Wednesday, July 31, 2024

Kontribusi lokal untuk rantai pasok kopi yang berkelanjutan

 oleh : Sidiq Harjanto dan Vika Bayu Irianto

Kopi kembali menjadi primadona bagi para petani. Harganya tetiba meroket, khususnya jenis robusta. Di tingkat petani, untuk kopi asalan saja sempat mencapai Rp. 68.000,-/kg. Harga ini tentu bervariasi tiap wilayah, ada yang lebih tinggi ataupun sedikit lebih rendah. Tahun kemarin harga per kilogram tertinggi mencapai kisaran Rp. 45.000,-. Artinya, ada kenaikan lebih dari 40% dan mencapai all time high.

peran perempuand dalam rantai pasok produksi kopi

Menurut laporan Nikkei Asia, harga robusta yang menggila dua tahun terakhir dipicu oleh beberapa faktor. Cuaca ekstrim berupa peningkatan suhu dan kekeringan menjadi faktor pemicu pertama. Hal ini membuat produksi kopi dari negara-negara produsen kopi robusta utama seperti Vietnam dan Indonesia turun signifikan. Petani hanya menghasilan sedikit kopi. Bahkan, sebagai adaptasi terhadap kekeringan, sebagian petani memilih beralih ke komoditas lain yang lebih adaptif.

Faktor kedua, di saat produksi kopi turun justru permintaannya meningkat. Dilaporkan adanya peningkatan sebanyak 20% konsumsi kopi masyarakat dunia. Juaranya China, yang pertumbuhan kelas menengahnya sedang tinggi-tingginya, mencapai kenaikan permintaan sebanyak 130%. Di luar China, peningkatan permintaan yang signifikan juga dialami negara-negara produsen kopi seperti Vietnam dan Indonesia sendiri.

Kopi merupakan komoditas yang dihasilkan oleh tak kurang dari 12 juta petani di banyak negara. Namun, Vietnam dan Brazil menguasai lebih dari setengah ekspor global kopi. Hal ini, menurut Bloomberg memicu adanya intensifikasi konsentrasi pasar. Negara-negara penghasil kopi menata ulang peta distribusi atau penjualan hasil produksinya.

Risiko tersembunyi di balik peningkatan harga

Kenaikan harga yang sangat signifikan cenderung memotivasi petani untuk menjual kopi sesegera mungkin karena kekhawatiran ketinggalan momentum. Khawatirnya, kualitas kopi yang dihasilkan justru akan menurun. Pertama, ada peluang petani memanen kopinya sebelum benar-benar matang sementara untuk mendapatkan kopi yang bagus, harus dimulai dari buah yang matang sempurna. Kedua, proses pascapanen tidak lagi menjadi prioritas. Kenapa harus memproses dengan cara-cara yang butuh usaha ekstra ketika harga kopi asalan saja sudah sangat menggiurkan.

Kedua, ada kemungkinan terjadinya perluasan kebun kopi di masa-masa yang akan datang. Petani sangat mungkin termotivasi untuk menambah luasan kebun dengan harapan bisa menambah kuantitas produksinya. Jika ada perluasan kebun, lahan-lahan hutan yang tersisa bisa-bisa semakin terdesak. Sudah bukan rahasia lagi bahwa perluasan kebun kopi menjadi salah satu ancaman serius bagi kawasan hutan di negeri kita.

musim panen kopi 2024
Kontribusi lokal petani kopi di habitat Owa Jawa

Peningkatan harga menjadi berkah tersendiri bagi para petani kopi, termasuk petani kopi dari sekitar kawasan hutan habitat owa jawa di Kecamatan Petungkriyono dan Lebakbarang. Merekalah para petani yang telah lama bermitra dengan kami dalam upaya menumbuhkan usaha-usaha berkelanjutan bagi masyarakat di desa-desa penyangga habitat primata. Tanaman kopi telah lama menjadi bagian tak terpisahkan bagi area hutan alam maupun kebun-kebun penyangga habitat owa jawa.

