Monday, December 19, 2016

Peran penting Jlarang si Bajing

Ketika anda di hutan atau di suatu tempat apa yang ada pikirkan kalau adan melihat mamalia kecil? Ya mamalia yang bobotnya relative ringan kurang dari 5 kg. Lucu, ingin membawa pulang, atau mengambil gambarnya saja, atau teringat cerita waktu masih kecil tentang tupai dan kelinci? Bajing, tupai, jlarang, landak, trenggiling itu beberapa di antaranya dalam bahasa jawa yang sering juga di temukan di habitat hutan yang masih alami.
Bajing jlarang

Karena ukurannya kecil, pemalu, sebagian besar aktif malam hari, kamuflase yang sempurna, tidak banyak juga yang concern dan peduli dengan peran mereka di alam. Menurut sejarah alam, jenis-jenis mamalia kecil ini sudah ada sejak 30-40 juta tahun yang lalu, jadi mereka sudah berasosiasi dengan hutan jauh sebelum manusia ada. Proses evolusi morphologinya juga tidak jauh berbeda hingga sekarang meskipun sudah puluhan juta tahun. Tentu ada hubungan yang erat antara mamalia kecil ini dengan hutan sebagai habitatnya.

Beberapa mamalia kecil ini di hutan berperan sebagai pollinator (penyerbuk bunga), pemakan buah dan pemencar biji-bijian di hutan. Artinya salah satu peran ekologisnya adalah membantu regenerasi hutan secara alami. Beberapa mamalia kecil juga menjadi mangsa dari jenis-jenis predator hutan, seperti burung elang. Dan sebagai fungsi estetis, ada kesenangan tersendiri bagi kita (manusia) untuk melihatnya di alam (namun hal ini juga belum banyak yang melakukan).

Jenis-jenis mamalia kecil ini adalah pemakan jamur pohon, tidak semua jamur itu jahat,banyak mikroorganisme yang tak kasat mata namun penting dalam alam ini. Apa kaitannya jamur-mamalia kecil dan pohon hutan??

Kalau anda sering melihat kayu yang ada bercak-bercak putih itu adalah beberapa jenis jamur yang berasosiasi dengan pohon hutan, jamur ini membatu pohon menangkap nutrisi yang tidak dapat di perolehnya dari yang sudah ada,sementara pohon menyediakan karbon dioksida dari fotosintesis untuk jamur. Ada korelasi positif hubungan pohon dan jenis-jenis jamur pohon ini.
jamur pohon (bercak putih) di habitat Owa jawa


Video berikut ini adalah yang kami dapatkan dari hutan Sokokembang, habitat Owa jawa di Petungkriyono, kabupaten Pekalongan. Terlihat seekor bajing Jlarang (Ratufa bicolor) yang memakan kulit batang pohon. Mycopaghy  adalah istilah untuk mamalia pemakan jamur, dan ini sedikit menjelaskan peran di atas bahwa, simbiosis antara jamur dan tumbuhan tinggkat tinggi inilah yang disebut micoriza, dan micoriza inilah di atarnya yang membatu pertumbuhan dan kesehatan pohon-pohon di hutan. 


Dengan di makannya jamur oleh bajing, makan spora jamur juga akan terbawa dan tersebar melalui kotoran Bajing. Hubungan yang cukup kompleks namun bisa kita pahami bahwa setiap binatang di hutan mempunyai peran yang tidak bisa di gantikan oleh yang lain, bahkan oleh manusia sekalipun. Oleh karena itu membiarkan binatang tetap di habitat aslinya, tidak memburunya,tidak mengambilnya sudah menjadi kewajiban  kita bahwa kita juga berperan dalam system ekologis ini.

