Sunday, November 30, 2025

Owa Jawa di Tengah Perubahan Lahan: Catatan Monitoring dari Pekalongan dan Batang

lokasi pengamatan Owa Jawa

oleh : Kurnia Ahmaddin

Pada bulan Juli kami mengunjungi desa Kutorojo, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan yang merupakan perwakilan area paling Barat pegunungan Dieng selama 4 hari. Kunjungan tersebut merupakan agenda kami untuk monitoring populasi Owa jawa (Hylobates moloch) dengan metode Triangulation vocal count. Lokasi lain yang kami untuk kunjungan serupa adalah dusun Sawanganronggo desa Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan dan desa Tombo, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang. Kami menempatkan 3 Listening Post (LPs) pada masing-masing desa dengan jarak antar LPs adalah 300 m. Tim yang terlibat monitoring tidak berganti personil pada tiap LPsnya dengan menambahkan 1 warga lokal pada tiap desa. Bersamaan dengan pengambilan data suara, kami juga menempatkan 3 perekam pasif dengan jarak 150-200 m untuk tiap perekam. 

 Hasil dari monitoring di Kutorojo kami mengonfirmasi 7 kelompok Owa bersuara dari minimal 2 LPs yang mendengar Greatcall. Sedangkan di Sawanganronggo kami mengonfirmasi 15 titik suara dan di Tombo 9 titik. Dari seluruh area yang di survei jarak maksimal yang terdengar oleh tim adalah 1 Km. Di Kutorojo dan Sawangganronggo lokasi LPs kami merupakan punggungan bukit dengan kopi lokal yang sebagian besar sudah di hilangkan pohon hutannya. Arah datang suara Owa dari kedua lokasi tersebut cenderung datang dari hutan alam tanpa tanaman kopi. Akibatnya banyak suara yang terdengar tumpang tindih dari kedua lokasi tersebut. Namun demikian di Sawanganronggo kami masih menjumpai Owa jawa yang berpindah dengan menggunakan pohon kopi dengan tinggi 7-9 meter. Kami juga mendapat laporan dari warga bahwa Owa jawa di Sawangganronggo sempat terlihat sekali mencicipi buah kopi matang. 

Hasil konfirmasi pada ketiga titik tersebut belum dianalisis, kami hanya mendeskripsikan hasil data dari lapangan. Pada bulan Juni Tim Monitoring juga melakukan Triangulasi di desa Mendolo, namun dari 7 kelompok yang kami hitung tidak satupun melakukan Greatcall selama periode pengambilan data.

Selama periode monitoring kami tidak menentukan tujuan spesifik terutama untuk penelitian ilmiah. Dikemudian hari kami harap dapat menentukan tujuan riset sehingga kami dapat menggunakan metode yang terukur dan SOP dalam pengambilan data dapat ditentukan. Sehingga data yang telah diperoleh dapat di analisis menggunakan tools yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penggunaan aplikasi lain juga dapat di terapkan jika SOP sudah ditentukan mengingat ‘Kobotoolbox’ tidak dapat menggunakan fitur ‘tracking’ dan hanya memiliki 1 Gb untuk cadangan data. 

Perubahan lahan hutan agaknya perlu disikapi lebih serius mengingat tren kopi sambung untuk memperbanyak produksi. Hal ini cenderung membuat petani lokal memangkas pohon hutan untuk memberi cahaya matahari pada tanaman kopi mereka. Kedepan mungkin diperlukan klasterisasi lahan kopi sehingga deskripsi kesesuaian habitat dapat lebih dideskripsikan spesifik dan petani hutan dapat diapresiasi dari kelimpahan spesies di lahan garapan mereka. Selain ancaman perubahan habitat, perburuan primata tidak ditemukan selama periode monitoring namun, perburuan burung semakin masif bahkan di lapangan saat ini seluruh burung menjadi target tangkapan tidak terbatas pada  jenis burung kicau.  