Pada tahun ini, Swaraowa bersama Owa Coffee memfasilitasi para petani kopi untuk meningkatkan kualitas panen. Beberapa program telah dijalankan, meliputi fasilitasi sarana-prasarana, peningkatan kapasitas pengolahan, dan upaya membuka peluang pasar yang baru, sekaligus menyepakati hal-hal yang terkait perlindungan hutan dan pelestarian satwaliar. Dome pengering dibangun di tiga desa penghasil kopi di sekitar habitat owa jawa, yaitu: Kayupuring, Yosorejo, dan Mendolo. Tujuan fasilitasi dome pengering ini adalah agar proses penjemuran biji-biji kopi lebih terkontrol dan terhindar dari potensi terpapar bahan pengotor.

pelatihan pasca panen kopi
Program lainnya yang telah dijalankan adalah peningkatan kapasitas pengolahan pascapanen untuk para petani dan prosesor. Sebelum musim panen arabika, tepatnya bulan Maret lalu, kami berkumpul bersama para pemroses kopi dari Tlogohendro, Yosorejo, dan Kayupuring untuk merencanakan skema produksi dan saling berbagi pengetahuan dalam hal pemrosesan pascapanen. Pada awal Juni, bersamaan awal musim panen kopi robusta, kami mengorganisir kegiatan peningkatan kapasitas petani kopi di Mendolo, desa yang punya potensi robusta yang cukup besar. Kegiatan ini diikuti oleh 15 orang petani dari berbagai usia.

Kami meyakini bahwa salah satu kunci keberhasilan untuk menjamin keberlanjutan rantai pasok kopi adalah dengan mempertahankan peran-peran pihak yang terlibat. Riset kecil yang kami lakukan tahun lalu menyimpulkan bahwa ada kecenderungan keseimbangan peran gender dalam rantai produksi kopi di desa-desa penghasil. Kaum laki-laki dan perempuan memberikan kontribusi yang setara, namun pada bentuk aktivitas yang berbeda. Katakanlah kaum laki-laki lebih banyak menangani urusan kebun, sementara kaum perempuan punya peran besar pada proses-proses pascapanen seperti penjemuran, penyortiran, dan penyangraian. Peran-peran ini perlu dilestarikan agar tidak ada pihak yang tersisihkan.

dome pengeringan kopi 



Agroforestri untuk kebun yang ramah hidupan liar

Meskipun saat ini harga kopi sedang tinggi, tetapi kita harus siap jika koreksi harga datang sewaktu-waktu. Ketimbang melakukan ekstensifikasi, akan lebih baik mengoptimalkan kebun-kebun yang sudah ada. Skema agroforestri yaitu mengombinasi berbagai komoditas dalam satu luasan menjadi strategi yang bisa diambil oleh para petani. Melalui agroforestri, petani menghasilkan tidak hanya satu komoditas. Semisal, satu lahan berisi tanaman kopi, durian, jengkol, pisang, dll. Dengan demikian ketika terjadi koreksi harga kopi, petani masih punya komoditas lain yang bukan tidak mungkin justru harganya sedang naik.

Owa jawa ( Hylobates moloch)
Pada awal tahun ini, Swaraowa juga berkolaborasi dengan masyarakat pembudidaya lebah klanceng di Mendolo untuk melakukan penanaman pucung atau buah kepayang. Pucung ditanam di area sempadan, atau menjadi tanaman sela pada kebun agroforestri. Melalui penanaman ini, ada potensi diversivikasi produk petani; dan di sisi lain, diharapkan bisa memperbaiki kualitas habitat bagi satwa liar, khususnya primata. Mendolo sendiri merupakan habitat bagi lima spesies primata: owa jawa, lutung jawa, rekrekan, monyet ekor panjang, dan kukang jawa.

Monday, July 8, 2024

Workshop Aviturisme di Desa Kayupuring: Pengamatan Burung Sebagai Wisata Edukasi

 Oleh : Imam Taufiqurrahman

Foto bersama seluruh peserta workshop, 4 Juli 2024

Sebagai kegiatan yang bermuatan sains, dalam pengamatan burung terkandung unsur pendidikan lingkungan yang bisa menjadi sarana belajar yang menyenangkan. Terkait itu, SwaraOwa bersama pengelola obyek wisata Welo Asri mengadakan Workshop Aviturisme bertema “Pengamatan Burung sebagai Wisata Edukatif”.