Bajing jlarang/ Giant Squirrel



Friday, December 2, 2016

Catatan baru sebaran Owa Jawa


Gunung Kapur Siregol, Ds.Kramat Karang Moncol Purbalingga

Berawal dari informasi yang kami terima, survey dan monitoring sebaran primata Jawa di wilayah jawa tengah membawa kami mengunjungi lokasi baru, yang belum tercatat dalam survey-survey sebelumnya. Silahkan baca-baca tentang kegiatan ini yang dimulai sejak awal tahun 2016.  Sebelumnya data mengenai sebaran Owajawa juga telah di publikasi di jurnal ini.

rangkaian pegunungan di Kec.Karang moncol dan Rembang Purbalingga (survey 2013)

Informasi yang kami terima beberapa waktu lalu menyebutkan, bahwa ada kelompok owa yang teramati di wilayah kabupaten Purbalingga. Sebagaimana yang kita tahu wilayah ini telah kita survey tahun 2010-2013, dan lokasi nya berada di pegunungan antara G.slamet dan pegunungan Dieng. Survey tahun 2013 kami mengunjungi gunung Ardi lawet, dan mencatat perjumpaan tidak langsung keberadaan Owajawa. Kami mendengar suara morning call dari arah sebelah barat gunung lawet, dengan radius kurang lebih 800 meter-1400 meter.  Lokasi yang di informasikan kepada kami apabila di lihat di peta, tepatnya berada di sebelah barat dari gunung lawet, dan nampak disana memang topografi yang sangat curam dan sepertinya tidak mungkin di akses.

habitat Owa di gunung Siregol, Karangmoncol

Tanggal 21 November 2016 , bersama tim swaraowa, meluncur ke lokasi yang di informasikan tersebut, dan kami di pertemukan dengan mas Sa’ad seorang guru SD yang aktif dengan kegiatan pelestarian di Desa kramat, Karang moncol. Setelah meperkenalkan diri, kami langsung menuju ke lokasi yang dituju, ada jalan yang sudah bagus menyusuri tebing sungai yang dalam, di sebelah kiri gunung batu kapur (limestone) yang sangat tinggi dan di bagian bawah vegetasi kanan-kiri sungai yang lumayan rapat.
Owa jawa yang teramati di Siregol, Karangmoncol

Belum berhenti dari kendaraan, kami sudah melihat adanya pergerakan di pohon-pohon di bawah tebing jurang ini, dan yang terlihat pada saat itu adalah Owa Jawa, setelah di amati lebih teliti, ternyata ada juga Binturong yang sedang mencari makan di pohon yang sama dengan kelompok Owa ini. Beberapa saat kami mengamati pergerakan owa ini, dan binturong. Catatan kami juga melihat ada julang emas melintas di atas gunung batu kapur ini. Elang jawa juga terdengar bersuara, namun tidak terlihat karena rapatnya tajuk.
Arctictis binturong


Limestone forest, istilah untuk hutan yang di pegunungan kapur, tidak banyak catatan yang menjelaskan tetang sebaran owa di tipe hutan ini, dengan karakter yang unik,  tebing berbentuk kerucut, tanah yang tipis,namun memiliki vegetasi yang rapat di dasarnya. Habitat unik yang perlu dilestarikan tidak hanya untuk keanekaragaman hayati namun sudah tentu menjadi landscape yang menarik dan indah untuk sekedar di kunjungi.

Beberapa daerah gunung kapur, juga mengalami ancaman serius karena kegiatan penambangan, sudah tentu manfaat secara fungsi ekologis juga hilang, semua kakayaan hayatinya hilang sebelum sempat di telilti lebih jelas manfaatnya. Perburuan juga mengakibatkan hutan-hutan menjadi "kosong" dan sepi, menghilangkan peran satwaliar dalam sistem ekologi.

Berbicara mengenai upaya pelestarian, akan menjadi pekerjaan bersama untuk kedepan bagi siapa saja yang peduli , beberapa potongan hutan di jawa tengah, juga masih menyimpan keanekaragaman yang tinggi, yang juga menjadi asset bagi daerah setempat. Upaya pelestarian dengan dasar ilmiah bisa menjadi inisiasi awal untuk Owa jawa di habitat limestone ini. Mengarus utamakan kegiatan wisata minat khusus juga bisa menjadi sarana untuk membangun ekonomi di tingkat site dari adanya primata endemik.

Bacaan lebih lanjut :

Setiawan, A., T. S. Nugroho , Y. Wibisono, V. Ikawati, J. Sugarjito, (2012), Population density and distribution of Javan gibbon (Hylobates moloch) in Central Java, Indonesia, Biodiversitas, Vol.13. No.1,p 23-27

 Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., Afiff, S. A., Widyantoro, A., Kartikasari, S. N., & Utami, T. B. (1999). Ekologi jawa dan bali. Prenhallindo