komunitas perempuan yang  terlibat dalam kegiatan seperti pembuatan kerajinan, termasuk tenun sutra dan katun, serta pengelolaan lahan dan sumber daya untuk meningkatkan mata pencaharian mereka dan berkontribusi pada konservasi. Inisiatif ini  mendukung perempuan dengan mempromosikan hak atas tanah mereka, menyediakan pelatihan pengelolaan lahan, dan membantu mereka mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Koperasi perempuan Famiova adalah contoh lokakarya yang dikelola masyarakat yang berfokus pada kerajinan tradisional ini. Disini pengunjung bisa melihat langsung bagaimana pembuatan kerajinan tangan dari tenun tradisional. Tas, scarf, dan t-shirt disini hampir smuanya tidak di sablon, tapi dari hasil jahitan,tenun atau bordir tradisional.  Harga juga relatife lebih murah, mulai dari 10,000 Ar.

Pengamatan malam- lemur tikus
lemur tikus (Microcebus rufus)

Karena banyak jenis-jenis binatang malam, pengamatan malam juga menjadi pengalaman yang harus di coba, jam 6 sore di Ranomafana sudah gelap, kami Bersiap naik mobil untuk pengamatan malam, lokasi tujuan kami adalah jalan sepanjang hutan sebelum pintu masuk taman nasional Ranomafana. Ketika kami sampai disana deretan mobil parkir ternyata sudah banyak, tamu-tamu ini menginap di penginapan di sekitar desa ranomafana, dengan guide mereka datang kesini dan peralatan headlamp dengan filter kuning sudah mereka siapkan. Ada yang menarik ternyata, lemur tikus yang kecil itu sudah terbiasa di umpan untuk datang, dan mereka menggunakan pisang yang telah masak untuk di oles-oles kan di ranting semak-semak, dan beberapa menit kemudian lemur tikus datang untuk menjilati, cepat sekali gerakannya. Guide mengarahkan hanya satu lampu yang di perkenankan, dan untuk fotografi tentusaja ini kurang memuaskan, tapi untuk melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana perilaku lemur tikus itu cahaya lampu yang tidak terlalu terang tidak menganggu  mereka. Pengamat juga di arahkan untuk tidak terlalu berisik, ketika lemur tikus sedang makan atau menjilati olesan pisang di ranting. 

Anja Community Nature Reserve dan Lemur ekor Cincin

Gunung granit di Anja nature reserve

Tanggal 17 Juli 2025, kami ber 17 orang berangkat menuju ke salah satu tempat pengamatan lemur paling legendaris, yang terkenal lewat film Madagascar, king Julien si lemur Ekor cincin, Lemur catta . Perjalanan kurang lebih 5 jam dari CVB, kota terdekatnya adalah Ambavlao, menggunakan bus yang agak besar daripada yang kita gunakan sebelumnya, perjalanan tidak cukup kencang karena ukuran kendaraan yang relative lebih besar dan jalan ternyata tidak semulus yang kita bayangkan. Pemandangan pedesaan dan ratusan zebu, sapi afrika menjadi pemandangan yang unik, di antara landskape sawah dan gunung batu granit yang memanjakan mata. 

resto dengan arsitektur lokal dan kontribusi konservasi di Anja nature reserve

Sebelum masuk di lokasi pengamatan ringtail lemur, kami singgah di sebuah resto yang menyajikan menu lokal, pemandangan landscape gunung batu granit dengan langit birunya, sangat Istimewa. Ketika menu dibagikan, saya membaca bahwa sebagian keuntungan dari restoran ini alah untuk konservasi lemur dan komunitas yang menjaganya. Kawasan wisata minat khusus untuk lemur ini di inisiasi tahun 1999 oleh warga sekitar yang kawatir akan kerusakan hutan, kekeringan dan kelaparan. Kemudian tahun 2000an pemerintah medukung program ini, mensupport warga untuk  mengelola kawasan seluas 30 ha, untuk pemulihan hutan dan mengembangkan wisata minat khusus pengamatan lemur, hingga saat ini kegiatan wisata di Anja ini telah memberi keuntungan untuk perbaikan fasiltas Kesehatan, Pendidikan dan pemukiman warga. Popoulasi lemur ekor cincin juga meningkat disini, bahkan populasi terbesar untuk seluruh Madagascar ada di Anja community reserve ini. Sehingga PBB pernah memberi penghargaan untuk komunitas ini sebagai penghargaan atas konservasi berbasis komunitas ( community based ecotourism) yang berhasil dan inovatif.

Anja community center

Setelah selesai makan siang kami menuju Anja nature reserve, ternyata tidak jauh dari restoran kami makan, ada beberapa homestay juga di sekitar lokasi, setelah membeli tiket  seharga 20,000 Ar dan guide untuk group kami 45,000 Ar . ada 4 orang guide menemani kami, kemudian kami mulai menyusuri jalur trekkingnya, sangat mudah, dan guide menjelaskan latar belakang sejarah terbentuknya reserve ini yang di kelola oleh Masyarakat. Baru berjalan beberapa meter guide sudah menunjuk itu ringtailed lemur nya…(Lifer…!!) mereka berjalan di tanah dengan ekor hitam putih panjang ke atas, sangat khas. Ada kurang lebih 12 individu teramati. Mereka mendekat ke kami, tapi kami dan pemandu juga tidak memberikan respon apapun, tidak memberi makan, mereka dalam jarak yang sangat dekat, namun tidak agresive. 
Lemur ekor cincin, ( Lemur catta)

Hutan ini seluas 30 Ha, ada sumber mata air di antara gunung batu granit dan lemur hidup bebas dilarang berburu, dan merusak hutan. Jalur trekking kurang lebih 1.5 jam, untuk sampai puncak gunung batu, ada tali untuk pegaman, dan pemandangannya sangat indah di puncak. 3 gunung batu granit mengelilingi, dan di antaranya adalah sawah pemukiman dan dipisahkan oleh jalan raya. Sampai hari menjelang gelap kami turun dan kembali ke Ranomafana.