Tentang Kami

Monday, December 29, 2025

Karakteristik Iklim Harian Hutan Sokokembang 2025: Implikasi Hidrologis dan Ekologis

 Oleh : Arif Setiawan

grafik dari data pemantauan iklim harian di Sokokembang

Catatan berdasar alat pemantuan cuaca yang di pasang di pusat edukasi dan konservasi Owajawa SwaraOwa-Sokokembang, tanggal 1 Januari 2025-29 Desember 2025.

[disclaimer ada hari-hari alat tidak mencatat data karena matinya sumber Listrik dari alat]

Sepanjang tahun 2025, hutan Sokokembang mengalami dinamika cuaca yang khas wilayah tropis lembab. Suhu udara berkisar antara 21°C hingga 31°C, dengan indeks panas (heat index) yang sering kali lebih tinggi dari suhu sebenarnya, menandakan kelembaban udara yang tinggi. Kondisi ini membuat udara terasa lebih gerah, terutama saat kelembaban memperlambat penguapan keringat. Bagi satwa dan tumbuhan hutan, kelembaban ini perlu di teliti lebih lanjut untuk mengetahui dampaknya. Yang pernah tim swaraowa lakukan dalam penelitian Owa ada korelasi antara kelembaban udara dan perilaku Owa jawa bersuara.

Curah hujan menunjukkan pola yang tidak merata. Sebagian besar hari dalam setahun tercatat tanpa hujan, menandakan periode kering yang panjang. Namun, hujan deras datang dalam lonjakan singkat dan intens. Puncak curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 2 Desember, mencapai 63 mm dalam satu hari—sebuah momen penting yang membasahi tanah, mengisi sungai, dan menyegarkan seluruh lapisan hutan. Di bulan Januari, hujan mulai muncul perlahan setelah dua puluh hari kering, dengan intensitas ringan hingga sedang, lalu mencapai puncak sekitar 14.4 mm sebelum kembali reda.

Catatan Curah hujan  pada saat bencana longsor Petungkriyono 20 Januari 2025
Beberapa hari sebelum dan sesudah terjadinya longsor dan pada saat longsor, Listrik di Sokokembang sering mati, sehingga alat tidak dapat mencatat data iklim harian di Sokokembang

Implikasi Hidrologis

Runoff meningkat: Tanah yang kering dan keras sulit menyerap air dengan cepat. Hujan deras dalam waktu singkat cenderung langsung mengalir di permukaan, meningkatkan risiko banjir lokal atau erosi.  

Infiltrasi terbatas: Air hujan tidak sempat meresap ke dalam tanah, sehingga cadangan air tanah tidak bertambah optimal.  

Fluktuasi debit sungai: Sungai bisa tiba-tiba meluap saat hujan deras, lalu kembali surut cepat setelah hujan berhenti. karakter sungai di pegunungan petungkriyono, hujan deras di hulu sungai, sementara di bagian tengah dan bawah/hilir sungai tidak hujan, dapat mengakibatkan banjir yang tidak di perkirakan di bagian hilir.

Implikasi Ekologis

Stres pada vegetasi: Periode kering panjang membuat tanaman mengalami defisit air. Hujan deras mendadak tidak selalu langsung mengembalikan kondisi karena akar butuh waktu untuk menyerap air.  

Habitat satwa : Satwa arboreal (misalnya owa) mungkin mengalami perubahan pola aktivitas 
Produktivitas hutan: Lonjakan hujan bisa memicu pertumbuhan jamur, lumut, dan tumbuhan bawah, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit tanaman akibat kelembaban mendadak.

Implikasi Sosial & Konservasi
Risiko longsor: Lereng yang kering lalu tiba-tiba jenuh air lebih rentan longsor.  
Ketersediaan air masyarakat: Periode kering panjang bisa menurunkan pasokan air bersih, sementara hujan deras singkat tidak cukup menambah cadangan. 
Peringatan banjir dan hujan lebat di hulu sungai ( disekitar kecamatan petungkriyono). yang di diteruskan ke desa-desa di sepanjang sungai dan hilir sungai yang berhulu di Petungkriyono,
Perencanaan konservasi: Data ini penting untuk mengatur kegiatan lapangan, misalnya menghindari survei saat potensi hujan ekstrem, atau menyiapkan strategi adaptasi masyarakat terhadap pola iklim yang tidak merata.


👉 Singkatnya: periode kering panjang melemahkan daya serap tanah dan ekosistem, sehingga hujan deras mendadak lebih banyak menimbulkan limpasan permukaan daripada menyuburkan tanah. Dampaknya bisa berupa banjir lokal, erosi, hingga gangguan pada siklus ekologi hutan.

No comments:

Post a Comment