Workshop yang didukung ASAP dan OBC sebagai bagian dari pengembangan program konservasi raja-udang kalung-biru ini dilaksanakan di obyek wisata Welo Asri, Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, 3-4 Juli 2024. Kegiatan dimaksudkan agar pengelola dapat memiliki bekal dan pengalaman dalam merancang, mengelola hingga menyelenggarakan wisata pengamatan burung bermuatan edukasi dan konservasi.

 Para pelajar dari Desa Kayupuring saat mengamati burung, 4 Juli 2024


Pengelola obyek wisata Welo Asri sebagai wadah yang bergerak di bidang wisata alam, telah memiliki potensi dan sarana prasana yang mendukung. Beragam jenis burung sebagai potensi dan obyek kegiatan utama dapat dijumpai di area obyek wisata. Selain itu, terdapat sarana dan prasarana yang cukup representatif untuk terlaksananya kegiatan, seperti area kemping, area terbuka, serta ruang pertemuan.

Workshop menghadirkan narasumber Zulqarnain Assiddiqi, Direktur Endemic Indonesia Society, Yogyakarta. Lembaga konservasi keragaman hayati tersebut memiliki bidang pendampingan bidang wisata alam dan edukasi dalam eco-education trip.

Zulqarnain Assiddiqi dalam sesi sharing hasil pengamatan, 4 Juli 2024
Pada pelaksanaan di hari pertama, narasumber membekali pengelola obyek wisata Welo Asri dasar-dasar pemahaman dan wawasan mengenai pendidikan lingkungan. Pemaparan pada sembilan orang peserta tersebut kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan persiapan pelaksanaan kegiatan wisata edukasi yang berlangsung di hari berikutnya.

Para pengelola diarahkan untuk mampu merancang kegiatan. Terutama dari merancang bentuk dan tujuan, menyiapkan jalur pengamatan, hingga pembagian tugas dan peran sebagai fasilitator.

Rancangan tersebut kemudian dijalankan di hari berikutnya. Sebanyak 21 remaja usia SMP-SMA dari pedukuhan Kayupuring dan Setipis, Desa Kayupuring, mengikuti kegiatan ini. Mereka dibagi dalam empat kelompok. Tiap kelompok didampingi oleh 1-2 anggota pengelola obyek wisata Welo Asri yang telah mendapat pembekalan di hari sebelumnya.

Jenis-jenis burung yang dijumpai tiap kelompok saat pengamatan, 4 Juli 2024


Sebagian besar remaja yang menjadi peserta mengaku belum pernah melakukan kegiatan pengamatan burung. Namun demikian, mereka tampak antusias mengikuti kegiatan serta mampu mengamati dan mengenali berbagai jenis burung di sekitar mereka.

Mereka diberi penugasan untuk mengamati jenis dan perilaku burung yang dijumpai, mengenali habitat, serta membuat gambar atau sketsa burung yang teramati. Dalam tiga jam pengamatan di sekitar obyek wisata Welo Asri, beberapa jenis burung berhasil dijumpai peserta, di antaranya cucak kutilang, merbah corok-corok, julang emas, dan cabai bunga-api.

Usai pengamatan, para peserta didampingi fasilitator bergiliran mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Tak hanya itu, mereka pun diminta untuk berbagi kesan serta pengalaman selama mengikuti pengamatan.

Di akhir acara, para peserta diminta untuk memberikan evaluasi dan penilaian pada pengelola obyek wisata Welo Asri. Terdapat 12 aspek yang dinilai, mulai dari kejelasan tujuan kegiatan, kecakapan pengelola kegiatan, hingga kebermanfaatan kegiatan.

Secara umum, kegiatan dinilai cukup baik dan menyenangkan. Para peserta memberi skor 9,4 pada pengelola obyek wisata Welo Asri. Sementara, kemampuan fasilitator dalam memandu mendapat skor 9.

Para peserta mengungkapkan bahwa kegiatan pengamatan burung yang mereka ikuti terasa menarik dan memberi manfaat. Bagi pengelola obyek wisata Welo Asri sebagai penyelenggara, poin-poin penilaian tersebut menjadi masukan yang positif dan membangun untuk mereka dapat menjalankan dan mengembangkan kegiatan serupa ke depannya.