Monday, November 10, 2025

Gibbon Camp: Menyusuri Hutan Tombo, Menyalakan Semangat Konservasi Owa Jawa

 Oleh : Kp3 Primata


gibbon camp 2025, KP3 Primata x SwaraOwa x Sutaregga

Setiap tanggal 24 Oktober, dunia memperingati Hari Owa Sedunia sebagai pengingat akan pentingnya keberadaan primata unik ini. Owa Jawa, dengan peran ekologisnya yang besar, menjadi simbol keseimbangan hutan tropis yang harus dijaga keberlanjutannya. Berangkat dari semangat itu, KP3 Primata UGM bersama SwaraOwa menyelenggarakan Gibbon Camp di Desa Tombo, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, pada 31 Oktober–2 November 2025.

Kegiatan ini bukan sekadar camping biasa, melainkan sebuah perjalanan belajar yang menyatukan ilmu pengetahuan, pengalaman lapangan, dan nilai-nilai kebersamaan. Sepuluh anggota KP3 Primata Fakultas Kehutanan UGM mengikuti serangkaian aktivitas pengamatan primata di habitat alaminya. Mereka tidak hanya berkesempatan mengamati Owa Jawa dan primata lain, tetapi juga berdialog dengan masyarakat lokal serta komunitas pegiat konservasi Sutarengga. Diskusi hangat bersama Mas Wawan, founder SwaraOwa, membuka wawasan tentang sejarah organisasi, penelitian Owa Jawa, hingga tantangan pelestarian primata di Indonesia.

Perjalanan penuh cerita dimulai dengan pengamatan di hutan Tombo. Meski hujan deras sempat menghentikan kegiatan, peserta tetap bersemangat. Mereka bertemu dengan Lutung, berjalan kaki menembus jalan licin menuju lokasi camp, lalu menutup malam dengan api unggun yang hangat. Malam itu, rasa lelah berganti dengan rasa syukur dan kebersamaan.

Hari ketiga menjadi puncak pengalaman. Peserta dibagi ke dua kelompok menuju listening post berbeda. Di sana, mereka beruntung mendengar great call Owa Jawa dari dua arah, sebuah pengalaman langka yang membuat hati bergetar meski tidak melihat langsung sosoknya. Dari metode pengamatan ini, peserta belajar memperkirakan jarak dan arah suara, sekaligus membedakan antara panggilan besar dan panggilan biasa.

Selain ilmu, Gibbon Camp juga menghadirkan keindahan alam Tombo. Sungai jernih, hutan asri, dan panorama perkebunan teh menjadi latar yang menenangkan. Peserta merasakan kekayaan fauna, dari primata hingga burung elang jawa dan herpetofauna. Semua detail kecil—dari jalan berkelok di pegunungan hingga tawa bersama di tengah hujan—menjadi bagian dari pelajaran besar: bahwa konservasi bukan hanya soal data dan penelitian, tetapi juga soal rasa, kebersamaan, dan komitmen jangka panjang.

Testimoni peserta memperkuat makna kegiatan ini. Munika mengungkapkan betapa serunya belajar langsung mengenali suara Owa Jawa dan cara menghitung populasinya, ditambah pengalaman naik mobil bak terbuka melewati hamparan teh. Najla menambahkan rasa kagum atas ilmu dan keterampilan survival yang dibagikan tim SwaraOwa, menyebutnya sebagai pengalaman yang membuatnya ingin kembali lagi.

Gibbon Camp di Desa Tombo menjadi bukti bahwa langkah kecil bisa membawa mimpi besar. Dari obrolan sederhana dengan masyarakat, dari suara lirih great call di hutan, hingga api unggun yang menyatukan hati, semua menjadi fondasi penting bagi masa depan konservasi Owa Jawa. Semoga semangat ini terus tumbuh, menginspirasi generasi muda, dan menjadikan konservasi sebagai gerakan bersama demi menjaga memelihara keindahan bumi.