Dari
Natuna belajar dari PPBI XI di Pekalongan
Oleh Ahdiani
Pertemuan Pengamat Burung Indonesia (PPBI), sebuah acara yang baru bagi saya. Ternyata pertemuan Tingkat Nasional ini sudah dilaksanakan 10 kali dan segera diselenggarakan yang ke 11 di desa Mendolo kecamatan Lebakbarang, Pekalongan. Informasi pertama kali saya dapatkan dari Mas Wawan, founder swaraowa. Swaraowa sendiri merupakan mitra terpenting bagi kami dari komunitas MANTAU KEKAH dalam melakukan Upaya konservasi kekah Natuna,dari beliau kami banyak belajar dan inspirasi akan eksistensi kekah natuna sebagai endemik di pulau bunguran, tempat saya tinggal.11 Januari 2024 sekitar jam 10 pagi, saya menadapat pesan singkat dari Mas Wawan. “Mau berangkat ke sini gak?. Swaraowa sediakan transportnya untuk satu orang dari Natuna.” Begitulah pesan singkat yang disertai dengan poster PPBI XI yang akan diselenggarakan di desa Mendolo, Pekalongan dari tanggal 19 hingga 21 Januari 2024. Tanpa berfikir Panjang, saya langsung mengiyakan dengan harapan bisa belajar banyak dalam pertemuan tersebut. Sebagai pemula dalam Upaya konservasi, tentu saya harus banyak belajar dari kegiatan-kegiatan seperti ini. Saya pun langsung mendaftarkan diri dengan biaya pendaftaran Rp. 250.000,- sesuai dengan dengan arahan dari panitia penyelenggara.
Kami pun mempersiapkan perjalanan menuju Pekalongan. Skenario perjalanan dari Natuna menuju Pekalongan akhirnya kami sepakati menggunakan pesawat Natuna ke Jakarta, dilanjutkan menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Pekalongan. Tanggal 18 Januari 2024 saya berangkat seorang diri dari kediaman, desa Mekar Jaya kecamatan Bunguran Barat menuju bandara Ranai. Pukul 15.00 saya berangkat menuju Batam yang merupakan bandara transit pesawat yang saya tumpangi. Barulah pukul 18.40 WIB saya sampai di bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Dari bandara saya harus bergerak lagi ke stasiun Senen untuk melanjutkan perjalanan ke Pekalongan menggunakan kereta api. Saya baru sampai di stasiun Pekalongan pukul 05.00 WIB. Pekalongan untuk pertama kalinya saya sampai, membuat saya sangat terkagum dengan suasananya. Tentu sangat jauh berbeda dengan Natuna. Merupakan kepulauan terluar Indonesia, Natuna dikelilingi oleh laut China Selatan dan berbatasan langsung dengan beberapa negara.
Saya langsung bergabung dengan beberapa peserta lain yang kebetulan tiba disaat yang sama di stasiun. Kami pun langsung bersiap bergerak ke lokasi yang diarahkan oleh panitia. Menggunakan taksi online, kami tiba di Kantor KPH Pekalongan dan bergabung dengan para peserta yang sudah sampai duluan. Sesuai jadwal, pukul 08.00 WIB kegiatan pun dimulai. Seminar Nasional Pengamat Burung Indonesia yang bertemakan “Kendurian Lawan Kepunahan” yang diisi oleh beberapa para narasumber yang sangat luar biasa dan kompeten dan mereka merupakan pelaku lapangan, membuat saya sangat terkagum dan banyak sekali ilmu dan inspirasi baru yang saya dapatkan. Selain ilmu, tentu juga semangat bergerak akan menjadi tambahan modal bagi saya agar bisa memaksimalkan upaya pelestarian satwa-satwa yang ada di Natuna.
Menggunakan “doplak”, peserta bergerak ke desa Mendolo begitu acara seminar selesai. Sampai di desa, peserta diarahkan ke homestay (rumah warga) yang memang sudah disiapkan oleh panitia. Setelah menyiapkan segala sesuatunya, peserta diarahkan untuk makan malam. Selesai makan malam, semua peserta berkumpul melakukan kegiatan diskusi bersama terkait berbagai potensi kegiatan yang bisa lakukan bersama untuk melawan kepunahan itu sendiri. Yang paling menarik dikegiatan malam pertama ini adalah, peserta disuguhi berbagai macam varian durian yang merupakan hasil petani lokal. Kebetulah dan memang sudah direncanakan sebelumnya oleh PPM Mendolo sebagai panitia untuk menyesuaikan waktu pelaksanaan bertepatan dengan musim durian.
Hari ke-2 dari rangkaian kegiatan PPBI XI di desa Mendolo ini adalah pengamatan burung yang ada di sekitaran hutan desa. Yang menjadi perhatian saya adalah pagi hari saya dibangunkan oleh nyanyian owa. Mendengar suara nyanyian owa merupakan pengalaman pertama bagi saya. Berikutnya setelah sarapan, peserta dibagi menjadi 2 tim dan bergerak di 2 lokasi yang berbeda. Saya sendiri memilih untuk melakukan pengamatan burung dilokasi dusun tempat kami menginap. Selama pertemuan pengamatan burung di desa Mendolo, kami diajak untuk menjelajahi berbagai habitat burung di sekitar desa. Burung-burung berkicau mengisi udara segar di pagi hari di tengah-tengah hutan durian yang penuh dengan buah durian yang siap untuk dipanen. Sungguh pemandangan yang luar biasa dan mengagumkan.
Dalam aktifitas hari kedua ini, kami juga diperlihatkan bagaimana kegiatan budidaya lebah yang dilakukan oleh Masyarakat Mendolo. Tentu sangat menarik perhatian saya karena memang sebelumnya juga saya sudah merencanakan melakukan hal yang sama untuk tujuan edukasi dan konservasi di Natuna terkait lebah yang sudah kami temukan berbagai jenis.Selain pengamatan burung, kegiatan ini juga memberi kami, khusunya saya kesempatan untuk bertemu langsung dan belajar dari para ahli serta pengamat burung dari berbagai daerah. Diskusi-diskusi yang kami adakan membahas isu-isu konservasi dan pentingnya melestarikan habitat alam bagi burung. Ini adalah kesempatan langka untuk memperdalam pemahaman kami tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati di seluruh Indonesia.
Foto bersama adalah sesi akhir di hari terakhir kegiatan sebelum para peserta kembali ke daerah asalnya masing-masing. Saat akhirnya tiba waktu untuk meninggalkan desa Mendolo, Pekalongan, kami membawa pulang kenangan yang tak terlupakan dari petualangan kami. Dari keindahan alam Natuna hingga keanekaragaman burung di desa Mendolo, setiap langkah diikuti oleh keajaiban alam yang mengagumkan. Kami berharap bahwa pengalaman ini tidak hanya akan menjadi sebuah laporan perjalanan, tetapi juga akan menjadi dorongan untuk melindungi dan memelihara kekayaan alam Indonesia untuk generasi mendatang, khususnya bagi saya pengalaman dari kegiatan ini menjadi nutrisi semangat baru untuk lebih giat bergerak agar semua pihak bisa sadar bersama akan eksistensi dari keberadaan satwa-sata di sekitar kita.