Oleh Arif Setiawan
Sebagai bagian dari tradisi luhur masyarakat Jawa di
Petungkriyono, upacara *Munggah Molo* digelar untuk menandai dimulainya
pembangunan Pusat Edukasi Konservasi SwaraOwa di Sokokembang. *Molo*, balok
utama pada kerangka atap bangunan, secara simbolis memegang peran penting
sebagai fondasi spiritual dan harapan akan rumah yang kokoh serta diberkahi.
Ritual ini diiringi dengan doa bersama dan sesaji berupa
hasil bumi, simbol syukur dan harapan kepada Sang Pencipta serta penghormatan
kepada alam sekitar. Di tengah hutan hujan dataran rendah yang menjadi habitat
owa jawa, prosesi ini menjadi penanda menyatunya ilmu pengetahuan, budaya
lokal, dan spiritualitas dalam sebuah bangunan yang akan menjadi ruang tumbuh
bagi konservasi dan pembelajaran.
Tanggal 22 Juni 2025, menjadi penanda untuk pembangunan
fasiltas edukasi konservasi swaraOwa, meskpun kegiatan pendahuluan pembersihan
lahan dan pembuatan pondasi telah dimulai 3 hari sebelumnya. Bagian utama atap
rumah tertinggi ini menjadi semangat tim swaraOwa untuk terus mengembangkan
kegiatan pelestarian alam yang telah dan sedang dilakukan di habitat Owa Jawa.
Bangunan ini nantinya akan berfungsi sebagai front office, pusat informasi
untuk kegiatan swaraOwa.
Simbol-simbol dalam upacara *Munggah Molo* sarat makna
filosofis dan spiritual, mencerminkan harapan akan rumah yang tidak hanya kokoh
secara fisik, tetapi juga harmonis secara batin dan sosial. Berikut beberapa
simbol utama yang biasa digunakan dalam tradisi ini, khususnya di wilayah
seperti Petungkriyono:
Melambangkan
*manisnya kehidupan* dan harapan agar rumah menjadi tempat yang penuh kebaikan
dan kebahagiaan. Tebu juga mencerminkan keteguhan dan kejujuran.
Simbol *kemakmuran
dan kesejahteraan*. Padi yang menguning menandakan harapan agar penghuni rumah
selalu tercukupi kebutuhan pangannya dan hidup dalam kelimpahan.
Melambangkan *keutuhan dan kebermanfaatan*.
Semua bagian kelapa bisa dimanfaatkan, mencerminkan harapan agar rumah menjadi
tempat yang berguna bagi keluarga dan masyarakat.
4. **Kain Merah Putih**
Simbol *nasionalisme dan perlindungan*.
Warna merah putih juga dipercaya membawa energi positif dan perlindungan dari
gangguan gaib. Kain ini digunakan untuk membungkus sesaji yang di tumbuk, yaitu
daun dringo (Artemisia vulgaris), blanke sejenis rumput
yang beraroma dan kencur (Kaempferia galanga) . Yang melambangkan
perlindungan spritual, kesegaran, ketentraman, kekuatan dan ketahanan untuk
bangunan dan yang menhuninya.
5. **Uang Koin atau Logam**
Menandakan *rezeki dan kelancaran ekonomi*.
Diletakkan sebagai doa agar rumah tidak kekurangan dan selalu diberi
kelimpahan.
6. **Jajanan Pasar dan Sesaji Hasil Bumi**
Wujud *syukur dan
penghormatan* kepada leluhur serta alam sekitar. Ini juga memperkuat hubungan
spiritual antara manusia dan lingkungan.
Kayu utama yang
dinaikkan sebagai *molo* melambangkan *inti kehidupan dan arah tujuan*. Dalam
konteks rumah, ini adalah fondasi spiritual dan simbol bahwa rumah akan menjadi
tempat tumbuhnya nilai-nilai luhur.
Satu tandan pisang terdiri dari banyak buah yang tumbuh
bersama dalam satu tangkai. Ini mencerminkan harapan agar keluarga yang
menempati rumah baru hidup rukun, saling mendukung, dan tidak
tercerai-berai—seperti buah pisang yang tetap menyatu dalam satu tandan. Pisang
juga merupakan simbol keberkahan dan kelimpahan,buah yang mudah tumbuh dan
berbuah banyak. Dalam konteks upacara, satu tandan pisang menjadi doa agar
rumah tersebut selalu diberkahi rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan. Pisang juga
melambangkan kesinambungan hidup. Setelah berbuah, pohon pisang akan mati,
tetapi akan tumbuh tunas baru di sekitarnya. Ini menjadi simbol harapan agar
rumah menjadi tempat tumbuhnya generasi baru yang membawa nilai-nilai kebaikan.
Pisang satu tandan juga menjadi bagian dari sesaji sebagai bentuk penghormatan
kepada leluhur dan alam sekitar, memohon perlindungan dan restu atas rumah yang
dibangun.
9. ** kembang
telon** : Melati, Kenanga dan Mawar
10, **sesajen
lainnya** : jagung, tapih, baju kebaya, di
taruh di bagian rangka molo, dan ayam ingkung utuh.
Semua sesajen ini kemudian di doakan bersama dan kemudian di makan bersama sarapan bagi tukang-tukang yang bekerjam membangun bangunan rumah ini. Tradisi ini menjadi symbol semangat dan doa untuk tim swaraowa yang ingin berkontribus aktif dalam pembangunan konservasi di Kabupaten Pekalongan khususnya dan yang mewakili sebaran penting untuk jenis-jenis primata terancam punah khususnya owa jawa.